"Eh, kami boleh gabung juga gak?"
"Boleh. Oh ya, gimana ingatannya Qeyla?"
"Ah, aku masih terasa asing dengan semua yang ada di sini. Tidak ada yang membuatku menjadi ingat barang sekilas."
"Wah, kayaknya bakalan lama, nih. Tapi, kayaknya masih mending Qeyla, deh."
"Maksudnya?"
"Maksudnya, lebih mending Qeyla daripada nih bocah satu. Gak jelas."
"Maksudmu Alvin?"
"Siapa lagi. Kalau Qeyla kan sudah jelas amnesia karena kepalanya terbentur. Lah, kalau nih bocah malah aneh. Dia tau nama dia, tapi dia kayak orang linglung, seakan baru pertama kali ini masuk ke asrama."
"Lah, kenapa tuh bocah? Eh, ada apa denganmu? Oh, apa mungkin dia jadi kayak gini karena kemarin temannya lagi sakit, dia malah gak peduli dan malah pergi. Begini nih jadinya. Kena karma."
"Apa sih kalian. Sudah ah, aku mau ke kamar, sudah kenyang."
"Awas kesasar ya, Vin!"
Semua tertawa. Hal ini karena jarang-jarang mereka bisa meledeki Alvin seperti itu. Di sisi lain, seorang gadis baru terbangun dari pingsannya. Dia menerjap-nerjapkan matanya, menyesuaikan dengan cahaya yang ada di tempat kini dia berada. Di suatu ruangan yang mewah dengan dirinya yang berbaring di atas kasur yang sangat empuk.
"Kenapa aku di sini? Aku harus segera pergi."
Belum sempat beranjak dari tempat tidurnya, gadis itu dikejutkan dengan kedatangan seorang pria dengan pakaian seperti raja. Pria itu adalah orang yang sama yang dia hadapi sebelum pingsan.
"Mau apa kau? Kenapa kau membawaku ke kamar ini?"
"Tenanglah, anakku. Bukannya kau seharusnya senang ya, bisa kembali merasakan enaknya tidur di kamarmu yang indah ini?"
"Aku bukan anakmu! Dan aku tidak seharusnya ada di sini! Aku harus pergi."
"Lezy, terserah padamu mau bilang apa. Yang penting sekarang kau harus membantuku untuk menghancurkan Rainbow Country!"
"Rainbow Country? Kenapa kau ingin menghancurkannya?"
"Karena aku ingin menjadi yang paling berkuasa di dunia ini. Selama masih ada Rainbow Country, mimpiku tidak akan terwujud. Aku juga harus mendapatkan seven diamond milik Rainbow Country. Oleh karena itu, aku butuh kekuatanmu yang sekarang ini untuk bekerja sama. Setelah melewati segala hukuman dariku, ternyata bisa membuatmu semakin kuat dan dapat mengeluarkan kekuatan yang kuinginkan itu."
"Tunggu. Tadi, kau mengatakan ingin mendapatkan seven diamond kan? Memangnya kau tau di mana letak seven diamond itu berada?"
"Tentu aku mengetahuinya. Seven diamond itu terletak di masing-masing tubuh dari tujuh remaja terpilih penduduk asli kelahiran Rainbow Country."
"Kau tau siapa saja ke tujuh remaja itu?"
"Itu masalahnya. Aku tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, kau juga harus membantuku mencari tau siapa saja ke tujuh remaja itu."
"Kenapa kau sangat menginginkan seven diamond?"
"Karena selain memberi kekuatan pada pemiliknya, seven diamond juga dapat menjadi kunci agar bisa menuju dunia manusia dan dunia lainnya."
"Kalau begitu, aku harus mencarinya. (Untuk diriku sendiri)."
💎
"Aku mau ke perpustakaan. Ada yang mau nganterin gak?"
"Aduh, Qey. Makananku masih banyak. Nanti saja, ya."
