"Selamat pagi Ismaya!"
Hana menjadi orang pertama yang bertemu Ismaya pagi itu. Setelah gencatan senjata mereka berdua beberapa hari yang lalu, perubahan besar ditunjukkan oleh kedua gadis itu karena sekarang mereka sudah menjadi teman.
"Pagi Hana. Kamu sudah sarapan?"
"Belum. Memangnya kenapa?"
"Aku bawa nasi kepal nih. Ayo makan bersama."
Ismaya dan Hana memutuskan untuk sarapan di ruang makan restoran karena hari masih terlalu pagi bagi pengunjung untuk datang.
"May, kamu tahu tidak?" kata Hana disela-sela kunyahannya, "Café seberang baru buka kemarin. Kudengar makanannya enak-enak."
"Benarkah? Harganya murah tidak? Kalau tidak mending aku makan disini." Ismaya mengerucutkan bibir, harga memang selalu menjadi pertimbangan utama.
"Lumayan kok," Hana memandang Ismaya sambil mengangguk-nganggukkan kepalanya, "Lagipula staff disana tampan-tampan semua."
Ismaya tertawa, Hana memang tipikal gadis daydreamer dengan hati selembut marshmallow.
"Kamu sebenarnya mau kesana untuk makan atau mencuci mata?"
"Dua-duanya May. Sambil menyelam, minum susu." Hana tersenyum memandang Ismaya yang masih berkutat dengan nasi kepalnya sendiri.
"Air."
"Tapi lebih enak minum susu. Minum air kebanyakan bisa kembung."
"Tidak, itu sih terserahmu saja," Ismaya berbicara dengan perlahan karena mulutnya penuh dengan makanan sekarang, "Maksudku tolong ambilkan air."
"Huu, dasar kamu itu. Baru beberapa hari tapi aku sudah berasa pembantumu saja."
Meskipun berkata seperti itu, Hana tetap tersenyum dan beranjak mengambilkan Ismaya dan dirinya sendiri minum.
"Biar saja. Kalau aku kan sudah biasa di-pembantu-kan di dapur." kata gadis itu ketika Hana sudah kembali duduk.
"Astaga. Nilai Bahasa Indonesiamu berapa sih? Dulu ketika UN SD kamu pakai kunci jawaban ya?" Hana memandang Ismaya heran, "Yang benar itu di-pembantu-i."
Ismaya menenggak air di gelasnya hingga habis, "Terserahlah. Hanya orang kurang kerjaan yang membuat kita membahas hal ini."
"Jadi, kamu mengajakku pergi ke café itu?" katanya kemudian.
"Tentu saja. Memangnya apa tujuanku menceritakan hal ini padamu?"
"Kupikir kamu sedang promosi." kata Ismaya sebelum Hana menjitak kepalanya.
***
Setelah selesai sarapan dengan Hana, Ismaya memutuskan untuk pergi ke dapur untuk bersiap-siap memulai pekerjaannya, sementara Hana memilih untuk keluar terlebih dahulu.
Tapi belum lama Ismaya memulai kegiatannya, ponselnya berdering. Sebuah video call di LINE. Segera saja ia memasang earphone di kedua telinganya dan melihat siapa caller-nya. Aldrich.
"Sudah mulai belum?" Aldrich melambaikan tangannya ke kamera, "Halo, Ay? Angkat dong. Kamu tidak kangen apa."
"Halo Ismaya, sedang apa dimana?" kali ini suara perempuan. Serena.
Tak mau menunggu lagi, Ismaya segera saja menerima panggilan itu.
"Ay! Angkatnya lama sekali sih. Lagi diare ya?" Aldrich terkikik, membuat Ismaya tersenyum meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life
RomansaHidup seorang wanita di umurnya yang sudah menginjak seperempat abad sejatinya penuh dengan kebahagiaan akan rencana-rencana masa depan untuk membuka lembaran baru. Tapi tampaknya kebahagiaan adalah satu kata besar bagi seorang Ismaya Hariani. Fakta...