Part 29 - Once I was fourteen years old

1.5K 94 0
                                    

Malam itu menjadi malam-malam yang biasanya bagi keluarga Ismaya. Sepulangnya bekerja kelompok tadi di sekolahnya, Ismaya segera berganti pakaian dan bergabung dengan Ayah, Ibu serta Violetta, kakak perempuannya, di meja makan.

"Hei kemana saja kamu baru pulang hah?" Violetta memandang Ismaya curiga, tahun terakhir adiknya di SMP memang kerap membuatnya was-was.

"Jangan menuduhku begitu kak," Ismaya tertawa pelan, "Aku habis mengerjakan tugas tadi."

"Begitu? Baguslah akhirnya kamu belajar juga."

"Aku kan bukan kamu kak, kerjaannya pacaran mulu." kata Ismaya sambil meleletkan lidahnya, memang selama ini keluarga mereka suka sekali menggoda Violetta tentang pacarnya.

"Kamu jangan ikut-ikutan adik kecil. Belum cukup umur." Tangan Violetta bergerak mengacak-ngacak rambut adiknya yang duduk disebelahnya, menunggu Ibu menghidangkan makanan diatas meja.

"Sebentar lagi aku SMA tahu! Lihat saja, aku akan masuk ke sekolahmu."

"Sudah eh berantem mulu kerjaannya?" Ayah melipat koran tadi pagi, sedikit menegur kedua putrinya karena mereka sedang duduk di meja makan. Dan peraturan mereka yang paling utama, tidak ada keributan di meja makan.

"Abis nih Yah, Kak Vio bangga banget sama cowoknya yang bentuknya mirip sapu ijuk begitu." cibirnya.

Ayah yang mendengar itu hanya bisa terkekeh, memang ia akui kalau pacar Violetta juga masih sama bocahnya dengan putrinya.

"Ismaya, kalau bicara jangan terlalu jujur begitu." Ayah berbisik pelan, tapi kedua putrinya masih bisa mendengar. Ismaya mengacungkan jempolnya sambil tertawa pelan, sedangkan Violetta hanya bisa memanyunkan bibirnya.

"Ih, si Ayah! Belain aja terus nih Ismaya. Aku doain nanti dia dapet jodoh tukang jagal usus." katanya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Ayah yang mendengar sumpah serapah Violetta akhirnya menghentikan tawanya, "Wah, Ayah tidak mau ikut-ikutan lagi deh. Ismaya, kamu jangan sampai kenal satupun penjagal usus ya."

Sekarang ganti Violetta yang tertawa, merasa puas karena adiknya terkena juga imbas kekonyolan keluarga mereka. "Iya adik kecil. Kamu pintar-pintar cari pacarnya ya."

"Tenang saja Kak Vio, aku bakalan pacaran kalau kamu sama cowokmu itu sudah benar-benar serius. Serius mau putus, maksudku."

"Yaelah kamu. Muka mirip ketek Ivan Gunawan aja belagu." Violetta gantian mencibir Ismaya, sebelum kemudian terkekeh sendiri karena kalimatnya.

"Ih apaan sih. Kalau ada yang paling cantik, itu pasti aku kak."

"Violetta Febriyani, tentu saja."

"Aku!"

Ayah yang melihat perdebatan kedua gadisnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa heran dengan hubungan kakak-adik mereka yang aneh. Kadang mereka bisa ribut hanya karena hal-hal kecil, tapi tak jarang juga mereka mati-matian membela satu sama lain.

"Jangan berdebat terus. Ini bukan lomba debate. Ayo, dimakan makanannya." Ibu tiba-tiba saja sudah berdiri di dekat meja makan dan menghidangkan berbagai macam masakan yang kelihatan menggiurkan.

"Tadi kalian berdebat tentang apa, kalau Ibu boleh tahu?"

"Ini Bu, Kak Vio bilang kalau dia adalah yang tercantik disini. Sombong sekali bukan."

"Iya, lagipula kalian semua salah," Ibu memandang kedua putrinya yang menatapnya keheranan, "Kalau ada yang tercantik disini, orangnya pasti Ibu."

LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang