Pagi kembali datang. Cahaya mentari masih malu-malu untuk memunculkan dirinya. Qwenly yang masih setengah sadar mendiamkan dirinya untuk beberapa saat, lalu ia langsung duduk di pinggiran kasur. Pening di atas kepalanya tiba-tiba muncul. Telinganya kembali berdengung, membuat kepalanya semakin sakit.
Qwenly terdiam, sesaat ia tak sadar dengan apa yang telah terjadi. Sebelum akhirnya seluruh ingatan tadi malam tergambar jelas di atas kepalanya. Guncangan perasaan yang ia rasakan telah hilang. Rasa sedih nan mendalam yang menghujam jantungnya kemarin malam juga telah sirna. Kini yang tertinggal hanya perasaan malu luar biasa dan penyesalan yang seakan mencubitnya tanpa ampun.
Qwenly meringis sedih. Ia kembali menahan tangisannya, menahan rasa malu dan kebodohannya sendiri. Sekarang bagaimana ia akan menghadapi Vero?
Fxck!!
Qwenly bangun dan mengacak rambutnya kesal. Ia langsung masuk kamar mandi dan merendam tubuhnya di sana. Tak lama setelah tubuhnya terendam air di bathub, ia setengah mengigau.
"Kenapa aku bodoh sekali? Bagaimana bisa aku kehilangan kendali seperti itu? Fxck!!"
Selang beberapa menit, ia langsung berdiri dan menyelesaikan mandi pagi nya. Menggosok tubuhnya di bawah shower, menatap kosong ruang depannya sambil kembali mengigau,
"Kenapa aku bodoh sekali?"
Bahkan, saat ia menggosok gigi, mengganti baju dan menguncir rambutnya, ia masih sempat menggerutu tak jelas, masih setengah mengigau dengan dirinya sendiri.
"Bagaimana bisa aku melakukan hal bodoh semacam itu?"
Kalimat itu berkali-kali muncul dari atas mulutnya, hingga saat ia mengatakan hal itu, ia tak menyadarinya lagi.
Suara klentingan di dapur membangunkan jiwa Qwenly. Ia yakin kalau Riley sudah datang dan mulai menyiapkan sarapan. Setelah menyelesaikan semuanya, Qwenly membuka pintu kamarnya sendiri setengah mengendap-endap. Ia menoleh sedikit ke arah kamar Vero. Pintu kamarnya sedikit terbuka, terlihat tidak ada siapapun di dalam sana.
Sejenak, Qwenly meragukan satu hal. Bila kamarnya sudah terbuka, itu berarti Vero sudah keluar dari kamar.
Perlahan tapi pasti, Qwenly mengobservasi keadaan sekitar sejauh matanya bisa menjangkau. Ia mulai bernafas lega, tak ada Vero di sana.
Untunglah.
Dengan langkah yang tak begitu yakin, ia berjalan menuruni tangga menuju dapur dan ruang makan yang menjadi satu ruangan besar. Qwenly memantapkan hatinya dan bersikap sewajar mungkin. Dengan baju rumahan yang ia kenakan, kaos besar sepaha berlengan pendek, serta legging selutut, menjadi pilihannya di hari yang ia yakini akan menjadi hari yang melelahkan.
"Selamat pagi..." sapa Riley.
"Pagi!"
Qwenly langsung duduk di meja bar dapur. Lagi-lagi, ia melihat area dapur, ruang makan dan ruang tengah yang bisa langsung terlihat dari tempat di mana Qwenly berada. Ia bernafas lega. Menutup matanya sekejap, mengatur pernafasannya, dan duduk dengan tenang.
Mata Qwenly berpendar mengelilingi sekitaran Riley, melihatnya memasak masakan resep nutrisi yang harus ia makan pagi ini. Dalam hal ini, Riley memegang kendali penuh atas apa-apa saja yang boleh Qwenly makan. Terjadwal dengan rapi dan tersusun dengan baik.
Meski kadang ada beberapa kondisi di mana Riley tak bisa mengendalikan jadwal makan Qwenly.
"Ri... setelah ini bantu aku menyiapkan meja kerjaku ya, nanti jam 10 mungkin Grace mau ke sini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DELETED SCENES
RomansaAku wanita tak menarik bertubuh gendut, tapi ketika aku terbangun dari tidur panjangku... aku terkejut bukan main. Aku berubah menjadi cantik nan langsing, bahkan kakak angkat laki-laki yang selalu membencikupun, tiba-tiba mengatakan, "Qwenly, seben...