Malam itu, setelah semua barang-barangnya sudah siap di dalam tas ranselnya, Nayla membaringkan dirinya di atas kasur.
Hoah, enak banget nih kasurnya. Pinggang gue pegel banget deh. Padahal cuma packing doang, batin Nayla.
Nayla lalu menatap salah satu sudut di kamarnya yang dia jadikan sumber ambisinya belajar biola. Sudah cukup lama sudut itu terlewatkan olehnya. Foto seorang cowok. Mika. Nayla memicingkan mata supaya dia bisa lebih jelas melihat foto itu. Dia masih ingat bagaimana foto itu bisa ada di tangannya. Foto itu harus diambil paksa oleh Nayla, tanpa sepengetahuan yang punya. Nayla menatap foto itu dengan sendu. Lalu dia memejamkan matanya. Berusaha menepis semua kenangan yang pernah dijalaninya bersama Mika.
Kenapa sih, Ka, ada waktu-waktu kayak gini dalam hidup gue? Kadang gue kangen banget sama lo, kadang gue kesel banget sama lo dan mau membuktikan bahwa penilaian lo selama ini ke gue tuh salah. Hidup gue makin ga enak untuk dilalui. Gue semakin ga percaya sama keajaiban dunia yang diciptakan buat gue. Semuanya karena lo, karena lo cuma menawarkan dan memberikan kesemuan untuk gue. Lo terlalu menilai tinggi diri lo sendiri. Kenapa lo ga terima gue aja dalam hidup lo, dan mengakui kalo sebenernya gue memegang peranan penting dalam hidup lo? Gue ga mungkin salah menilai semua perlakuan yang lo lakukan ke gue. Mustahil rasanya, kalo lo sebenernya ga merasakan apa yang gue rasakan.
Tanpa sadar, Nay memeluk boneka pinguinnya dengan perasaan haru. Matanya panas dan perlahan-lahan air mata bergulir di pipinya.
Kenapa jadi masalah penting banget buat lo, kalo gue bisa main musik atau enggak? Kalo suatu hari sesuatu terjadi sama gue dan gue ga bisa main musik lagi, lantas lo akan tinggalin gue? Mengertilah alasan gue kenapa gue ga mau lo tau gue sebenernya bisa main musik. Bahkan Fur Elise yang jadi ringtone gue pun, itu gw rekam sendiri. Andai lo tau, Mika... Gue belajar biola pun karena lo. Gue mau menunjukkan suatu hari nanti, kalo lo salah besar, salah besar sudah memperlakukan gue seperti ini. Hanya menilai gue dari kemampuan musik seseorang. You'll get what you want from me, Mika, tapi hanya itu. Gue ga bisa lagi menyayangi lo seperti gue pernah rasakan.
Dan karena lo juga, gue belum bisa membuka diri untuk orang lain yang mungkin sayang banget sama gue, tambah Nayla dalam hati. Lalu di pikirannya melintas sosok Andre.
Ah..bukan loe! hardiknya pada bayangan Andre di pikirannya.
Bukannya Nayla tidak tahu maksud Andre bersikap ramah kepadanya. Perhatian yang agak lebih yang diberikan oleh Andre mengirimkan sinyal yang dimengerti baik oleh Nayla. Hanya saja Nayla tidak ingin menanggapi sinyal itu secara berlebihan. Lagipula hatinya begitu rapuh. Dia harus berhati-hati memberikan kesempatan lagi. Apalagi, Andre sudah mengetahui informasi langka yang selama ini dia sembunyikan dari Mika.
Cowok pemusik itu pasti pikirannya ga beda-beda jauhlah. Dia pasti tertarik karena gue belajar biola dan karena gue bisa main piano. Shit! Terus aja gue berurusan sama model begitu. Cuma bisa makan hati dan membuka luka lama.
***
Another short part nih.
Ga ada salahnya membuka sedikit tentang Mika lagi ya. Karena setelah ini, cerita ini fokus ke Nayla dan Andre dulu. Tenang aja, Mika akan muncul lagi kok (spoiler banget)
Dipantengin terus aja updatenya ya.
Just for information, di file aslinya juga belum sampai Mika nonggol lagi. Jadi speed update bakalan kayak mobil kebut-kebutan di jalan (apa sih...)
Makasih
-astrid-
![](https://img.wattpad.com/cover/81539563-288-k407679.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Musikalisasi Rasa (SUDAH TERBIT)
Novela JuvenilHighest Rank #586 Teen Fiction (2 Okt 2016) #76 in General Fiction (13 Sep 2016) *Judul lama: Revenge: a Triangle Story* Nayla benci bermain musik karena Mika. Dia malah harus menahan diri untuk tidak menunjukkan kepiawaiannya bermain piano klasik k...