S2. Part 11: Pria Kedua

2.2K 99 5
                                    


Suara angin pantai menyeruak. Kicauan burung bernyanyi, menari di atas awan. Mentari telah berpesta di atas peraduannya, menampakkan indahnya bumi di pinggir laut tenang dengan ombak bersahabat.

Didalam sebuah kamar suit hotel, seseorang bertumpu tangan, menatap indah sang perempuan yang tidur nyenyak dengan mulut sedikit terbuka. Nafas keluar masuk, berderu indah bak sang nyanyian alam. Bibirnya merona dan sedikit bengkak, membuat Vero terpacu untuk mengusap bibir itu perlahan menggunakan ibu jarinya. Jantungnya berdetak cepat, matanya semakin intens menatap wajah itu.

"Cantik sekali!"

Vero mendekati bibir Qwenly perlahan. Ia mengecupnya lembut dan dalam. Sensasi geli terasa di atas bibir Qwenly untuk waktu yang cukup lama. Membuat matanya terbuka paksa merasakan benda asing di atas bibirnya. Dari jarak yang begitu dekat, Qwenly menangkap seorang dengan kulit yang begitu halus tengah menutup matanya. Qwenly melenguh pelan, ia mendorong tubuh Vero hingga ia mau melepaskan ciumannya

"Vero! apa yang kau lakukan?" mata Qwenly setengah terbuka dan tertutup, ia mengeluarkan tangannya dari dalam selimut sambil mengusap bibirnya.

Jantung Vero berdenyut. Suara serak Qwenly benar-benar seksi dan menggugah. Terdengar lembut dan penuh kepasrahan. Pikirannya mulai menari-nari lagi. Vero bersyukur ia bisa menahan semuanya selama ini. Tapi bila situasi ini tetap belanjut, ia tak tau sampai kapan ia akan bertahan.

Vero tersenyum, "Morning kiss...." ucapnya lembut tetap pada posisi yang sangat dekat dengan wajah Qwenly.

Qwenly menutup mulutnya sambil mengalihkan wajahnya, "Jangan lakukan itu lagi, aku belum sikat gigi!"

Vero menarik tangan Qwenly memegangnya di atas ranjang, memutar wajah Qwenly perlahan menghadapanya. Ia mendekati bibir Qwenly sekali lagi, menciumnya lebih dalam dan lebih lama. Vero memagut halus bibir basah Qwenly naik turun. Qwenly meronta, tangan kanannya mencoba memukul dada Vero, mencoba menjauhkan Vero dengan sekuat tenaga.

Nafas Qwenly semakin tak beraturan. Jantungnya berdetak keras. Ia mendorong Vero kuat dan mencoba menjauhkan badannya. Tapi tak berhasil. Vero memasukkan lidahnya, mengaitkannya pada lidah Qwenly kuat-kuat. Mata Qwenly terbuka sesaat, tapi sensasi aneh itu kembali menyerangnya. Pikirannya terasa kosong, membuatnya melayang diatas awan. Ciuman Vero benar-benar terasa nikmat. Ia selalu kehilangan akal setiap kali Vero melakukannya. Vero menarik tengkuk Qwenly dan meraihnya semakin dalam.

Qwenly membangunkan kesadarannya paksa, ia mencoba mendorong lidah Vero keluar, tapi Vero semakin menguatkan tenaganya, melilitnya semakin kuat. Ia mencoba mendorongnya sekali lagi, tapi setiap kali Qwenly melakukannya, ia terbelenggu semakin dalam pada rangsangan Vero. Setetes saliva keluar dari mulut Qwenly tanpa sadar.

Qwenly mendesah kecil. Seluruh indra perasanya terpusat pada satu tempat. Setelah hampir tiga menit Vero mengeksploitasi bibir dan mulut Qwenly, akhirnya ia melepaskan Qwenly, meninggalkan decakan keras sebagai tanda berakhirnya seluruh rangsangan itu. Nafas Vero naik turun berat, ia menatap wajah Qwenly intens, melihat pipi dan hidung Qwenly yang merah padam. Mulutnya sedikit terbuka, bibirnya basah dan lebam pada bibirnya semakin parah.

"Cukup, kita harus ke bandara." Ucap Vero sambil tersenyum kecil.

Mata Qwenly terbuka perlahan, pandangannya masih melayang, membuat Vero menertawainya dalam diam. Ingin sekali ia menggoda Qwenly sekali lagi, tapi ia tau ia akan melakukannya lebih dari sekedar ciuman bila ia melakukannya sekali lagi.

"Ah? Bandara?" Qwenly menatap Vero setengah kosong.

"Iya.... seseorang pulang, dan aku menyuruhnya untuk mendarat di sini, menemui kita. Nanti kita akan pulang bersama nanti."

DELETED SCENESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang