S2. Part 10: Pertahanan

2K 109 0
                                    


Aku berjalan menyusuri lobby hotel. Menyeret sebuah koper besar dengan Laila yang berjalan patuh menemaniku dibelakang. Mataku menatap keluar, berdiri sejenak memandang betapa birunya pantai di depan mata. Aku menarik nafas pelan, lalu menghembuskannya keras. Jantungku berdetak cepat, kucoba menyentuh dadaku yang naik turun cepat, menutup mata, lalu mengelusnya perlahan. Tenanglah...

Handphone Laila berdering tepat saat kami menunggu lift terbuka, tanpa menunggu aba-abaku, ia langsung mengangkatnya dengan profesional. Ia memelankan suaranya dan mendekatkan handphonenya lebih dekat dengan mulutnya.

Tiba-tiba, Laila menepuk pundakku pelan dari belakang. "Bu... Bapak Vero ingin berbicara dengan Ibu..."

Aku terdiam beberapa saat. Sebelum suara tegas keluar dengan pelan. "Matikan..."

Laila kembali berbisi pada sang penelfon. "Maaf Pak, Ibu Qwenly sedang tak ingin berbicara untuk saat ini..."

Aku semakin was-was menunggu pintu lift terbuka.

Laila menjauhkan smartphonenya dan menutup lubang suara, "Ibu... Pak Vero memaksa!"

Suara pintu lift berdenting. Aku langsung masuk tanpa memperdulikan Laila. Aku tak tau apa yang ia katakan, hingga akhirnya ia paham dan langsung mematikan telfonnya. Ia terdiam sambil berjalan masuk kedalam lift mengikutiku.

"Kalau dia menelfon lagi, langsung kau matikan saja, aku ingin tenang dulu hari ini."

***

"Aku benar-benar tak menyangka, Qwenly... Sudah satu tahun aku tak bertemu denganmu, dan kau sekarang sudah secantik ini. Kalau kau tidak memberitahuku, aku mungkin tak akan mengenalimu tadi!"

Aku tersenyum menatap Pak Johan, salah satu pemegang saham ZG.

"Apa kau sudah memiliki calon suami? Apa kau mau kukenalkan dengan seseorang?"

Aku tersenyum lembut. "Terima kasih atas tawarannya, Pak. Tapi untuk sekarang mungkin aku masih belum siap. Jikalau memang nanti sudah waktunya, saya pasti akan memberitahu bapak kalau memang saya masih belum bertemu dengan calon suami yang tepat."

Pak Johan, laki-laki berumur hampir setengah abad itu langsung berdiri dan menyalamiku. "Baiklah... Aku menunggu kabar darimu ya. Dan pastikan untuk peresmian pengangkatan CEO baru tidak ada masalah."

Aku mengangguk, "Baik Pak, serahkan pada kami!"

Akirnya Pak Johan meninggalkan restoran di mana aku menginap di hotel, meninggalkanku di spot yang sama. Ia adalah orang ketiga yang kutemui dalam dua hari ini, dan persiapan untuk peresmian Vero yang aku tangani sekarang tinggal kurang lebih 20%.

Aku menoleh Laila. "Laila... jam berapa Helen kesini?" aku memegang kepalaku yang terasa pening, memijatnya perlahan beberapa saat. Aku menyandarkan tubuhku pada kursi perlahan, mencoba mengistarahatkan tubuhku sejenak.

"Jam delapan Bu, sesuai janji."

"Bagaimana dengan ruangannya, sudah kau siapkan?"

"Sudah Bu, ruangnnya sudah siap digunakan untuk jam delapan nanti."

Aku menghembuskan nafasku pasrah sekali lagi. "Bagus. Kalau sudah, kau balik saja dulu hari ini, besok kau mulai masuk seperti biasa. Nanti kerjakan file yang kukatakan kemarin."

"Lalu bagaimana dengan Ibu?"

"Aku akan ambil cuti dua hari, aku akan tinggal disini untuk sementara, aku ingin berlibur sebentar."

Laila sedikit terkejut. Ia melihatku sedikit khawatir. "Apa ibu baik-baik saja? Apa saya perlu menemani Ibu di sini?"

"Tidak apa-apa." Aku tersenyum kecil tanpa melihat Laila. Saat ini aku memang ingin menenangkan diri di sini sendiri. Aku berpikir, mungkin suasana Bali sangat baik untuk pikiranku sekarang.

DELETED SCENESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang