S3. Part 1: After Her

2.2K 105 8
                                    




Di satu ruangan yang gulita tanpa secercah cahaya setitikpun, kau datang membawa sebuah lilin besar. Aku menyalakan lilin itu dan menerangi kita berdua. Tapi kau membawa Lilin dan cahaya itu bersamamu, meninggalkanku dalam kegalapan dalam yang begitu hampa.

_______

"Kau suka dengan makanannya, Vero?"

"Terima kasih Paman, aku benar-benar menikmatinya..." Vero tersenyum.

Jonathan langsung tertawa, "Aiyo... Sampai kapan kau akan memanggilku Paman, Vero?" ucapnya setengah bercanda.

Vero tersenyum sopan, tapi ia hanya terdiam. Laki-laki 60 tahun kelahiran Indonesia dengan seratus persen ras Cina itu meneguk ludahnya getir. Ia pun ikut terdiam sesaat.

Helen meletakkan sebuah daging besar di piring Vero. Vero menoleh Helen lalu memakan daging tersebut.

"Aiyoo... lihatlah melihat kalian berdua seperti ini benar-benar membuat Mama bahagia..." sahut Lilian dengan wajah tersipu yang dibuat-buat.

"Ma... hentikan, kau membuatku malu..." ujar Helen sambil tertawa sipu.

Vero kembali tersenyum. Ia terus memasukkan makanan yang ada di atas piringnya tanpa henti, berharap waktu akan terbang lebih cepat. Menikmati setiap lelehan makanan yang begitu memanjakan lidahnya, menikmati satu-satunya hal yang bisa membuatnya tenang sejenak dengan segala keadaan di dalam ruang makan keluarga Wiradi.

"Mbok, ambilkan ramuan herbal yang ku buatkan tadi di atas meja dapur!" Teriak Lilian pada salah satu asisten rumah tangganya. Tak menunggu waktu lama, seorang wanita 50 tahunan berbadan besar langsung masuk ke area ruang makan sambil membawa nampan bertatakan satu gelas keramik hijau berukuran sedang. Lalu dengan sopan, wanita dengan celemek putih besar tersebut meletakkan gelas berisikan minuman berwarna coklat keruh kehitaman itu di depan Vero.

Seketika Vero bergidik ngeri melihat gelas hijau itu. Gelas hijau itu seakan memberikan trauma yang dalam untuk kesehatan jiwa Vero.

"Vero... itu adalah ramuan manjur Cina terbaru yang kubuatkan untukmu. Aku mendapatkan dari Oma-nya Hellen. Aku bisa jamin, dalam waktu cepat... kau akan 'sembuh'!"

Vero tersenyum sopan. Ia membungkuk sopan lalu meminum ramuan herbal tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Setelah hampir dua tahun, ia tak mungkin menolaknya terus terusan setiap kali ia datang ke keluarga Helen. Entah seberapa pahitnya minuman itu, apapun yang di pikirkan Vero, ia tetap harus meminumnya. Meski demikian, ramuan ini menjadi satu-satunya penyelamat harga diriya yang tersisa.

Vero meneguk cepat dan langsung meletakkan gelas keramik tersebut dengan cepat. Ia bergidik merasakan pahitnya minuman herbal itu. Dari semua jenis minuman herbal yang di berikan orang tua Hellen, ini yang terburuk. Vero tak bisa mengambil gelas minum air putih maupun jus di depannya. Ia hanya tersenyum sambil menahan pahitnya minuman itu dalam mulutnya. Ia menutup matanya, air mata menetes di pelupuknya.

"Apa sepahit itu?" tanya Hellen dengan nada melebih-lebihkan.

Vero tersenyum, ia mengangkat telapak tangannya, mengisyaratkan ia baik-baik saja.

"Vero... cobalah melakukan akupuntur. Kau sudah baca brosur yang Pa berikan padamu kan?"

"Akan ku hubungi dokternya dan melakukan reservasi secepatnya, Paman!"

***

Mobil Vero melaju cepat menembus berbagai lampu di jalanan yang begitu gelap. Meski setiap dua minggu sekali mereka selalu mengunjungi keluarga Helen, tapi Vero masih merasakan sesak yang sama.

DELETED SCENESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang