Part 5

6.1K 437 31
                                    

Jangan ganggu gue lagi,
terlalu sakit luka yang kalian
goreskan untukku.
•Stefany•


Stefany terbelalak melihat siapa yang sedang bertamu dirumahnya, Stefany mematung di dekat mereka.

Saat mereka sadar bahwa ada Stefany, Stefany langsung mengubah wajahnya menjadi datar bahkan sangat datar.

Tanpa menemui tamu itu, Stefany berjalan menuju tangga. Hingga suara mengenterupsinya untuk berhenti.

"Stefany!" ujar seorang bapak-bapak, yaps itu bokapnya.

Stefany menoleh sambil tersenyum miring. "Ada apa?" tanyanya datar.

"Kamu tidak mau menyalami orang tua mu dulu!" suara bariton itu menggema di seluruh ruangan.

Stefany tertawa hampar dan menjawab "Sejak kapan kalian jadi orang tua saya?"

"DASAR, KAMU TIDAK PUNYA SOPAN SANTUN YA! KAMU SEDANG BERBICARA DENGAN PAPAMU!" bentak papa Stefany.

"Sayangnya, tidak ada yang mengajariku sopan santun," ucap stefany dingin.

Setiap dia melihat papanya itu selalu aja membuat Stefany ingin marah-marah. Padahal dia juga tidak ingin bersikap kurang ajar pada orang tuanya. Tapi tetap saja hal itu sangat sulit.

Ucapan Stefany menohok hati mama nya. Papa nya yang sudah tidak bisa menahan emosi itu mendekat ke arah Stefany dan menampar pipi Stefany hingga merah.

Stefany merasakan panas dan perih di pipinya, ingin dia menangis, tapi itu tidak ada gunanya. Stefany memegang pipinya.

"Haha, anda datang kemari hanya untuk menampar saya," lirih Stefany.

"Jaga omonganmu Stefany!" bentak mamanya yang sudah ada di sebelah papanya.

Nathan hanya melihat kejadian itu, dia tak bisa berbuat apa-apa apabila papanya sedang marah.

"Dasar anak tak tau diuntung! Apa ini balasanmu setelah kami merawat dan menyekolahkanmu!" ujar papanya.

"Apa anda bilang? haha," tawanya sumbang. "Yang merawatku selama ini hanya kak Nathan. Sekolah? Saya ga butuh uang anda. Saya bisa membiayai sekolah saya sendiri," ucap Stefany dan pergi meninggalkan kedua orang itu.

"Baik, Jika itu mau kamu. Dan jangan pernah menyatakan bahwa kamu anak kami," ucap papanya geram.

Stefany terhenti. "Saya juga tidak sudi menggunakan nama itu," balasnya dan masuk ke kamarnya.

Sedangkan papanya, mengusap kasar wajahnya.

"Dasar! Tak tau balas budi," ujar Roland, papa Stefany geram.

"Biarkan saja dia,pa." kata Lucy, mama Stefany.

"Pa, jangan pernah menyakiti Stefany lagi. Apa tidak cukup dulu papa bahkan mau menjualnya!" bentak Nathan. Dia sudah sangat emosi.

"Tutup mulut mu, Nathan. Jangan ikut campur!" Bentak roland.

"Aku berhak ikut campur, dia adikku. Dan kalau papa datang kemari hanya untuk menampar Stefany, lebih baik papa pulang," ujar Nathan menahan emosi.

"Baik, papa akan pulang tanpa kamu minta," balas Roland dan meninggalkan rumah itu.

☀☀☀

Mereka tidak tau, Stefany menangis di kamarnya. Dia ga kuat dengan semua kenyataan ini.

"Kenapa gue harus punya orang tua kayak kalian!" teriaknya frustasi.

"Kalian ga pernah tau perasaan gue," lirihnya. "Bahkan dulu kalian tega menjual anaknya sendiri karena krisis uang. Gue punya salah apa sama kalian! Gue bingung, gue tuh anak pungut kaga sih? kenapa perlakuan kalian ke gue layaknya gue tuh anak yang ga di inginkan. Gue ga ngerti," paraunya.

You Are The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang