Ismaya sedang berpakaian di kamarnya ketika ponselnya berbunyi. Sebuah pesan. Setelah yakin telah selesai, ia beranjak duduk di kasurnya dan mengambil benda persegi panjang itu dari atas nakas.
From : Ian
Ismaya, kamu sudah bangun kan?
Ismaya mendengus. Mana ada gadis yang belum bangun tengah hari bolong begini. Tapi setelah dipikir-pikir lagi rasanya ia pernah bangun tidur ketika hari sudah sore. Atau mungkin, sering.
To : Ian
Tentu saja. Kamu jadi kesini?
Setelah mengetik balasan untuk Ian, Ismaya sudah ingin pergi mengambil minum ketika ponselnya berdering lagi. Kali ini notifikasi chat di LINE.
Aldrich William : Kamu kejam Ay! Mana ada sahabat yang seperti kamu!
Ismaya tertawa kencang, teringat dengan paket yang ia kirimkan ke Aldrich beberapa hari yang lalu. Kalau biasanya orang-orang 'normal' akan mengirimkan paket berisi barang-barang special yang menjadi kesukaan sahabatnya; tapi tidak dengan Ismaya.
Gadis itu mengirimkan beberapa botol selai kacang, sebuah kotak kayu yang berisi mainan kecoa karet, serta boneka santa yang sudah dimodifikasi; tanpa topi dan baju khasnya yang berwarna merah, ditambah tongkat putih kecil yang di lem pada sebelah tangannya.
Aldrich William : Lalu apa itu? Gandalf? Aku benci padamu Ay.
Ismaya Hariani : Sama-sama Ald. Kupikir kamu suka Gandalf.
Aldrich William : Yang kusukai itu Dumbledore! Bukan Gandalf!
Ismaya hanya bisa tertawa – lagi-lagi – karena Aldrich benar sangat bodoh.
Tak lama berselang, terdengar bunyi ketukan – atau mungkin gedoran – di pintu flatnya. Dengan segera Ismaya membukakan pintu.
"Kenapa lama sekali," keluh Ian yang sekarang berdiri berhadapan dengannya, dan tanpa dipersilahkan pria itu memasuki rumah Ismaya, menaruh dua bungkusan belanjaan di atas meja.
Rencananya, mereka berdua akan memformulasikan resep baru hari ini.
"Apanya yang lama. Aku dari kamar tadi. Lagian kamu ini kan cowok, masa bawa bungkusan begitu saja capek."
Ian mendegus, Ismaya sudah memulai acara khotbahnya.
"Iya iya. Aku kemari ingin bersantai jadi jangan ada yang emosi di antara kita," kalimat yang baru diucapkan Ian terasa begitu melankolis, membuat Ismaya terkekeh pelan dan mendadak lupa dengan rasa kesalnya tadi.
"Baiklah tuan koki. If it please you."
"Jangan bergaya seperti itu. Menjijikkan." Ian tertawa mencibir Ismaya yang berlagak bagai seorang hamba tuannya sekarang.
"Ah iya, aku hampir lupa. Maaf tapi aku tidak bisa berlama-lama menemani kamu hari ini." Ismaya menepuk jidatnya, kenapa ia bisa lupa dengan jadwalnya sendiri.
"Memangnya kenapa?"
"Hari ini hari Sabtu, jadi aku harus pergi mencari buku. Maaf tapi ini sudah menjadi kebiasaan."
Mendengarnya membuat Ian tersenyum. Gadis dan kebiasaannya yang unik.
"Kenapa harus minta maaf? Aku yang datang kesini tiba-tiba."
Ian memandang Ismaya yang sekarang sedang merapikan semua bahan-bahan yang tadi sempat ia beli di supermarket di atas meja. Ismaya terlihat menyusun semua bahan-bahan menurut jenisnya; main protein dan karbohidrat, umbi-umbian dan sayuran, herba, bumbu-bumbu serta beberapa bahan dasar untuk membuat saus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Life
RomanceHidup seorang wanita di umurnya yang sudah menginjak seperempat abad sejatinya penuh dengan kebahagiaan akan rencana-rencana masa depan untuk membuka lembaran baru. Tapi tampaknya kebahagiaan adalah satu kata besar bagi seorang Ismaya Hariani. Fakta...