"Hey, Qey. Bisa gak kamu gak ngikutin kita terus?," ucap Arin.
Ara hanya diam saja, sedangkan Qeyla menatap bingung sekaligus merasa sedih. Mengapa dia tidak boleh ikut mereka? Qeyla sudah menganggap mereka sebagai sahabat. Apapun mereka lakukan bersama. Ya, mungkin hanya Ara. Karena sepertinya Arin tidak menganggap demikian. Arin hanya menganggap Ara sebagai sahabatnya seorang. Dia ingin selalu bersama dan bermain dengan Ara berdua saja.
Tapi mengapa Ara diam saja? Apa dia hanya ingin bermain berdua saja dengan Arin? Apa dia juga menganggap Qeyla sebagai pengganggu persahabatannya dengan Arin?
Ara dan Arin pun berjalan kembali, meninggalkan Qeyla seorang diri. Qeyla sedih melihat dirinya saat ini. Lagi-lagi dia tidak diharapkan, tidak punya teman. Segera saja dia menghapus air matanya yang keluar. Berjalan kembali, namun berbelok arah, ke perpustakaan.
💎
Ruang perpustakaan sangat sepi. Ya, mungkin anak-anak di akademi ini malas membaca, pikir Qeyla. Saat akan membuka pintu ruang perpustakaan, Qeyla mendesah. Ternyata perpustakaan ini sepi bukan karena anak-anak akademi ini yang malas membaca, tapi karena perpustakaan ini yang sudah tutup sehingga perpustakaan ini menjadi sepi.
"Hah, kenapa perpustakaan ini tutup, sih. Padahal aku sedang badmood. Aku ingin membaca buku agar rasa kesalku berkurang saat ini."
(Emmm, tapi wajar sih perpustakaan ini sudah tutup. Ini sudah malam. Semuanya pasti sudah di kamarnya masing-masing. Kalau aku ketahuan disini, kayaknya aku bakalan dihukum, nih.)
Tap.... Tap.... Tap....
Terdengar suara langkah kaki mendekat.
"Aduh. Gimana nih? Argh.... Hari ini benar-benar hari kesialanku.
Tap.... Tap.... Tap....
"Iiiih, gimana nih?" Qeyla terlihat berpikir sangat keras.
"Oh, iya. Bukannya penyihir ungu mempunyai kekuatan cahaya? Dan para penyihir ungu kan juga bisa menghilang."
Senyuman pun terlukis di wajah Qeyla.Dan.....
"Hey, ngapain kamu di sini malam-malam?"
"Hah, apa?" Qeyla pun bingung. Bagaimana dia masih bisa terlihat?
"Dan, mengapa badan kamu seperti itu? Kau seperti tembus pandang..... tapi gak sempurna. Badanmu seperti asap yang menyerupai manusia," kata orang tersebut meneliti Qeyla, dan melanjutkan, "Kau penyihir apa? Selama ini belum pernah melihat penyihir dengan kemampuan seperti ini."
Qeyla pun mengembalikan tubuhnya seperti semula. Orang itu kelihatan terkejut, namun segera kembali ke raut mukanya yang semula. Bahkan, lebih dari semula.
"Mau apa kau ke sini? Lebih baik kau masuk ke kamarmu sekarang," kata orang tersebut dengan dingin.
Qeyla mendengus, kemudian berlalu meninggalkan tempat itu dan menuju kamarnya. Perasaannya campur aduk antara penasaran tentang dirinya yang tidak bisa menghilang, dan juga kesal atas sikap dingin lelaki tadi.
Dan seketika Qeyla menghentikan langkahnya. Dia baru menyadari sesuatu. Dia berpikir dan berkata pada dirinya sendirinya, "Bukankah lelaki tadi itu adalah lelaki yang sama dengan temannya Vito yang waktu itu lewat hutan?"
💎
Seorang gadis terlihat sedang duduk merenung di sebuah gubuk tua. Pikirannya melayang entah ke mana. Sehingga tak terasa olehnya seorang gadis yang lebih muda darinya telah duduk di sampingnya.
"Hey Princess, apa kau sudah bertemu dengan adikmu?"
"Linda, sudah kubilang berkali-kali kepadamu. Jangan panggil aku princess lagi. Rainbow Empire sekarang sudah sudah berganti pemimpin. Sekarang Rainbow Empire dipimpin oleh penyihir merah. Bahkan, di Rainbow Country ini sudah tidak ada lagi penyihir ungu," ucap gadis tersebut sedih.
"Itu menurut orang lain. Karena mereka tidak tau bahwa princess negri ini masih hidup dan masih tinggal di wilayahnya."
"Ya. Hanya kau dan almarhum orang tuamu yang tau aku masih hidup dan masih berada di wilayah Rainbow Empire ini."
"Dan bagaimana dengan adikmu? Maaf waktu iti aku tidak bisa ikut bersamamu. Tapi, kau sudah ke Black Country kan?"
"Em, iya."
"Kau bertemu dengannya?"
"Tidak."
"Huft... Entah apa yang sudah dilakukan Dark King pada adikmu. Semoga dia selalu baik-baik saja."
"Ya, semoga."
Seketika, suasana hening. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kak El, kakak tau tidak?"
"Apa?"
"Beberapa waktu yang lalu, wilayah ini kedatangan seorang penyihir ungu. Para warga menganggapnya berasal dari Purple Country. Aku pun juga sempat berpikir seperti itu. Tapi setelah aku sudah pernah melihatnya dan bahkan mengobrol dengannya dan juga teman-teman lainnya, aku berubah pendapat. Aku pikir, dia bukan berasal dari Purple Country. Dia berasal dari dunia yang berbeda."
"Menurut Kak El, dia siapa?"
"Aku tidak tau. Aku juga pernah mendengar soal hal itu. Tapi aku tidak peduli. Dia tidak ada hubungannya denganku. Aku hanya memikirkan Azura. Aku selalu berharap semoga Dark King tidak menyakitinya atau yang lebih parah membunuhnya," ucap gadis tersebut berkaca-kaca.
"Aku yakin Dark King tidak akan melakukan hal itu. Bahkan mungkin Azura diperlakukan seperti layaknya seorang princess di istananya. Dia sangat menginginkan kekuatan kedua Azura. Dia ingin menggabungkan kekuatannya dengan kekuatan Azura itu untuk menguasai dunia ini. Jadi,tidak mungkin dia membunuhnya."
"Ya, mungkin. Tapi aku takut Azura tidak tau cara mengeluarkan kekuatan keduanya itu atau apapun itu yang bisa membuat Dark King marah dan akhirnya merelakan kekuatan itu hilang dengan membunuh Azura."
"Ya. Dan semua kemungkinan itu akan menghasilkan dampak yang buruk jika memilih salah satu dari keduanya. Azura yang menderita, atau semua penyihir yang menderita."
💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Light and Darkness [END]
FantasíaQeyla mungkin tidak punya peruntungan pertemanan di dunianya. Tapi, di dunia lain, ia punya. Teman yang akan menemaninya dalam kesendirian di dunia orang. Dunia yang menyimpan rahasia yang ternyata juga menyangkut dirinya dan keluarganya. Dunia yang...