1. Bagai neraka

221K 9K 101
                                    

"Pulpen gue mana?! Kok cuma satu di tempat pensil? Kan gue punya tiga." Teriak Raina frustasi. Baru aja ditinggal ke Toilet beberapa menit, pulpennya sudah raib dari tempat pensil birunya.

"Nih pulpen lo, gue sama Rafa minjem ya." Kata Bryan santai sambil tersenyum.

"Lo telat ngomongnya! Ngomong tuh sebelum minjem, bukan minjem dulu sebelum ngomong!" Raina makin sebal. Gimana tidak, dua curut ini selalu saja seenaknya.

"Yang penting kita udah ngomong." tambah Rafa tak kalah santai.

Untung iman gue masih kuat, kalo ga lo berdua gue cekek, mati deh lo berdua batin Raina.

"Udah Ra, duduk ayo lanjut nyatetnya, bu Hana kayanya balik sebentar lagi." Naraya menyudahi pertengkaran yang tidak ada habisnya ini.

Mendengar perkataan Naraya, Raina pun langsung duduk dan melanjutkan menyatat sambil terus melafalkan istigfar.

Walaupun dikelas sebelas ini Raina senang bisa sekelas dengan Naraya, tapi sialnya dia harus terus sabar sampai kenaikan kelas nanti. Pasalnya dia harus sekelas dengan dua curut yang amat sangat menyebalkan siapa lagi kalau bukan Rafa dan Bryan.

Rafardhan Agler, makhluk paling Raina benci urutan pertama. Masih karena alesan yang sama, karena kejadian di kantin waktu kelas sepuluh dulu—yang sampe sekarang Rafa belum minta maaf yang bener bener minta maaf— sangat menyebalkan dan juga karena sifat cuek, dingin, dan seenaknya.

Kedua, yaitu Bryan. Si iseng yang suka modus ke Raina, menjijikan, dan suka seenak jidat.

Untungnya curut satu lagi alias Geofrey tidak berada dikelas yang sama. Kalau ga bunuh Raina di rawa rawa aja.

"Gue kadang seneng kadang ngga kalo lo udah marah-marah mencak-mencak ke mereka berdua." Raina menatap Naraya horror.

Seneng gimana? Seneng sahabatnya pusing sendiri? Seneng sahabatnya kesel nahan marah terus?

"Wow sans aja dong liatnya. Maksud gue seneng aja kalo lo berantem tuh lo istigfar, nambah pahala lo ya ga? Lo kan kebanyakan dosa."

Raina cemberut. "NAAAA, yaAllah tolong hambaMu ini. Iya deh kayanya gue emang kebanyakan dosa sekelas sama dua curut nyebelin itu,"

"Atau gue durhaka kali ya sama emak bapak gue? Jadinya gue dikutuk, sedih banget sih gue." Raina menangkup mukanya dengan kedua tangannya

Naraya terbahak. "Kasian gue sama lo. Udah jomblo, eh hidup sial banget."

Raina menatap Naraya sinis. "Na ih kalo ngomong suka bener," Raina lantas tertawa

"Biarin gue jomblo, gue mau cari cowo aja nanti pas libur akhir tahun. Gue mau ke Amerika." Raina menjulurkan lidahnya ke Naraya.

"SERIUS LO RA?! Gue ikut dong!! Asik banget dapet bule."

"Sorry ya gue berangkat sendiri ke Amerika dan dapet bule sendiri, lo gausah."

"Siapa yang dapet bule? Jelas jelas gue yang ganteng gini udah ada." Tiba-tiba Bryan udah duduk di bangku depan Raina

"Apaan si lo!? Pantat dugong lebih enak diliat daripada muka lo." Jawab Raina ketus.

"Ih jahat banget sih kamu sama aku Ra."

Tuh kan modus lagi kan jijik.

"Apaan si, jauh-jauh sana!" Bryan cemberut dan malah dapat tatapan tajam dari Raina. "Mana pulpen gue? Balikin! Sekalian yang dipake Rafa."

"Ga ah pulpen lo mau gue simpen aja. Kenang-kenangan, lumayan gue punya barang kepunyaan yayang Raina." Raina melongo. Kenapa sih yang katanya cogan ini malah sangat menjijikan???

Dan seketika kelas ramai akibat menyadari perkataan Bryan ke Raina tadi. Terdengar perkataan seperti "Cieee" "Mau dong dipanggil yayang"

"Apaan si woy!!? Diem napa!" Teriak Raina emosi. Bryan emang menyebalkan selalu saja memancing emosi Raina.

"Ih galak banget sih kamu yang." kata Bryan dengan seringaian.

"Yang yang pala lu peyang!?" Raina menatap Bryan tajam. "Sumpah ya lo gaada pantes pantesnya dibilang cogan sama satu sekolah, najis tau ga, alay lo." cibir Raina dan satu kelas malah tertawa.

"Istigfar aja Ra, nambah pahala." kata Naraya sambil menahan tawa.

"Astagfirullah, astagfirullah, yaAllah singkirin setan didepan hamba yaAllah." Raina mengadahkan kedua tangannya tanda berdoa.

"Eh gue setan ganteng lebih tepatnya."

"Bodo amat!! Pergi lo Yan!"

"Yaudah deh abang Bryan pergi aja. Merasa gagal jadi cogan di tolak mulu sama Raina."

"Bodo amat Yan, bodooooo!" Raina makin sebal, ah hidupnya kacau.

Bryan pun kembali ke bangkunya yang berada di sebelah Rafa, tepat di sebrang tempat duduk yang ia duduki tadi. Raina terys menatap Bryan, jaga-jaga kalau dia ga beneran balik ke kursinya.

Tapi saat tatapannya mengarah ke bangku Rafa, tepat sekali cowo itu sedang menatapnya dengan sebuah senyum tipis.

"Bingung gue Ra sama lo, di modusin Bryan malah sebel, orang lain mah ngefly kali." Naraya memegangi dahinya lagi.

Apasih maksudnya? Ngapain lagi senyum-senyum, natap gue terang terangan lagi, aneh ih.

"Hah apa Na?" Raina yang telat sadar kalau orang disebelahnya ini berbicara.

"Ih kesambet lo. Udah gapapa lanjut nulis aja buru." Raina dan Naraya pun lanjut menulis dengan sejuta tanda tanya di benak Raina.

•••

Bel tanda pulang berbunyi ; hal yang paling Raina tunggu-tunggu sejak tadi. Dengan cepat Raina membereskan barang-barangnya. Tida mau berlama-lama di kelas yang seperti neraka ini.

"Ayo Na buruan." Tinggal menunggu Naraya baru Raina bisa melenggang keluar kelas.

"Yuk." Mereka pun berjalan keluar kelas.

Tetapi ketika melewati meja Rafa dan Bryan, tiba tiba saja langkah Raina terhenti karena Rafa yang secara tiba-tiba menyodorkan pulpen milik Raina.

"Nih, thanks." Raina mengambil pulpennya dan Rafa segera pergi begitu pulpennya sudah diambil Raina.

"Bye Ra, pulpen lo masih gue pinjem ya." Yeu malah si curut ini yang ngomong.

"Bodo amat Yan." Kata Raina saat Bryan dan Rafa sudah keluar kelas.

"Tumben Rafa bilang makasih?" Kata Naraya bingung. "Udah ah ayo balik."

Tadi dia senyum tapi malah dingin lagi walaupun bilang makasih.

Bodo ah gue masih sayang sama kepala gue gamau dibikin pusing.



-----
Di mulmed itu Raina yaa.

[1] Closer ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang