Pemandangan pertama yang dilihat Ismaya saat ia tersadar adalah wajah Serena yang terlihat sangat khawatir. Ia mengedarkan pandangannya, sekedar untuk mengetahui kalau sekarang ini ia sedang berada di kamarnya sendiri.
"Hai. Bagaimana perasaanmu?" Tangan Serena terangkat untuk meremas tangan Ismaya pelan.
Pandangan Ismaya masih kosong untuk beberapa saat, membuat Serena memanggilnya pelan, "Ismaya?"
"Ah, iya Ser? Maaf aku tidak dengar." Ismaya menatap Serena, berusaha tersenyum.
"Aku bilang, bagaimana perasaanmu?" Serena tersenyum lembut.
"Aku baik-baik saja."
Serena tiba-tiba saja duduk di pinggir kasur Ismaya, tangannya direntangkan lebar-lebar, "Kemari."
Ismaya menurut dan sekarang kepalanya berada di pundak Serena, mencari dukungan.
"Maafkan kalau aku lancang, tapi aku sudah diceritakan semuanya oleh Aldrich."
Air mata Ismaya mulai menggenang lagi, tapi ia mengangguk juga dipelukan Serena.
"Kamu percaya kalau kubilang kamu mempunyai Aldrich dan aku sekarang?" kata Serena, sambil mengelus rambut coklat panjang milik Ismaya.
Ismaya tersenyum lembut, "Aku tahu Ser. Terima kasih."
"Aku tidak pernah tahu kalau kamu punya masa lalu seberat itu. Aku ikut menyesal atas peristiwa itu," ucap Serena tepat di telinga Ismaya, nada suaranya terdengar tulus, "Tapi aku tidak yakin apakah seberat badanku sekarang."
Ismaya yang mendengar candaan Serena terkekeh pelan, "Bagaimana keponakanku?"
"Dia lebih rakus dariku Ismaya. Aku takut saat besar dia akan obesitas nanti."
"Bagaimana bisa dia obesitas kalau mamanya seperti bihun begini."
"Tidak, tidak. Kamu tidak lihat aku jauh lebih gendut sekarang?"
Mendengar itu Ismaya melepaskan pelukannya untuk melihat tubuh Serena yang memang sedikit melebar dari kali terakhir ia bertemu dengannya.
"Wah, ternyata kamu benar. Jadi tidak mirip model next lagi deh." kata Ismaya sambil terkekeh pelan.
"Tapi tidak apa-apa kok. Kamu kan punya kemampuan istimewa," Serena memandang Ismaya heran, tidak mengerti dengan maksud perkataannya, "Iya, kemampuan makan banyak tapi tidak gendut-gendut juga. Aku yakin kamu akan cepat kurus nanti."
Serena terkikik pelan, "Memangnya iya?"
Ismaya mendesah pelan, merasa sedikit iri dengan kemampuan Serena yang satu itu, "Iyalah. Tapi untungnya aku bekerja di restoran, jadi sedikit bosan juga dengan aroma masakan." candanya.
"Bosan bagaimana caranya kalau kamu suka sekali makan?"
"Kita harus wisata kuliner kapan-kapan, Ismaya." kata Serena lagi kemudian tertawa pelan.
"Kamu sudah bangun Ay?"
Aldrich tiba-tiba saja muncul di kamar Ismaya, tangannya penuh membawa nampan yang berisi semangkuk bubur dan segelas teh hangat.
"Eh, suamiku. Makasih banyak ya. Kok kamu jadi repot-repot begini sih?" Serena hendak mengambil alih nampan itu, tapi Aldrich bergerak lebih cepat.
"Memang siapa yang bilang kalau bubur ini buat kamu Ser?"
Serena tertawa sambil mengelus-ngelus perutnya yang kini sudah sedikit membesar, "Aku lapar nih. Di dapur masih ada tidak?"
"Satu panci penuh untukmu sayang." Aldrich mengedipkan sebelah matanya, bersamaan dengan Serena yang berteriak, "Asik!" lalu tersenyum sekali lagi pada Ismaya sebelum bergegas menuju dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life
RomanceHidup seorang wanita di umurnya yang sudah menginjak seperempat abad sejatinya penuh dengan kebahagiaan akan rencana-rencana masa depan untuk membuka lembaran baru. Tapi tampaknya kebahagiaan adalah satu kata besar bagi seorang Ismaya Hariani. Fakta...