S1. Part 1: Attention Finder

12.8K 416 12
                                    




"Ingin ku beri satu rahasia lagi tentang hubungan kita?"

Alisku mengerut, mencoba mendengarkan omong kosong apa lagi yang ia coba katakan.

"Kita baru saja bertunangan, dan sebentar lagi kita akan menikah!"

"Bullshit!! AKU TAK MUNGKIN MAU MENIKAH DENGAN BAJINGAN SEPERTIMU!!"

"Kenapa kau marah sekali sayang? Kau sakit hati karena akan menjadi istriku?"

Mataku tak berkedip. Apa yang salah? Bagaimana ini semua bisa terjadi?


Awal semua mimpi burukku....

"Baik Nana...."

Setelah mendengar panggilan dari sekretarisku, aku langsung berdiri dari kursi putar, menyisakan suara 'krek'krek' dari kursi yang baru saja ku beli dua minggu lalu. Bukan karena kualitasnya yang jelek, tetapi karena tingkahku yang kurang tenang plus berat badanku yang...

Sebagai direktur perempuan muda yang tengah berjaya, aku tak ingin membahasnya.

Berbeda (sekali) dengan sekretarisku, ia benar-benar wanita idaman di sini. Tubuhnya yang super langsing, tinggi, ukuran dada dan pantat yang benar-benar membuat setiap laki-laki muda, dewasa, maupun tua, mengelu-elukannya. Mengorbankan apapun demi mendapatkannya sekretaris pribadiku itu. Entah mereka benar-benar menginginkan hatinya, atau hanya tubuhnya. Yang jelas ia benar-benar seorang idaman di tempat ini.

Iya... aku sering melihat adegan itu. Terkadang aku berpikir bahwa Nana yang sangat centil, tapi setelah ku pikir-pikir, ia diam pun akan menjadi dambaan banyak orang.

Mungkin ini adalah salah satu keberuntunganku. Aku memang tak secantik Nana, tapi aku berhasil membuat simpatik banyak orang atas kerja kerasku selama ini. Memiliki penampilan menarik pada bidang pekerjaan ini sangatlah penting. Bila kau tak memiliki penampilan sebaik Nana, setidaknya kau harus super berbakat.

Aku berterimakasih pada William Ken, ia yang membuat semuanya menjadi mungkin untukku.

Setelah melewati beberapa lantai marmer putih bercorak elegan dengan penerangan lorong yang di desain ala laboratorium, akhirnya aku masuk di sebuah ruang interview yang dikelilingi tembok kaca. Sesi terakhir seleksi calon pegawai baru yang akan di lewati oleh calon pekerja ZG Corporation.

Semenjak sebulan terakhir, ZG membuka lowongan besar-besaran di seluruh pelosok Indonesia. Tak heran, ZG Corp memiliki banyak seali anak perusahaan, salah satunya ialah perusahaan elektronik peringkat pertama di negeri ini dan nomor tiga seluruh Asia. Sekali lagi, aku benar-benar berterima kasih pada sang pendiri, William Ken. Kerja kerasnya benar-benar berhasil dengan sempurna.

Aku menyapa beberapa ketua divisi lain yang telah berada di ruangan ini sebelumnya, kemudian duduk di tengah-tengah mereka.

"Selamat pagi Bu..." sapa mereka.

Aku balik menyapa, "Selamat Pagi..."

Sebelum beranjak lebih jauh, aku ingin meluruskan satu hal. Di perusahaan ini, Nana selalu di panggil Nona atau namanya langsung, sementara aku di panggil Ibu oleh SEMUA ORANG. Nana berumur 27 tahun, sementara aku baru 23 tahun. Aku tau, wajahku terlalu tua untuk umur segini. Apalagi ukuran tubuhku yang super besar dimana banyak orang yang menganggapku sudah menikah dan punya anak.

Awalnya aku merasa sakit hati, tapi lama kelamaan aku semakin terbiasa. Kecantikan dan umur bukanlah yang ku cari-cari. Meski kadang itu yang ku rindukan.


***

Dua jam telah berlalu di ruang interview yang cukup menegangkan ini. Di depan meja kaca simple dengan kaki kayu terbuka ber-flamir putih mengkilat, aku merasa mulai sedikit bosan. Para ketua Divisi lain telah memutuskan untuk mempekerjakan beberapa pegawai yang cocok menempati posisi terbuka yang sedang dibutuhkan. Kini hanya tinggal di divisi utama saja, tepat di divisiku. Sebenarnya, dari seluruh pelamar-pelamar itu, tak ada satupun yang menarik perhatianku. Mereka terlalu... di bawah standar sebagai pegawai utama. Seleksi di Divisi utamapun jauh lebih ketat dibanding seleksi pegawai-pegawai lain.

