S1. Part 17: Pertemuan di Balik Ikatan Cincin

2.9K 149 0
                                    


Bau aroma terapi memenuhi seluruh ruangan. Tangan-tangan halus dan lembut memijat setiap bagian kaku di atas tubuh. Alunan musik lembut menggerayangi seiap aliran darah dalam tubuh, mengiringi kegiatan apapun di dalam salon kecantikan ini. Menenangan telinga dan seluruh syaraf dalam tubuh.

"Baiklah Qwen... kau membuatku merasa ingin membunuhmu sekarang. Ada apa denganmu sebenarnya?!" ujar Riley yang juga tengah di pijit, tepat di samping Qwenly.

Air mata Qwenly mulai menetes. Perlahan ia mulai mengeluarkan suara tangisan yang malah membuat Riley ingin tertawa. "Huaa... aku-" Qwenly terisak, "...kata Vero aku bertunangan dengannya!" Qwenly kembali mengeluarkan suara tangis berlebihannya.

Riley tak bisa menahan senyuman gelinya. "Oh! Itu cukup mengejutkan..."

Qwenly masih tak berhenti menangis. "Selama empat hari aku benar-benar tak bisa berhenti memikirkannya. Bahkan aku menghindarinya sebisaku. Lembur di kantor, tidur di kantor, tidur di rumah Daniel!"

"Kau juga tidur di rumah Daniel?"

"Iya... mumpung dia sedang berada di luar kota!" Qwenly berpikir sejenak. "Lalu bagaimana Ri... hari ini aku akan bertemu dengan putra keluarga Geraldyn... bagaimana aku harus menjelaskannya. Kenapa juga Papa membiarkanku bertemu dengannya kalau aku sudah bertunangan dengan anaknya! Setidaknya aku harus memutus hubungan pertunanganku dengan Vero dulu baru aku bisa melakukan perjodohan ini!" Qwenly menangis semakin keras, "Kenapa Vero dan aku BODOH SEKALI SIH??"

"Lakukan saja semaumu..."

"Ri... aku berpikir kalau sebenarnya Papa tak menginginkan pertunanganku dengan Vero, sepertinya aku akan menggunakan Papa untuk membantuku memutus hubungan dengan Vero!"

"Jangan!" ucap Riley cepat.

Qwenly mencoba menenangkan tangisannya, "Kenapa?"

"Percayalah padaku, jangan! Kau nanti yang akan mengalami kesulitan. Kalau kau ingin memutus hubungan pertunanganmu dengan Vero, setidaknya tunggu sampai ingatanmu pulih."

"Lalu bagaimana aku akan melakukan kencan buta dengan orang lain kalau saat ini aku bertunangan dengan Vero?" Qwenly masih terisak.

"Sebenarnya, pertunanganmu dengan Vero itu di rahasiakan dari umum, kalian berdua hanya memberitahu beberapa orang saja. Jadi, untuk saat ini, karena kau benar-benar memiliki mulut dan tindakan bodoh, lakukan saja apa yang harus kau lakukan!"

"Riii..." rengek Qwenly.

***

Inilah akhirnya. Duduk di sebuah resto besar dan mewah milik keluarga Geraldyn. Aku tau jadwal pertemuan kami seharusnya masih lima belas menit lagi, tapi aku tak ingin membuat kesan buruk di pertemuan kami. Terlebih kami bertemu di sarang sang Geraldyn.

Mari kita pikirkan Vero setelah semuanya selesai dulu. Akan ku selesaikan setelah ini semua selesai.... Vero hanya masalah kecil, mestinya kalau ia juga berpikir cerdas, ia akan menyetujui pemutusan hubunganku dengannya. Aku harap IQ-nya tak menurun selama 3 tahun terakhir ini.

Aku memandang jauh ke arah langit, menembus jauh keluar jendela. Bau semerbak musim panas di malam hari adalah bau paling menyenangkan sepanjang tahun. Aku tak tau dengan orang lain, tapi aku benar-benar menyukai ini.

Gaun biru pastel dengan resleting dari leher hingga menutup ke bawah gaun menjadi pilihanku. Aku tak pernah memakai gaun seperti ini selama seumur hidupku, setidaknya sepanjang ingatanku. Jadi ini benar-benar pertama kaliku merasa seperti wanita sesungguhnya. Hatiku melompat, penuh dengan kepercayaan diri. Kini kebahagiaanku menjadi wanita langsing telah terpenuhi.

