Part 23 - On the Stage

517 68 67
                                    

Nayla meremas pelan kertas yang ada di tangannya. Jantungnya berdegup dengan kencang. Sesekali dia melihat ke arah Andre yang sedang duduk di sebelahnya. Andre tampak tenang dan menikmati penampilan dari rekan seangkatannya yang sedang tampil di atas panggung. Setelah ini dia yang akan tampil.

Ya iyalah, dia mah udah bisa kayak gini. Tampil sana sini. Lah gue, yang paling rame nontonin gue main aja waktu liburan di vila Ari. Nayla kebat-kebit dalam hati. Dia melihat lembar yang ada di tangannya lagi.

Nayla sudah mempersiapkan penampilannya sebaik mungkin. Setiap hari, Andre selalu datang ke rumahnya untuk latihan bersama, setelah itu disambung Andre membantu atau menemaninya membuat tugas. Nayla tau dia sudah menguasai lagu tersebut. Malah dia yakin dia tidak perlu melihat music sheet itu saat memainkan lagunya. Latihan dua hari terakhir terdengar sangat sempurna di telinga Nayla. Tetapi tetap saja dia ragu, akankah dia tetap bisa memberikan yang terbaik ketika ada puluhan pasang mata yang fokus ke permainannya nanti.

"Jangan gugup, Nay." Terdengar suara Andre menenangkannya. Nayla menoleh dan dia melihat Andre tersenyum padanya. "Lo hanya mengiringi gue. Menyempurnakan gue. Lo fokus ke gue aja. Oke?" Nayla mengangguk pelan.

Ini memang bukan panggung gue. Ini panggungnya Andre, momennya Andre.

"Gue cuma perlu main piano 'kan?" tanya Nayla, retoris. Andre mencondongkan badannya untuk lebih mendekatkan dirinya kepada Nayla.

"Iya, Nay. Lo cuma perlu main piano, seperti yang lo biasanya lakukan. Bermainlah untuk diri lo sendiri. Ga usah pikirin gue bakalan lulus matkul ini apa enggak. I got that under control. Oke?" kata Andre panjang lebar. Nayla hanya mengangguk-angguk saja. Andre tau Nayla masih gelisah. Rasa gelisahnya tidak akan hilang sampai dia benar-benar di atas panggung nanti.

Andre mengulurkan tangan untuk membelai puncak kepala Nayla, lalu dia menarik Nayla mendekat dan mencium keningnya. Wajah Nayla memerah. Dia berusaha menghindari tatapan beberapa pasang mata yang mengamati mereka.

"Biar lo punya alasan lain untuk deg-degan, Nay!" ujar Andre sambil tersenyum jahil. Nayla hanya memasang wajah cemberutnya.

"Andre Valentino dan partner!" Terdengar suara memanggil mereka. Andre berdiri, diikuti oleh Nayla.

Andre menghadap Nayla dan tersenyum lembut padanya, lalu berkata, "Wish me good luck, Nay!" Nayla menelan ludahnya. Sangat gugup. Tenggorokannya kering.

"Good luck, Dre. I won't fail you," kata Nayla. Andre tertawa pelan.

"I know you won't. Enjoy the stage and have fun, Nay!" kata Andre. Mendengar itu, rasa percaya diri Nayla tiba-tiba meningkat. Dia tersenyum pada Andre.

Andre berjalan mendahului Nayla dan berdiri di sebelah piano yang akan dimainkan oleh Nayla. Nayla sendiri berjalan ke arah piano dan menaruh music sheet-nya di piano tersebut. Sebelum duduk, Nayla membungkukkan badannya sedikit untuk memberi hormat pada dosen yang menilai.

Andre memberi aba-aba kepada Nayla untuk sama-sama memulai lagu yang sudah mereka latih selama seminggu penuh tersebut. Alunan nadanya terdengar begitu sempurna dari sejak awal kedua alat musik itu memperdengarkan suaranya. Permainan selama tiga menit itu sukses memanjakan telinga siapapun yang mendengarnya. Hal itu bisa dinilai dari riuhnya tepuk tangan yang mereka dapatkan ketika mereka selesai bermain dan membungkukkan badan dengan rasa lega yang amat sangat.

Andre dan Nayla turun panggung.

"Gila lo, Nay! Piano lo jago kayak gitu, ngapain masih les biola sama gue? Belajar ortodidak juga lo bakalan bisa," kata Mella dengan sorot mata kekaguman. Dia tidak menyangka bahwa Nayla yang selama ini berguru biola padanya ternyata adalah pemain piano yang handal. Nayla cuma cengar-cengir salah tingkah. Namun, dia menyadari bahwa ada rasa bangga di hatinya mendengar pujian itu.

"Tekniknya beda kan, piano dan biola?" tanya Nayla.

"Iya sih. Cara memainkan alat musiknya aja yang beda," kata Mella.

