"Skak mate!" aku langsung tertawa puas. Ini sudah ronde ke dua dan aku masih menang melawannya.
Kami berdua berakhir di atas bukit kecil ini, terletak di pinggiran kota yang benar-benar menawan dengan pemandangan kota yang luar biasa. Hawa dingin segar merasuk melewati pori-pori tubuhku. Situasi inilah yang benar-benar ku rindukan, bukan dingin dari pendingin ruangan.
Aku membungkus tubuhku dengan selimut yang telah ada di rumah pohon ini. Selimutnya terlihat baru dan nyaman, selimut dengan warna hampir senada dengan yang saat ini melilit tubuh Vero.
Seluruh pakaian kerjaku telah ku tanggalkan dan ku gantung di tempat yang telah tersedia di pojok rumah pohon ini. Dengan kaos dan celana pendek, aku membebaskan tubuhku dari lilitan suasana kerja yang hari ini ku rasakan.
Rumah pohon ini cukup besar dengan ukuran 5x5 plus balkon kecil di luar yang saat ini aku dan Vero gunakan sebagai area pemainan catur kami. Pada awalnya, saat Vero ke sini, aku pikir ia akan menghiburku dengan banyak hal, tapi aku salah, ia hanya mengajakku ke sini dan membiarkanku bermain permainan catur dengannya, permainan yang benar-benar ku sukai dan di benci oleh Vero.
Tapi aku bahagia ia masih mau meladeniku. Aku tertawa dalam hati puas.
Aku memandang ke langit-langit. Aku yakin sekarang sudah pukul sembilan lebih. Saat kami naik ke atas bukit ini, langit masih sangat indah, tapi sekarang kabut hitam mulai terkumpul bersama dengan hembusan angin yang cukup keras.
Kita melanjutkan permainan catur kami untuk ronde ke tiga. "Vero... kau tak ingin bertanya apapun padaku?"
"Untuk apa?" jawabnya dingin.
Jawabannya cukup membuat hatiku sakit, "Ehm..." Aku mulai geram. Sekalian saja ku lampiaskan di sini!
"Eh.... sepertinya kalau cuma permainan seperti ini kurang menyenangkan. Bagaimana kalau kita buat peraturan, yang kalah harus di hukum!"
"Kau mengatakan hal itu karena kau tau aku tak bisa mengalahkanmu kan?"
Benar sekali!
"Bukan, hanya saja aku mau kau memiliki motifasi untuk menang, bagaimana?"
"Terserah!"
Aku memainkannya dengan hati-hati, tapi tetap santai. Meski beberapa saat lalu Vero juga terlihat santai melawanku, tapi aku bisa melihat keinginannya yang kuat saat ini. percayalah... Jangan terlalu bekerja keras!
"SKAK MATE!"
Aku tertawa dalam hati. Sekarang aku bisa dengan jelas melihat kekecewaan Vero yang bercampur dengan rasa kesal. Ia tak langsung menunjukkan ekspresinya secara terang-terangan, tapi aku bisa membacanya hanya dengan sekali lihat.
"Sini Sayang... terima kekalahanmu!" aku tertawa puas, tak bisa menahannya lagi.
Vero mendengus. Ia langsung mendekatkan keningnya padaku, mengangkat rambut yang sedikit jatuh ke keningnya, bersiap menerima sentilan jari-jariku.
'TAK'
"AAUCH!! Kau benar-benar menyentilku??" matanya mengeras.
Aku menaikkan kedua alisku mengejeknya. "Beat me, B*tch!!"
Ronde selanjutnya kita mulai. Wajah Vero terlihat tak main-main. Ia terlihat serius kali ini, jauh lebih serius dari sebelumnya. Setelah lima menit berlalu, akhirnya sang pemenang kembali tercetak.
Aku tertawa gembira. "Sini... berikan keningmu lagi!"
Vero semakin kesal. Ia memutar matanya jengah. Dengan ogah-ogahan, ia memberikan keningnya dan bersiap mendapatkan sentilan kedua dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
DELETED SCENES
RomanceAku wanita tak menarik bertubuh gendut, tapi ketika aku terbangun dari tidur panjangku... aku terkejut bukan main. Aku berubah menjadi cantik nan langsing, bahkan kakak angkat laki-laki yang selalu membencikupun, tiba-tiba mengatakan, "Qwenly, seben...