Sehari sebelum pertemuanku hari ini dengan Geraldyn, mereka mengajukan untuk memesan satu hari ini, khusus mengosongkannya dan menjadikan malam ini istimewa. Tapi aku menolak, aku paling merasa tidak nyaman bila harus makan malam dengan orang yang baru kau temui seumur hidupmu dalam keadaan sepi. Terasa sedikit horor.

Setelah lima menit berlalu, seorang lelaki dengan senyuman menawan, senyuman yang membuatmu ingin langsung memeluknya dengan gemas, berjalan ke arahku. Jangan-jangan laki-laki itu?

Ia terus menatapku hingga akhirnya ia duduk bersebarangan denganku di meja yang khusus di peruntukkan untuk dua orang ini. Laki-laki ini bukan main, ia benar-benar terlihat begitu tampan dan sangat menawan. Kulitnya putih dan bibirnya merah. Meski tak seputih Ben, tapi bila di bandingkan dengan Ben, laki-laki ini benar-benar terlihat sangat menarik. Hanya dengan sekali lihat, ia memiliki perawakan yang lembut. Terlebih dari caranya tersenyum.

"Sepertinya aku terlambat di kencan pertama kita!" ia kembali tersenyum.

"Selamat malam...." aku membalas senyumannya, lalu dengan sopan mengacungkan salam tanganku padanya, "Aku Qwenly Lu, panggil saja Qwen atau Qwenly!"

Ia menangkap tanganku, "Felix Geraldyn... senang bertemu denganmu!" jawabnya.

Kami akhirnya menghabiskan kurang lebih tiga puluh menit di meja ini. Membicarakan banyak hal, mulai dari urusan bisnis, hingga menyangkut urusan pribadi. Hingga titik ini, aku masih merasa lega karena tak ada satu hal pun yang kututup-tutupi. Bahkan kami memiliki selera obrolan yang sama. Kami benar-benar nyambung satu sama lain...

"Kalau kau juga suka, kita bisa pergi ke pantai Biru lain waktu!"

Aku tersenyum bahagia, "Apa tidak apa-apa?"

"Tentu saja.... akan ku siapkan waktu yang tepat untuk kita berdua."

Perlahan, aku merasa jarak di antara kami mulai sirna. Rasa tegangku benar-benar telah tertelan waktu.

Tidak sebelum akhirnya perasaan di atas tegangku menyelimuti bagai kabut malam yang gelap.

Satu pemandangan yang paling kutakuti menampar wajahku dengan keras. Aku langsung mengalihka pandanganku, bersikap biasa saja seakan tak terjadi apa-apa, menghindari tatapan Vero dan beberapa orang di belakangnya. Ia tengah berjalan ke arah sini!

Fxck!!

Aku benar-benar lupa. Bahkan orang yang menyiapkan pertemuan penting mereka bersama kolega-kolega yang lainnya, adalah aku. Aku benar-benar bodoh, baru kusadari sekarang. Sepertinya aku terlalu memikirkan Vero dan Geraldyn, hingga aku mengatur jadwal mereka di hari yang sama dan tempat yang sama.

Fxck fxck fxck!!!!

"Qwen... kau tidak apa-apa?"

Aku berdehem canggung. Perasaanku semakin gelisah. Keringat dingin mulai membasahi keningku. "Apa kau mau jalan-jalan di luar?"

"Kau tidak ingin menunggu hidangan penutupnya. Aku menyiapkannya khusus untukmu. Aku jamin kau akan menyukainya."

Aku terlalu sering menggali pemakamanku sendiri!

Keberuntunganku semakin menghilang. Rombongan Vero langsung duduk di meja yang bersebalahan dengan kami. Meski jarak di antara meja kami lumayan jauh, tapi meja yang saat ini di duduki Vero dan Daniel beserta para kolega adalah meja terdekat dari meja kami.

God... help me!

Aku mencoba sebisa mungkin menghindari tatapan Vero. Tiga puluh menit telah berlalu. Aku sempat melupakan bahwa Vero berada di sebelahku. Saat mataku tak sengaja menatap meja di sebelah, aku baru sadar bahwa di meja yang sebelumnya terisi penuh hingga sepuluh atau dua belas orang itu kini telah kosong. Menyisakan seorang laki-laki bergesture dingin dan sesekali menatap dengan pandangan penuh ancaman.

I'm not gonna die tonight, right?

DELETED SCENESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang