Jantung Qwenly berdetak tak karuan. Hangatnya malam di ruang Apartemen menjadi salah satu alasan kenapa ia tak ingin meninggalkan spot dimana ia duduk menyelesaikan pekerjaannya di ruang tengah. Tak seperti sebelumnya, Qwenly tak pernah mengerjakan pekerjaannya di tempat lain kecuali di meja kerjanya, tak penah sekalipun.
Malam ini begitu berbeda.
Vero duduk tenang disampingnya, menikmati sebuah acara TV yang menjadi langganannya. Qwenly beberapa kali mencuri pandang hingga akhirnya ia selesai dengan pekerjaannya dan mengemasi file serta proposal menumpuk di depannya. Sesaat Ia menatap keluar lewat jendela di ruang tengah, memandang betapa birunya gelap malam ini sebelum ia menutup laptopnya rapat-rapat.
Qwenly menarik nafasnya, ia sekali lagi mencuri pandang, ia berdehem kecil lalu mundur, bersandar di sofa yang sama dengan Vero. Jantungnya semakin berdetak kencang. Sensasi panas yang ia terima beberapa hari yang lalu di rumah William Ken masih sangat jelas terasa. Semenjak malam itu, mereka berdua tak pernah membahasnya maupun mengulanginya lagi. Ingin sekali Qwenly setidaknya menerima respon dari Vero, atau ia menjelaskan sedikit kenapa ia menciumnya, tapi Qwenly tak mendapatkan penjelasan apapun.
Qwenly menatap Vero tajam. Vero benar-benar tak berkedip menatap layar TV sambil memakan kacang polong di tangannya. Bersandar pada sofa putih lembut sambil melemaskan badannya dengan sangat nyaman.
Qwenly berdehem sedikit lebih keras, ia mengambil bantal di belakangnya dan memeluknya erat, merubuhkan tubuhnya dan bersandar pada paha Vero sambil ikut menatap layar TV bersama Vero. Melihat Qwenly yang tiba-tiba tidur di pangkuannya, Vero tertarik untuk menatap kebawah.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku lelah..." Jawab Qwenly malu-malu.
"Kenapa kau tidak tidur di atas kalau kau lelah?"
Sial! Apa-apaan sih! Apa jangan-jangan ia hanya mempermainkanku kemarin? Jangan-jangan ia hanya memberiku harapan palsu!
Qwenly memainkan paha Vero yang tepat berada di depan wajahnya tak sadar, "Aku ingin menonton TV bersamamu...."
Vero diam secara misterius. Matanya tajam dan tenang menatap Qwenly. Qwenly merasa hawa panas memukul tubuhnya, seakan tatapan Vero melemparkan bola api dari manik-maniknya. Qwenly berpura-pura bersikap biasa, meskipun perangainya terlihat semakin aneh.
"Qwen..." ucap Vero lembut.
"Hmm?"
"Telingamu merah sekali!"
Qwenly terkejut dan langsung menutupi telinganya dengan telapak tangannya. "Apa-apaan sih kau! Tidak, telingaku tidak merah!!" Wajah Qwenly semakin memanas, ia langsung mencoba mengalihkan pembicaraan mereka. Ia tau kalau Vero terus-terus menerus menyerangnya, ia bisa mati gara-gara malu.
"Vero... kau dapat undangan reuni SMA tidak?"
Vero menghembuskan nafasnya keras, ia kembali menyandarkan punggungnya di atas sofa. "Aku tidak akan datang." Jawab Vero cepat.
Qwenly langsung menatap ke atas, menatap wajah Vero dari bawah. "Aw... kenapa?"
"Aku hanya tidak ingin datang, dan kau juga seharusnya tak perlu datang."
"Ah... kenapa? Kita cuma datang ke restoran, makan, ngobrol, terus pulang. Apa yang susah memang?!"
"Haruskah aku ada alasan untuk tidak datang?"
Qwenly menarik nafasnya lalu membuangnya kesal. Ia duduk dan langsung menatap Vero penuh curiga. "Hmm... oke.... Ini bukan karena Henry dan Ronald kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
DELETED SCENES
RomantikaAku wanita tak menarik bertubuh gendut, tapi ketika aku terbangun dari tidur panjangku... aku terkejut bukan main. Aku berubah menjadi cantik nan langsing, bahkan kakak angkat laki-laki yang selalu membencikupun, tiba-tiba mengatakan, "Qwenly, seben...