"Ya sudah. Kayaknya kalian juga pada gak ada yang minat ke perpustakaan, ya? Mungkin, aku bisa tanya-tanya orang nanti."
"Oke. Jangan sampai tersesat ya, Qey."
"Tentu."
"Aku pikir, hilang ingatannya Qeyla ada kebaikannya juga, loh. Karena Qeyla yang sekarang tidak takut dengan burung. Jadi, aku tidak perlu repot-repot lagi berusaha menjauhkan Nix dari Qeyla."
"Hah, serius? Padahal kan waktu itu dia sampe' kayak orang kesetanan pas ngeliat Nix pertama kalinya. Kayak bukan dia saja, deh."
"Tapi, saat dia sudah ingat lagi, pasti phobianya muncul lagi."
"Tapi, aku penasaran dengan Alvin. Sebenarnya dia kenapa sih? Dia gak amnesia juga kan?"
"Enggaklah. Paling dia hanya sedang banyak pikiran. Jadi, tanpa sengaja dia seperti orang linglung."
"Eh, Tino. Gabung sini saja," teriak Arin pada seorang lelaki yang sedang kebingungan mencari tempat duduk dengan membawa semangkok bakso dan es teh di tangannya.
Lelaki itu menghampirinya, duduk di tempat yang tadinya diduduki Qeyla.
"Kau sudah tau kalau Qeyla waktu itu mengalami luka yang membuatnya sekarang jadi amnesia?"
"Ya. Memangnya kenapa?"
"Kau tidak ada niatan ingin melihat keadaannya?"
"Nanti juga palingan kita ketemu tanpa aku perlu ke asrama kalian."
Suasana hening, semua melanjutkan menghabiskan makanan mereka.
Sementara itu, Qeyla mencari perpustakaan. Dengan bantuan bertanya pada orang yang dia temui di jalan, Qeyla akhirnya bisa sampai di depan pintu perpustakaan. Tanpa sengaja, matanya melihat seorang lelaki yang sedang membaca sebuah buku di salah satu meja.
"Itu lvin kan? Bukannya tadi dia bilang mau ke kamarnya?"
Qeyla memasuki perpustakaan, entah mengapa, dia memang sangat menyukai buku. Aroma perpustakaan sangat nyaman baginya.
"Hey, nak. Lagi-lagi kau masuk dan hanya berdiam diri. Kau lupa, bahwa kau harus mengisi daftar hadir terlebih dahulu?"
"Ah, maaf. Iya, aku lupa."
(Sepertinya, saat aku belum amnesia, aku pernah melakukan hal yang sama. Hanya berdiam diri tanpa mengisi daftar hadir).
"Hai, Alvin. Boleh aku duduk di sini?"
"Kenapa kau ke perpustakaan?"
"Perpustakaan kan tempat umum bagi para penghuni akademi ini. Tentu terserah aku dong mau ke sini atau enggak. Aku juga berhak atas fasilitas akademi ini. Nah, aku boleh gak duduk di sini?"
"Terserahlah."
"Kau suka baca buku, ya? Kau sedang baca buku apa?"
"Novel."
Seketika suasana hening ketika Alvin terus saja membaca bukunya tanpa berniat untuk mengobrol dengan Qeyla. Melihat Alvin yang hanya sibuk dengan kegiatannya, Qeyla memilih untuk membaca buku yang sudah dipilihnya tadi untuk dibaca. Hingga beberapa saat hening, Alvin membuka suaranya.
"Kau memiliki hubungan apa dengan Dark king?"
💎
I HOPE YOU LIKE IT. 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Light and Darkness [END]
خيال (فانتازيا)Qeyla mungkin tidak punya peruntungan pertemanan di dunianya. Tapi, di dunia lain, ia punya. Teman yang akan menemaninya dalam kesendirian di dunia orang. Dunia yang menyimpan rahasia yang ternyata juga menyangkut dirinya dan keluarganya. Dunia yang...