our story ; sepuluh

3.1K 414 13
                                    

Seokmin dan Soonyoung baru saja selesai melihat-lihat kampus baru Soonyoung. Universitas swasta terbaik sih ,katanya.

"Kau suka?" tanya Seokmin.

Soonyoung mengangguk,"hm"

"Kau harus masuk kelas persiapan, bulan depan kau sudah bisa masuk" kata Seokmin.

"Kelas persiapan?" tanya Soonyoung bingung.

"Kau sudah lama tidak belajar kan? Otak mu pasti sudah tumpul"

"Yak!"

"Joshua hyung akan mengajarimu, jadi kau tak perlu khawatir" kata Seokmin.

"Sebenarnya , ada yang aku khawatirkan" ucap Soonyoung pelan.

"Apa?" tanya Seokmin menanggapi.

"Aku--aku masih sedikit takut untuk bertemu dengan orang asing"

"Aku tau, Mingyu bilang itu salah satu terapi untuk trauma mu"

"Tapi--"

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu" ujar Seokmin tegas.

"Kenapa kau peduli padaku?" sudah lama Soonyoung ingin menanyakan hal ini.

"Karena kau tanggung jawab ku" jawab Seokmin.

"Kau terlihat seperti memprioritaskan ku. Kau juga sampai membunuh pak tua itu, apa hanya karena kau merasa bertanggung jawab?"

Seokmin terdiam sejenak, dalam benaknya ia berpikir bahwa Soonyoung masih belum mengetahui fakta tentang Lim Xin Wu.

"Tentu saja karena aku --" ucapnya berjeda.

"Karena aku yang memungutmu. Jadi aku tidak akan membiarkan sesuatu yang sudah ku ambil di rebut orang lain."

"Oh" singkat Soonyoung.

"Kenapa?" tanya Seokmin.

Soonyoung menatapnya, "tidak, hanya bertanya"

"Tentang Yoon Jeonghan , kau benar-benar tidak tau apapun ?" tanya Seokmin.

Soonyoung mengangguk, "dokter yoon tidak punya banyak waktu untuk menceritakan tentang dirinya." jawab Soonyoung.

"Apa dia sibuk?" tanya Seokmin.

"Tidak tau, tapi dokter yoon pernah diseret paksa ketika ia terlalu lama mengobati kami"

"Seperti batasan jam kunjung?" , Soonyoung mengangguk.

Seokmin kembali fokus dengan jalannya.

"Dulu, kau tinggal di seoul kan ?" tanya Seokmin.

"Apa kau punya keluarga?" sambungnya lagi.

"Dulu aku tinggal dengan temanku. Orang tua ku sudah lama meninggal" jawab Soonyoung.

"Anak kecil hanya tinggal berdua?"

"Saat itu aku memang masih re-ma-ja bukan a-nak ke-cil , tapi temanku sudah dewasa, dia baru lulus SMA ketika aku diculik"

"Benarkah? Lalu dimana teman mu?" tanya Seokmin.

"Tidak tahu"

.
.
.

Halaman rumah sakit milik Mingyu tampak ricuh dan berantakan. Beberapa orang dengan pakaian serba hitam terkapar tak berdaya.

"Cih, ku kira kau sudah lama mati Jeon Wonwoo" kata seseorang yang berusaha membangkitkan tubuhnya. Ia meludahi darah yang terkumpul dalam mulutnya ke sembarang arah.

"Sayangnya aku masih hidup Park Jaesoo" ujar Wonwoo sarkastik.

Wonwoo dianggap mati sejak ia dikabarkan hilang beberapa tahun lalu. Meskipun ia kembali lagi beberapa bulan yang lalu masih banyak yang tak menyadari kehadirannya. Salah satunya adalah Park Jaesoo, tangan kanan Ju Yong yang dulu pernah mempekerjakan Wonwoo.

"Ku kira kau ingin menghabisiku" sosok Mingyu muncul , masih dengan baju operasinya.

"Sayang , kau yang menghabisi mereka semua? Aku semakin mencintaimu" ujar Mingyu lagi , ia mengecup bibir Wonwoo singkat.

"Ck, menggelikan Gyu" cibir Wonwoo tak suka.

Park Jaesoo terkekeh, "Hah, pasangan monster"

"Ku anggap itu pujian, sebentar lagi polisi akan datang. Aku peringatkan, jangan berani-berani untuk menyentuh rumah sakit ku lagi. Disini bukan tempat untuk saling membunuh" ucap Mingyu dingin. Terdengar nada menuntut disana.

Tak lama setelah itu, polisi benar-benar datang dan menangkap komplotan Park Jae soo.

Park Jae Soo dan lainnya belum seberapa jika dibandingkan dengan anak buah Seokmin, buktinya mereka kalah sebelum bisa memasuki rumah sakit.

Mingyu merangkul Wonwoo dan membawanya kedalam rumah sakit, lebih tepatnya kedalam ruangan Mingyu.

Sebelum itu, Mingyu menyuruh beberapa orang suruhan Seokmin untuk segera pulang.

"Seokmin mencari Yoon Jeonghan" kata Mingyu membuka pembicaraan dengan kekasihnya.

"Lalu?"

"Menurutmu apa yang akan terjadi?" tanya Mingyu.

"Memangnya kenapa dengan Yoon Jeonghan ?" tanya Wonwoo bingung.

"Kau lupa?"

"Tentang Lim Xin Wu?" , Mingyu mengangguk mengiyakan.

.
.
.
.
.
.

Pemuda itu berjalan tertatih, ia memegang kepalanya yang berlumuran darah. Ditangan lainnya ia menggenggam sebuah kalung dengan bandul sebuah cincin. Ia menggenggam erat kalung itu.

Ia terus berjalan tanpa tau arah harus kemana. Rasa nyeri dikepalanya semakin menjadi. Belum lagi perih di tangan dan kakinya yang penuh luka.

"Ku harap aku mati saja" gumamnya.

Pemuda itu terus berjalan hingga ia tak sanggup lagi dan jatuh tak sadarkan diri.

"Hey! Sadarlah! Hey!" seseorang  datang menghampiri. Ia mengguncang pelan tubuh pemuda yang tak sadarkan diri itu.

"Bangunlah!"




To be continue.....

Note:
Hingga detik ini, aku masih belum menyelesaikan cerpen ku😂
Tadi disekolah diadain semacam bina spiritual gitu, dan Joongki KW  di angkatan aku nangis'-' aku yang tadinya hampir nangis jadi salah fokus'-'

Chapter ini pendek yah😂 setelah aku baca ulang dari chapter 1 , ternyata aku melewatkan beberapa poin yang seharusnya diceritakan di chapter sebelumnya 😂

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang