Qwenly melompat-lompat keatas, mencoba meraih buku yang ada tepat di rak buku paling atas. Sudah lima menit ia mencoba meraih buku yang ia incar, tapi ia masih tak bisa menggapainya. Ia menoleh Vero penuh harap, laki-laki muda sehat bertubuh tinggi yang tengah fokus dengan laptopnya. Vero benar-benar mengabaikan Qwenly seutuhnya. Bagaimanapun Qwenly tetap mengharapkan akan ada adegan romantis seperti di film-film. Bukannya itu selalu terjadi agar keromantisan selalu terjaga?
Qwenly mendengus kesal. Setidaknya kalau Vero tak ingin mengambilkan buku itu, ia tak harus meletakkan buku itu di rak paling atas sejak awal. Ia selalu tau kalau buku itu adalah buku milik bersama.
"Vero!" panggil Qwenly menahan rasa kesalnya.
"Hmm..." jawab Vero seadanya
"Ambilkan!"
"Apa..." jawab Vero malas. Matanya masih terpaku pada Laptop di depannya.
"Ihh... lihat aku Vero!!"
Vero tak menghiraukan Qwenly. Tangannya mengetuk keyboard di depannya dengan tempo yang sama seperti sebelumnya. Merasa pandangan Qwenly yang begitu tajam menusuknya, ia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya pasrah sambil melepaskan kacamata andalannya. Ia berdiri perlahan sambil berjalan kearah Qwenly. Ia berhenti tepat di depan Qwenly, membiarkan Qwenly menatap wajahnya dengan lebih dekat.
"Apa Sayang... segitu besarnya kau ingin kuperhatikan?"
"Ih!! Buku!!" rajuk Qwenly. Qwenly menunjuk ke atas sambil menatap Vero yang berdiri dekat sekali dengannya, tepat di depannya. Hanya dengan sedikit gerakan saja wajah mereka akan saling bersentuhan.
Vero meringis, "Kau yakin kau tak sedang mencari perhatianku?" Vero menaikkan tangannya, mengelus wajah Qwenly menggunakan ibu jari seksinya.
Qwenly menurunkan tangan Vero. "Aku serius Vero!"
"Benarkah?" goda Vero.
"Vero... ayo... aku membutuhkannya!" desak Qwenly. Kali ini ia benar-benar merasa semakin kesal.
Vero tersenyum geli. Ia meraih buku tebal yang di maksudkan Qwenly, hanya saja ia masih tak beranjak dari lokasinya berdiri. Ia pun tak membiarkan Qwenly keluar dari kekangan tubuhnya. Sebenarnya, Qwenly sangat menikmati aroma khas Vero yang begitu memabukkan ini. Ia sangat menyukainya. Ia menutup matanya, menghirup sensasi aroma tubuh yang begitu candu itu perlahan.
"Ini!" Vero menyerahkan buku setebal 10 cm itu pada wanita kecil didepannya.
Qwenly membuka matanya cepat dan langsung menatap Vero. Vero terkejut dengan apa yang baru saja Qwenly lakukan. Vero tertawa nakal. "Kau kenapa?"
Qwenly mengalihkan pandangannya sambil menggerutu, "Lain kali jangan di taruh di rak paling atas... aku susah bila mau mengambilnya."
Vero menumpu kedua tangannya pada pinggiran rak, membuat satu pagar pembatas untuk mengurung Qwenly di antara tubuhnya. Qwenly sedikit terkejut dengan sikap Vero yang semakin agresif. Wajahnya perlahan semakin memanas.
"Aku memang sengaja menaruhnya di rak paling atas agar kau meminta bantuanku. Kenapa? Kau tak menyukainya?" Vero tersenyum dengan senyuman iblisnya. "Lagipula, kalau kau memang tak menginginkan bantuanku, kau bisa mengambil kursi, meletakkannya tepat di mana kau berdiri sekarang, lalu naik ke atas kursi. Masalah selesai..."
Qwenly berdehem malu. Ujung-ujung jarinya mulai bergetar. "Minggir, aku mau kekamar. Lusa aku harus ke Bali, mengurusi upacara pengangkatanmu!"
Masih tak mau beranjak dari tempatnya berdiri dengan Qwenly yang semakin berubah seperti udang rebus, Vero menyeringai mendekati wajah Qwenly semakin intens. Qwenly berdehem canggung sekali lagi. Pandangannya berlari-lari kesegala penjuru ruangan di mana ia harus menemukan tempat di mana ia bisa menghindari pandangan Vero yang terasa begitu... menyesakkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/83291919-288-k446722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DELETED SCENES
RomanceAku wanita tak menarik bertubuh gendut, tapi ketika aku terbangun dari tidur panjangku... aku terkejut bukan main. Aku berubah menjadi cantik nan langsing, bahkan kakak angkat laki-laki yang selalu membencikupun, tiba-tiba mengatakan, "Qwenly, seben...