Sebulan kemudian.
Ismaya memandang pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Ia tampak cantik malam ini, dengan balutan gaun hitam selutut tanpa lengan dengan manik-manik putih berukuran kecil mengitari pinggangnya. Bagian depan gaun itu sedikit rendah, membuat Ismaya sedikit risih karenanya.
Ketika pertama kali melihat gaun itu, Ismaya langsung jatuh hati tetapi ia tidak berpikir kalau gaun itu akan cocok untuknya. Namun sekarang disinilah ia, mengenakan gaun cantik itu menuju pesta pernikahan Aldrich.
"Kamu sudah siap Ay?"
"Sudah Ald. Aku sedang mencari taksi sekarang." Ismaya menghitung dalam hati sudah berapa kali Aldrich menelponnya hari ini.
"Cepatlah Ay. Sebentar lagi acaranya dimul- Ah.. ah. Teruskan! Cepatlah.. kumohon."
"Um, kamu sedang sibuk sekarang?" tanyanya, sambil mengerutkan dahinya heran mendengar desahan-desahan pria itu di seberang sana. Ismaya hampir saja memutuskan sambungannya karena mengira sahabatnya itu sudah buka puasa sebelum waktunya.
"Ah.. lebih cepat! Aku sudah tidak tahan lagi."
"Kamu gila Aldrich! Tunggu sampai aku memukul kepalamu!"
"Tunggu!" terdengar suara terengah-engah pria itu, namun ada nada humor di kalimat selanjutnya, "Kamu pasti sedang membayangkan yang tidak-tidak," katanya lagi, disusul kekehan pria itu.
Pip.
Tanpa mendengar kelanjutan perkataan pria itu, Ismaya mematikan sambungan dan membuka pintu taksi yang berhasil ia cegat.
***
Ismaya tiba di lokasi resepsi empat puluh menit kemudian setelah menaiki taksi dengan kecepatan yang dapat meningkatkan kemungkinan serangan jantung.
Sesampainya di gedung resepsi, Ismaya langsung mengisi daftar tamu dan mencari Aldrich. Rencananya setelah mengucapkan selamat ia akan langsung memberikan jawabannya. Pergi bersama Aldrich ke London atau tidak.
Tapi nampaknya Ismaya harus menunda mencari Aldrich karena perutnya sangat lapar sekarang. Atau mungkin, daritadi.
"Wah, kamu rakus sekali. Sama sekali tidak elegan."
"Sedang apa chef disini?!"
Ian tersenyum melihat piring Ismaya yang kini sudah menjulang ke atas. Bentuk tubuh memang tidak selalu menggambarkan ukuran perut.
Sedangkan Ismaya sendiri benar-benar terkejut dengan kehadiran pria misterius yang berstatus sebagai mantan bosnya itu; yang selama ini tidak pernah peduli tentang apapun di sekitarnya kecuali pekerjannya. Pria sedingin es yang berjanji untuk melindungi Ismaya.
"Memangnya menurut kamu saya sedang apa?"
Ugh. Rasanya Ismaya pernah mengucapkan kalimat itu.
"Menagih hutang?"
"Tidak. Saya sedang merampok."
Ian terkekeh sendiri membayangkan kemungkinan aksi perampokan di tengah resepsi pernikahan seperti ini. Merampok apa? Asinan sayur?
"Saya kenal Serena. Dia man- ehem maksud saya teman kuliah saya dulu."
"Wah kejutan sekali. Serena pernah pacaran dengan anda?"
Ian terlihat sedikit canggung namun kemudian menjawab juga pertanyaan Ismaya, "Begitulah. Masa lalu."
"Sekarang anda boleh memberitahu saya dimana kameranya," bisik Ismaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life
RomanceHidup seorang wanita di umurnya yang sudah menginjak seperempat abad sejatinya penuh dengan kebahagiaan akan rencana-rencana masa depan untuk membuka lembaran baru. Tapi tampaknya kebahagiaan adalah satu kata besar bagi seorang Ismaya Hariani. Fakta...