Siang itu, seperti biasa, Nayla menunggu Andre di lorong. Badannya bersandar lemah pada tembok yang membatasi lorong demi lorong. Kepalanya terasa berputar.
"Nay?" sapa Andre agak ragu. Nay mendongakkan kepalanya untuk melihat Andre. Mata Andre langsung tertuju pada mata cekung Nay.
"Lo ga apa-apa?" kata Andre pelan. Nayla menggeleng pelan. Lalu berajak bangun dari tempat duduknya.
"Kalo gue kenapa-kenapa, bukan urusan lo juga," kata Nayla. Andre mengeluh dalam hati, Nih cewek mau kelihatan sakit, sehat, seneng, sedih, ya...juteknya sama gw ga pernah berubah.
"Ya urusan gue dong. Soalnya saat ini gue yang lagi sama lo," kata Andre. Nayla memutar matanya kesal.
"Ga kenal teknologi yang namanya handphone ya?" tanya Nayla dengan nada menyindir.
"Kalo orang udah sakit, mana bisa sempet ngelihat nomor di handphone? Yang ada, tulisannya muter-muter ga jelas," kata Andre.
"Mau latihan di mana? Gue ga punya banyak waktu." Nay memilih untuk mengabaikan nasihat Andre.
"Ya, waktu lo emang harusnya buat istirahat, supaya ga sakit" kata Andre.
"Gue ga kenapa-kenapa," kata Nay semakin tegas. "Lo ga ngerti bahasa Indonesia ya?" Andre jadi terpancing emosi. Dia yang maksudnya baik malah ditanggapi dengan tidak baik.
"Tapi loe sakit kan?" kata Andre. "Muka lo pucet, mata lo cekung. Gue ga akan mulai kalo lo ga ngaku kalo lo sebenernya lagi ga enak badan."
"Denger ya, Ndre! Gue nurutin lo cuma satu hal. Yaitu main biola. Karena lo guru pengganti les biola gue dan gue punya kepentingan dengan belajar biola," kata Nayla. Nampak Andre akan membuka suara lagi. Tapi Nayla langsung melanjutkan kata-katanya. "Di luar itu, gue ga akan berusaha untuk ngikuti kata-kata lo. Paham?" Andre diam mendengar kata-kata Nayla. Dia berusaha meredam emosinya. Nayla juga menurunkan nada suaranya kali ini. "Kita mau latihan di mana?" Andre menghela napas.
"Harusnya di tempat biasa bisa," kata Andre akhirnya. "Yuk!" Andre berjalan mendahului Nayla dan Nayla mengekor di belakangnya sambil menggendong tasnya.
Selesai latihan, Nayla langsung membereskan barang-barangnya dan segera ingin meninggalkan ruangan itu karena kepalanya semakin pusing. Tapi Andre menahan Nayla.
"Nay, tunggu!" kata Andre.
"Apa lagi?" tanya Nayla.
"Ini ada lagu baru," kata Andre. "Gue kemarin pas beres-beres nemu ini di studio. Gue pikir lo bakalan suka maininnya. Lagunya bagus kok. Nih!" Andre mengulurkan kertas itu kepada Nayla. Nayla menerimanya dan memasukkan kertas itu ke dalam tasnya.
"Thanks," kata Nayla. "Gw duluan."
"Nay, lo yakin bisa pulang sendiri? Lo kelihatannya beneran sakit," kata Andre cemas. Nayla yang sudah memegang gagang pintu tidak menjawab pertanyaan Andre.
"Berhenti ngurusin urusan gue," kata Nayla tanpa menoleh.
"Gue bisa anter lo balik kalo emang lo ga bisa pulang sendiri," kata Andre.
"Gue duluan," kata Nay. Dia lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan itu.
Sekeluarnya Nay, Andre langsung meraih handphone-nya dan mencari nama Felix.
"Lix, lo di mana?" tanya Andre.
"Lagi makan siang," kata Felix. "Lo udah selesai latihan biolanya? Nyusul ke sini aja. Ajak Nay sekalian."
"Kayaknya lo yang mesti ke sini deh. Ada Sisqa bareng lo kan?" kata Andre.
"Iya, Sisqa bareng gue. Kenapa sih emangnya?" tanya Felix penasaran karena mendengar ada nada kepanikan di dalam suara Andre.
![](https://img.wattpad.com/cover/81539563-288-k407679.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Musikalisasi Rasa (SUDAH TERBIT)
Teen FictionHighest Rank #586 Teen Fiction (2 Okt 2016) #76 in General Fiction (13 Sep 2016) *Judul lama: Revenge: a Triangle Story* Nayla benci bermain musik karena Mika. Dia malah harus menahan diri untuk tidak menunjukkan kepiawaiannya bermain piano klasik k...