"Biar beda, tapi kalo digabungkan jadinya bagus banget 'kan?" kata Andre sambil merangkul pundak Nayla. Mella mengangguk dengan semangat. "Kayak gue sama Nayla. Kita beda. Tapi jadinya 'it' couple banget 'kan?" Kini Mella menatap Andre dengan pandangan jijik.

"Sumpah, Dre! Lo perlu belajar untuk sedikit ga garing kayak gitu," balas Mella. Nayla hanya tertawa saja mendengar Mella dan Andre. "Udah ah, gue mau siap-siap dulu. Dua orang lagi, giliran gue."

"Good luck, Mel!" kata Nayla dan Andre nyaris bersamaan.

"Tuh 'kan, kita kompak banget!" tambah Andre yang langsung dibalas dengan lambaian tangan Mella. Lalu cewek itu mengambil tempat di salah satu kursi tunggu.

Andre dan Nayla berjalan beriringan.

"Makasih ya, Dre!" kata Nayla.

"Hm? Untuk?" balas Andre.

"Buat kesempatan naik panggung," kata Nayla. "Main piano."

"Harusnya gue yang berterima kasih sama lo. Lo bermain sangat baik," kata Andre. Nayla tertawa pelan.

"Seperti yang lo bilang, gue hanya mengiringi dan melengkapi permainan lo," kata Nayla. "Tapi, yah ... gue bangga bisa bersanding sama lo di panggung tadi. Gue bukan anak musik tapi gue merasa gue sepadan sama lo." Andre menatap Nayla lamat-lamat. Kata-kata yang baru saja meluncur dari bibir Nayla terdengar seperti bukan Nayla yang mengatakannya.

"Wow ... gue tersanjung!" kata Andre. "Akhirnya lo bisa bilang juga kalau kemampuan musik gue bagus." Nayla menaikkan alisnya. Memangnya kapan dia pernah merasa kalau kemampuan musik Andre tidak bagus?

"Gue ga pernah merasa kalau kemampuan lo ga bagus, Dre. Kenapa lo bisa merasa gitu?" tanya Nayla.

"Well, lo ga pernah memuji gue," kata Andre. Nayla memutar bola matanya. Lalu dia tertawa sambil memukul pelan lengan Andre.

"Dasar pacar narsis! Kepengennya dipuji terus!" kata Nayla.

"Mending dipuji pacar sendiri dong, biar makin sayang." Andre berhasil membuat wajah Nayla memerah. Andre tertawa melihat wajah Nayla yang bersemu merah. Pacarnya itu selalu saja tersipu malu apabila dia bersikap sedikit romantis dan manis di depannya. Dan itu merupakan salah satu hobi Andre juga sejak dia pacaran dengan Nayla.

"Lo mau makan dulu atau langsung pulang?" tanya Andre setelah tawanya selesai. Nayla belum sempat menjawab, Andre sudah melanjutkan lagi. "Eh, si Kei kan hari ini les ya? Langsung pulang dong." Andre terdengar kecewa.

"Ya udah, nanti lo yang anter Kei les aja," kata Nayla. "Selesai itu, kita makan es krim yang deket rumah. Itu loh yang Kei kepengen banget mampir." Andre terlihat bersemangat kembali.

"Oke deh. Gue juga langsung pulang dan jemput Kei. Mamanya pasti seneng banget dapet anter jemput gratis, bonus es krim lagi hari ini," kata Andre.

"Kalo gitu, sampai ketemu nanti sore ya, Dre. Mobil gue parkir di sana," kata Nayla. Andre mengangguk.

"Drive safe, ya Nay," kata Andre.

"Nanti gue kabari kalo udah di rumah," kata Nayla. Andre tidak pernah meminta laporan semacam itu, tetapi Nayla selalu melakukannya, terutama ketika mereka habis bertemu. Andre mengangguk, lalu melambaikan tangannya pada Nayla. Nayla membalasnya sambil tersenyum.

Nayla menatap punggung Andre yang berjalan menjauh, sambil berjalan mundur. Begitu Andre menghilang di ujung jalan, Nayla baru membalikkan badan dan berjalan menuju mobilnya yang sudah tidak jauh lagi.

"Nayla."

Sebuah suara menyapanya. Suara yang sudah lama absen dari hidup Nayla. Nayla tau dia tidak mungkin salah mengenali suaranya, begitu juga panggilan namanya. Hanya ada satu orang yang seperti itu.

Nayla menoleh ke asal suara itu. Napasnya tercekat.

"M-mika?"

***

Halo

Sudah saatnya kita bermain-main di dunia rasa Nayla dengan hadirnya Mika kembali ke hadapan Nayla.

CLBK?

Trus Andre gimana?

Silahkan menunggu part berikutnya kalo penasaran. Karena saya pun penasaran next-nya akan seperti apa. Belum dapat pangsit lagi.

-astrid-

Musikalisasi Rasa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang