Part 24 - Inamorata

1.8K 88 5
                                    

"Tidak butuh invasi alien bukan? Bagiku untuk nembak kamu?" Ian tersenyum manis, sekarang ia sudah mengerti dengan perasaannya.

Ian menyadari kalau tindakannya menembak Ismaya ternyata adalah keinginannya selama ini dan bukan hanya karena sekedar terpancing emosi belaka.

"Kamu itu kebiasaan banget sih nguping pembicaraan orang." Ismaya tersenyum malu-malu karena pembicaraannya dengan Hana waktu itu didengar subjeknya sendiri.

"Jangan malu-malu begitu, akui saja. Kamu menyukaiku kan." Ian terkekeh pelan.

Sementara Ismaya yang mendengar pernyataan Ian hanya bisa menundukkan kepalanya, "Jangan terlalu percaya diri. Tidak baik untuk kesehatan."

"Kenapa kamu itu selalu saja menghindar, padahal kamu sudah tahu perasaanmu padaku." Ian masih saja menggoda Ismaya.

"Sudahlah hentikan. Kamu sendiri, selama ini selalu membicarakanku ternyata." Kali ini ganti Ismaya yang memandang Ian dengan tatapan mengejek.

"Ah," Ian kelihatan salah tingkah, "Itu karena pekerjaanmu tidak becus tahu."

Sekarang Ismaya yang tertawa pelan, "Ternyata kita memang butuh bantuan orang lain untuk mengetahui perasaan kita, huh?"

Mendengarnya, Ian mau tidak mau tersenyum juga karena sepertinya perkataan gadis itu memang benar. "Iya ya. Aku jadi kepikiran sesuatu. Kira-kira sejak kapan ya aku memperhatikanmu dan sejak kapan perasaan ini jadi sesuatu?"

Ismaya hanya bisa mengangkat bahunya, "Entahlah. Aku juga tidak mengerti."

"Lalu, bagaimana jawabanmu? Aku menunggu loh Ismaya."

"Jawaban apa?"

"Ulangan Harian."

"Kamu bicara apa sih." Ismaya terkekeh pelan.

"Oh ayolah Ismaya. Kamu tahu jawaban apa yang kumaksud." Dahi Ian tampak berkerut, ia sudah tidak bisa menunggu lagi.

"Buat apa kamu menunggu jawaban yang kamu sendiri sudah tahu apa." Ismaya tampak tersenyum malu-malu.

"Lagipula kamu bukan bertanya melainkan menyuruhku tahu. Mungkin kamu adalah pria yang paling tidak romantis di dunia ini." lanjutnya lagi, kali ini sambil memanyunkan bibirnya.

Dengan sekali gerakan Ian sudah menarik Ismaya kepelukannya, merasakan bahagia yang ia sendiri tidak bisa utarakan dengan kata-kata.

Ismaya kaget mendapati dirinya yang berada dipelukan Ian, tetapi sedetik kemudian ia tersenyum. Jenis senyum bahagia yang jarang sekali ia perlihatkan. Ia lalu menghirup dalam-dalam aroma mint yang menguar dari tubuh Ian, karena sekarang mint resmi menjadi wangi favoritnya.

"Aku akan menjaga kamu Ismaya. Dan tidak membiarkan kamu mengacuhkanku lagi meskipun itu hanya sehari." Ian berkata, sambil mencium harum rambut Ismaya.

Ismaya terkekeh pelan di dada Ian, "Itu karena aku melihat kamu dicium Serena tahu. Oh, iya. Aku juga lihat kamu yang natap-natap Serena sendu begitu."

"Apa yang kamu maksudkan? Tatapan sendu apanya? Aku tiba-tiba saja dipanggil ke depan meninggalkan masakanku. Kamu pikir aku tidak takut kalau seandainya dapur kebakaran?"

"Ah, yang benar? Kupikir kamu itu masih cinta sama istri orang yang sedang hamil."

Ian tertawa, "Aku masih ingin berteman dengan Aldrich. Setelah perkataannya tadi itu, aku mulai merasa kalau kami akan jadi teman yang baik." kata Ian sambil terus saja mengelus rambut kekasihnya pelan.

Ah, kekasih.

Terima kasih Tuhan, karena Engkau telah menitipkan perasaan menakjubkan ini lagi kepadaku.

LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang