"Woy kebo! Bangun! Lo yang ngajakin jogging lo yang kebo. Kebiasaan," Raina geleng-geleng kepala kemudian kembali menggoyangkan tubuh abangnya.
Remon menggeliat. "Apasih berisik lo."
"Katanya lo mau jogging!? Duh suka bingung gue sama lo," Raina memutar bola mata malas dan kali ini ia menarik selimut Remon. "Ayo bang, gue udah semangat nih!"
Remon akhirnya membuka mata kemudian duduk perlahan. "Ambilin arm sling gue."
Raina pun meraih arm sling abangnya yang tergeletak di meja belajarnya. "Lo tidur ga pake ini?"
"Ga. Gaenak," ujar Remon sembari memakai arm slingnya kemudian ia bangkit dan menuju kamar mandi. "Udah lo tunggu di bawah gue mau siap-siap dulu."
Raina hanya mengangguk kemudian berjalan keluar dan turun ke lantai bawah.
•••
Sepertinya niat jogging itu hanya sebuah wacana belaka. Pasalnya, bukannya jogging, Remon dan Raina hanya berjalan biasa sambil mengobrol ringan, sesekali juga bercanda ria.
"Kita emang aneh ya dek." Remon mendengus geli.
"Ga sih, lo aja." Raina tersenyum.
Remon mendelik. "Untung lo adek gue."
"Kenapa emang?"
"Udah ngerencanain jogging, udah pake sepatu segala macem, ujung-ujungnya cuma jalan kek gini." Remon lantas terkekeh.
"Iyaya, baru sadar gue." Raina tersenyum geli.
Remon seketika menghentikan langkahnya membuat Raina spontan berhenti juga.
"Apaan sih bang. Berhenti tiba-tiba kaya liat setan aja." Raina mencibir.
"Itu... siapa tuh namanya,"
"Siapa? Mana?" Tanya Raina sembari menatap sekitar.
"Itu Rafa bukan?" Remon menunjuk dengan dagunya ke arah depan mereka.
Raina mengernyit. Rafa? Mana? Raina tidak menemukan sosok Rafa. "Apaan si ngingo ya lo? udah mending cari sarapan aja gue laper."
Raina ingin melangkah tapi tangannya di tahan oleh Remon. "Eh sumpah gue ga ngingo. Gue tau itu dia pake baju item tapi sama cewe."
Raina berdecak. "Udah deh lo ngingo. Buruan!" Raina pun mengambil langkah duluan.
Walaupun begitu, ia sadar jantungnya berdegup melebihi ritme yang seharusnya. Tapi Raina tetap pada pilihannya jika Remon ngingo dan dia salah liat.
•••
Raina dan Remon akhirnya memilih untuk makan bubur ayam. Mereka sudah duduk dengan manis dan tinggal menunggu pesanan mereka datang.
"Kayanya minum latte enak," ujar Raina tiba-tiba. "Bang, gue mau beli minum ke cafe yang disitu sebentar ya."
"Ngapain? Udah minum disini aja. Nanti kalo keburu dateng buburnya gimana?"
"Nanti lo telfon aja. Gue cepet kok janji. Bye." Raina pun bangkit dan kini ia sudah melangkahkan kakinya menuju sebuah cafe kecil yang kebetulan berada tidak jauh dari tukang bubur ayam.
Raina masuk ke dalam cafe itu dan langsung memesan. Setelah menunggu beberapa menit akhirnya pesanannya jadi.
"Makasih." Ujar Raina sembari tersenyum dan ia pun meraih minumannya lalu setelahnya ia berjalan keluar sembari fokus pada ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Closer ✔️
Teen Fiction[COMPLETED] Bagaimana jika kamu benci terhadap satu cowo yang dingin dan menurut kamu sangat menyebalkan, tapi ternyata hanya kamu yang bisa melelehkan es di dirinya? Dari benci kemudian berteman dan mungkin jatuh cinta? Ini cerita tentang Raina dan...