"Jadi, kamu mau cerita kenapa tadi kamu menangis?"
"Kakiku sakit Ian. Aku terjatuh tadi."
Ismaya mengeratkan pegangannya pada bahu Ian, dengan terpaksa gadis itu harus digendong belakang karena kakinya terlalu sakit kalau dipaksakan berjalan.
"Maksudku, kenapa kamu terlihat ketakutan sekali tadi."
Setelah menarik dan menghembuskan nafasnya berulang kali, Ismaya akhirnya berkata, "Aku belum siap menceritakan hal itu kepada orang lain."
"Baiklah, tapi ceritakan padaku kalau aku sudah bukan lagi menjadi orang lain bagimu."
Meski tidak melihat ekspresi Ian, Ismaya yakin kalau pria itu sedang tersenyum sekarang.
"Percaya diri sekali." Ismaya mencibir Ian, tapi hanya dijawab kekehan pria itu.
"Ian, aku ingin tanya sesuatu."
"Apa itu?"
"Sebenarnya tadi pagi kamu marah karena apa sih? Aku sebagai asisten-mu yang lalai atau karena aku yang video call-an dengan Aldrich?"
Ian tampak berpikir sejenak, "Dua-duanya."
Hmm. Apa??
"Aku tidak tahu apakah perkataanku ini akan membuat kamu merasa lebih baik atau apa, tapi di video call itu juga ada Serena. Mereka ingin memberitahuku sesuatu."
"Benarkah? Maaf, aku tidak tahu."
Ismaya tidak membalas perkataan Ian, dirinya merenung sekarang; memikirkan tindakannya barusan yang terasa bodoh sekali. Bagaimana mungkin ia bisa terpikirkan untuk balas dendam dengan membuat pria itu umm, cemburu?
Nyatanya Ian malah tenang-tenang saja dan malah Ismaya yang menangis kesal pada akhirnya.
Mungkin aku saja yang terlalu percaya diri.
Tak tahu kenapa, tapi tiba-tiba saja hati Ismaya terasa nyeri.
"Maafkan aku juga Ian." kata gadis itu setelah beberapa saat terdiam.
"Hm, untuk apa?"
"Karena syarat konyolku yang mengharuskanmu ikut ke café tadi."
"Kenapa harus menyesal? Aku mendapatkan pelajaran yang ingin kamu berikan."
"Apa kamu bilang?" tanya Ismaya penasaran, tidak mengerti dengan maksud Ian. Lagipula pria itu berbicara dengan sedikit cepat tadi.
"Tidak ada siaran ulangan."
"Ah, dasar pelit! Aku tidak paham dengan pemilihan katamu itu."
"Hahaha." Ian tertawa untuk sesaat, "Aku memang puitis. Kamu tidak tahu kalau aku ini dulu seorang pujangga?"
"Pujangga itu bukannya mainan anak-anak yang ada di taman ya?"
"Hah? Kamu bicara apa sih."
"Maksudku ayunan, bodoh." kata Ismaya sambil tertawa lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life
RomanceHidup seorang wanita di umurnya yang sudah menginjak seperempat abad sejatinya penuh dengan kebahagiaan akan rencana-rencana masa depan untuk membuka lembaran baru. Tapi tampaknya kebahagiaan adalah satu kata besar bagi seorang Ismaya Hariani. Fakta...