26. Past (2)

71.2K 3.6K 11
                                    

Hari berganti hari minggu berganti minggu. Setiap harinya bertambah buruk bagi Rafa. Rumah bukan lagi rumah untuk Rafa. Rumahnya bagaikan neraka. Semuanya begitu menyiksa.

Keadaan Aleya semakin memburuk. Kemungkinan itu bertambah kecil setiap waktunya. Bahkan Aleya sudah lemas untuk berjalan. Alhasil dia duduk di kursi roda, ditambah rambutnya yang kian menipis.

Keadaan papa? Keadaan mama? Papa Rafa semakin jarang pulang, bahkan dia sampai pulang dalam keadaan mabuk. Lalu, barang barang banyak yang pecah. Papa Rafa jadi sering bermain tangan yang mengakibatkan Anna mendapat beberapa luka lebam. 

Rafa tidak mengharapkan ini semua terjadi. Tidak ada yang mengharapkan ini terjadi. Di tambah semua datang dalam waktu yang singkat dan secara bersamaan.

Rafa menghempaskan tubuhnya ke kursi yang ada di lapangan. Matanya menelusuri setiap jengkal sekolahnya dari kursi ini. Rafa baru ingat, kemana pun dia mencari Aleya di sekolah ini, dia tidak akan menemukannya.

Karena Aleya memang sudah tidak sekolah. Itu membawa pengaruh banyak ke diri Rafa. Walaupun Rafa di kelilingi banyak teman, tapi tetap saja, dunianya terasa kosong bila tidak ada Aleya.

"Galau banget bro," Rafa menoleh ke kiri keasal suara lalu memejamkan mata dan menghembuskan nafas frustasi.

"Banyak pikiran lama lama bikin gila, ego." Kata Bryan lagi.

"Bacot elah gue lagi kacau gausah ngelawak." omel Rafa.

"Siapa yang ngelawak anjir. Gila lo galau gausah segininya banget napa ampe jadi oon," Bryan geleng geleng kepala. "Gue tuh bicara kenyataan."

"Bodo amat."

"Najis. Kepikiran apalagi sih lo? Ohh gue tau, lo kangen Aleya yaa?" Goda Bryan dan sialnya benar.

"Tai lo kalo ngomong bener mulu."

"Terimakasih atas pujiannya walaupun depannya rada gaenak. Tapi itu gamasalah," Bryan tersenyum bangga membuat Rafa mendengus geli. "Emang keadaan dia gimana?"

"Dia gakuat buat jalan, rambutnya mulai rontok, dan dia udah pake kursi roda." Rafa sedikit menunduk.

"YaAllah, gue jadi sedih sendiri."

Satu jitakan mendarat dengan mulus di kening Bryan dan membuatnya meringis.

"Gue juga sedih bego mana sendiri si." Cibir Rafa.

"Gausah pake jitak, setan! Sakit jir." Bryan mengelus bekas jitakan itu sementara Rafa terbahak melihat reaksi Bryan.

"Gausah ketawa lo kambing," Bryan berdiri dari duduknya. "Mau ikut ga lo?"

"Ke?"

"Jonggol," jawab Bryan asal. "Ya ngga lah, ayo main basket."

Rafa pun langsung berdiri dan berjalan mendahului Bryan menuju lapangan basket.

"Lah gue yang ngajak napa lo yang ninggalin gue?!"

•••

Bryan dan Rafa—tanpa Geo karena Geo masih menikmati liburan di luar negri sepulang sekolah bermain di rumah Bryan.

[1] Closer ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang