Mata itu kembali tertuju pada kursi kosong yang terletak tidak jauh dari tempatnya melihat. Bel masuk sudah berbunyi dari lima belas menit yang lalu tapi sang pemilik kursi itu belum juga datang. Padahal teman sebangkunya sudah ada sedari tadi.
Kegelisahan Raina semakin menjadi. Apa Rafa tidak masuk karena sakit? Atau justru sengaja menghindari Raina?
Berbagai pikiran berkeliaran di benaknya. Mulai dari pikiran positif hingga negatif memenuhi pikirannya. Lalu jika Rafa sakit apa mungkin? Sedangkan nanti sore final pertandingan basket akan dimulai untuk mempertaruhkan posisi juara pertama.
"Masuk duluan," suara grasak grusuk terdengar di luar kelas. Semua mata langsung tertuju pada pintu kelas kecuali sang guru yang masih fokus pada papan tulis.
Tak lama pintu kelas di ketuk. Raina harap harap cemas, sebab suara yang ia dengar barusan sangat mirip dengan suara orang yang sejak kemarin ia tunggu-tunggu kabarnya.
Lalu pintu kelas terbuka. Masuk lah seorang pria tinggi dengan wajah datar juga dingin sebagaimana kebiasaannya. Pembawaannya seolah santai padahal ia tau sudah telat untuk masuk kelas.
"Bagus ya baru datang," Guru di depan menatapnya tajam. Sementara ia hanya menatap datar lalu tanpa bersalah berjalan pergi menuju tempat duduknya.
Mata Raina juga lelaki itu sempat bertemu namun sepersekian detik kemudian cowo itu membuang muka dan memilih duduk di tempatnya.
"Suruh siapa kamu duduk?" Guru di depan kembali bersuara. Perhatian Raina kini teralihkan pada guru yang berdiri di depan kelas dengan wajah yang memandang kesal pada muridnya yang baru datang tadi.
"Maaf bu, dia telat karena saya." tiba tiba masuk seorang perempuan memakai seragam yang sama seperti Raina yang bahkan Raina belum pernah lihat orang itu sebelumnya.
Dia siapa?
"Oh pasti kamu anak baru itu ya? Sini perkenalkan nama kamu."
Perempuan tadi tersenyum ramah lalu melangkah menuju tengah tengah kelas. "Halo nama gue Adeeva Luna, panggil gue Deeva or Luna up to—"
"Deeva?" Bryan menceletuk kaget. Membuat seisi kelas menoleh ke arahnya. "Ettt jangan liatin gue gitu kek, sorry. Lanjut."
Yang bernama Deeva tadi tersenyum lebar. "Hai Bry, nice to see you again."
Bryan mengernyit. "Lo beneran Deeva? Deeva SMP?!"
Deeva mengangguk. "Yap, its me."
"Wow, you canged girl." Bryan nampak terpukau sementara mata Raina terfokus pada seseorang di samping Bryan yang fokus pada ponselnya, tidak tertarik dengan sesuatu yang tengah terjadi di dalam kelasnya.
"Ya mungkin itu aja kali ya, ada pertanyaan?" Deeva masih tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapih itu.
Mendadak kelas menjadi gaduh. Kebanyakan karena para kaum adam di kelasnya yang nampak tertarik dengan penampilan Deeva.
"Gue manggil lo Dee, boleh?"
"Lo pindahan dari surga ya?"
"Makanan lo sehari hari apasi? Mulus banget etdah."
"Mau jadi pacar gue ga?"
Raina memutar bola mata malas mendengar serentet pertanyaan yang keluar dari bibir para cowo yang ada di kelasnya.
Menjijikan.
Deeva terkekeh. "Pertama, apa aja terserah kalian mau manggil gue siapa. Kedua, gue pindahan dari Aussie. Ketiga, gue makan nasi bukan rumput kok. Keempat, gausah di jawab deh ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Closer ✔️
Novela Juvenil[COMPLETED] Bagaimana jika kamu benci terhadap satu cowo yang dingin dan menurut kamu sangat menyebalkan, tapi ternyata hanya kamu yang bisa melelehkan es di dirinya? Dari benci kemudian berteman dan mungkin jatuh cinta? Ini cerita tentang Raina dan...