Jam dinding terus berdetak, menunggu sang pelamar selanjutnya masuk ke dalam ruangan mendebarkan ini. Aku terkejut bukan main, seorang laki-laki dengan kelakuan rusuh masuk mengagetkan kita semua. Rambut lurus berponi dengan warna abu-abu terang, dihiasi  wajah congak tak tau malu. Ia berjalan sangat percaya diri sambil memberikan Resume-nya.

Tapi hal yang membuatku begitu terkejut bukanlah kelakuannya... aku juga yakin yang membuat para pemberi interview lain terkejut  juga bukan karena kelakuan bar-barnya.

Aku terdiam dan mencoba mengabaikan sikap kurang ajarnya, mencoba menutupi rasa gugupku yang menggebu. Jantungku berdetak tak karuan. Kakiku gemetar dan keringat dingin mengucur dengan cepat di punggung besarku. Aku merasa bahwa rasa sakitku akan kembali menyapaku, rasa sakit karena laki-laki itu...

"Kau... Tuan Vero?"

Vero langsung memotong ucapan Direktur Pemasaran, "Stop... hari ini aku ke sini untuk melamar pekerjaan, jadi interview aku baik-baik."

Sial!! Sombong sekali dia!

Aku tertawa dalam diam, merasa kesal dan jengkel dalam waktu yang bersamaan. Apa ia pikir dengan keberadaannya di sini, duduk dengan tatapan bak seorang Raja Singa, betingkah layaknya penguasa daratan, para Direktur beserta jajaran HRD akan merasa nyaman melakukan tugas mereka? Yang ada mereka akan ketakutan kehilangan pekerjaan mereka bila mereka salah bicara.

Aku tak paham dengan rencana busuknya. Yang aku tau sepulangnya dari Inggris, ia pasti merasa semakin sombong dan semena-mena.

Tapi kau lupa kalau ada aku di sini, Kakak!


***

Malam semakin larut. Siang hari langit begitu cerah, sementara saat malam menyambut, langit tertutup oleh kumpulan awan pekat. Bisa di pastikan, nanti malam akan banyak sekali air yang memenuhi jalan-jalan di depan Apartemen.

Aku berhenti didepan pintu apartemenku, menatapnya sekejap, lalu beralih memandang pintu yang sama yang berada tepat di depan Apartemenku. Hanya nomor pintu sajalah satu-satunya yang menjadi pembeda.

Setelah memantapkan hati, aku menekan bel pintu itu dengan jari gendutku.

Tak ada respon.

Ku ulang hingga beberapa kali hingga aku merasa kesal. Semakin lama aku menekan bel semakin cepat dan cepat karena tak sabar.

Seseorang akhirnya membuka pintu dengan gusar. Ia langsung melihat diriku yang berdiri tegap di depan pintunya. "Apaan sih?! Bersisik sekali di depan rumah orang, kau tak tau adat bagaimana cara membunyikan bel yang baik ya?" sapa si pemilik apartemen dengan kasar.

Aku yang masih kesal mendorong tubuhnya dan membuka pintu lebih lebar. Hanya mendorong laki-laki sebesar itu tak akan membutuhkan banyak tenaga. Tanpa banyak bicara, aku langsung duduk di sofanya, menududukinya hingga benar-benar kempes.

"Aku tak percaya...." serangku dengan nada sarkastik. "Sombong sekali kau menghadiri wawancara hari ini! Kenapa? Kau ingin menunjukkan eksistensimu, menunjukkan semua orang bahwa kau telah pulang, bahwa kau siap mengeksekusi bawahanmu itu?" aku menghembuskan nafasku kesal, "Setelah lama di Inggris, kau berubah semakin tak tau diri!"

Vero hanya berdiri santai, menyandarkan tubuhnya di tembok dekat di mana aku duduk, dan melipat tangannya di depan. "Hmm.... Aku tak percaya asumsimu benar-benar akurat!" Vero menyeringai jahat. Ia berjalan mendekatiku, lalu duduk berseberangan denganku di sofa hitam ini.

"Tapi... kalau kau ingin komplain, kau salah masuk rumah, Nona. Seharusnya kalau kau tak suka rencana Papa, bukannya yang benar itu kau harus datang ke Mansion ya, kenapa kau malah datang kesini?!"

"Apa? Ini rencana Papa?" aku menatapnya tak percaya. "Kau pikir aku akan mempercayai ucapanmu?!"

"Datang saja ke Mansion sekali-sekali, tanyakan langsung sama Papa." Vero berdiri dan mengabaikanku.

"Tapi kenapa Papa tak bilang apa-apa padaku?"

Vero sekali lagi menyeringai jahat, lalu ia menyondongkan tubuhnya ke depan, "Mungkin Papa ingin memberimu surprise kalau Kakakmu yang super tampan ini sudah pulang!"


***

Jangan lupa tinggalkan Vote dan komen kalian mengenai bagian ini!

DELETED SCENESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang