Rafa masuk kedalam sebuah kamar lalu berjalan menuju balkon dimana tujuannya untuk kesini berada.
"Hai," Sapa Rafa dengan senyum mengembang. Tapi perlahan senyum itu pudar di ganti dengan tatapan bingung.
Orang yang disapanya barusan mengerjap lalu menghapus air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipinya.
"Eh Rafa, kamu baru sampe?" Tanyanya dengan senyum semanis mungkin.
Rafa mengangguk sekilas. "Kamu kenapa? Kok nangis?"
Aleya, perempuan yang ditanya malah menunduk lalu air mata itu kembali menetes. Rafa sontak bingung sekaligus panik. Dia hanya bisa merangkul gadis itu. "Kamu kenapa?"
"Raf.. hiks a-aku sakit." Aleya terisak.
Rafa bertambah bingung. Apa maksudnya? Kalau pun Aleya sakit, dia tidak akan sampai menangis seperti ini.
"Sakit? Kamu sakit? Sakit Demam? Kenapa nangis?" Tanya Rafa bertubi tubi sambil mengelus kepala Aleya dengan sayang.
"Bukan.. bukan itu Raf, ini beda." Aleya geleng geleng kepala lalu menatap Rafa sekilas.
"Al, tatap aku," Rafa meraih dagu Aleya lalu menatapnya dalam. "Ceritain. Bilang apapun itu. Kita kan udah sahabatan dari kecil."
Tangis Aleya makin menjadi. "Raf aku hiks aku sakit," Aleya menghela nafas. "Aku sakit kanker darah, Raf."
Seperti ada seribu petir menyambar, Rafa benar benar kehabisan kata kata. Rafa tidak percaya, ini semua seperti mimpi.
Tidak mungkin.
Aleyanya sakit, gadisnya sakit, dan itu bukan sakit yang main main. Itu sakit serius.
"Ga Al, kamu bohong. Kamu jangan ngerjain aku gitu dong." Rafa tertawa sumbang.
"Ngga Raf, aku serius aku ga bohong. Aku takut Raf, aku, aku.." Aleya melebur ke tubuh Rafa tanpa menyelesaikan kalimatnya. Memeluk Rafa dengan erat, menangis di dada bidang Rafa.
"Raf, aku cuma takut aku gabisa bareng kamu lagi, aku takut kemungkinan gaenak itu bakal terjadi."
Rafa melepas pelukan mereka lalu menatap Aleya dengan tatapan lembut tapi sebenarnya penuh dengan kesedihan. "Ngga Al, yakin kamu pasti sembuh. Harus sembuh, demi aku, demi kita, okay? Aku yakin kamu kuat, kamu bisa." Rafa tersenyum manis.
Aleya tersenyum. "Gitu ya Raf? Iyaa aku mau sembuh."
"Janji?"
Aleya tersenyum lebar. "Janji."
Rafa balas tersenyum lalu mengacak ngacak rambut Aleya dan mencium kening Aleya.
"Kamu udah ada rencana kemo?" Tanya Rafa.
Aleya menggeleng lemah. "Belum. Kemo butuh biaya banyak bukan? Sedangkan gaji papa pas pasan."
"Kan ada aku, aku bakal bantu. Aku bakal bilang ke mama sama papa aku." Rafa tersenyum manis.
"Ga. Gaperlu Raf, gausah."
"Gausah gimana? Kamu mau sembuh kan? Yaudah."
Aleya tertunduk. "Tuh kan, aku ngerepotin keluarga kamu terus."
"Ngga Al... gausah ngomong gitu. Hari ini aku bakal bilang ke mereka."
•••

KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Closer ✔️
Teen Fiction[COMPLETED] Bagaimana jika kamu benci terhadap satu cowo yang dingin dan menurut kamu sangat menyebalkan, tapi ternyata hanya kamu yang bisa melelehkan es di dirinya? Dari benci kemudian berteman dan mungkin jatuh cinta? Ini cerita tentang Raina dan...