"Huh, banyak sekali kelelawarnya. Bagaimana kita bisa masuk?"
"Natan aja tuh suruh masuk. Dia kan yang nunjukin tempat ini sebagai tempat seven diamond berada."
"Lah, tapi yang nunjukin tempatnya di pohon ini siapa?"
"Udahlah, biar aku aja yang masuk."
"Kau yakin Qey?"
"Ya, kayaknya yakin. Mungkin."
"Sudahlah, sini senternya. Biar aku yang masuk. Apa gunanya ada lelaki, jika akhirnya perempuan juga yang maju."
"Halah, gayamu tinggi sekali, Tan."
"Sudahlah Rin, siapa tau dia lagi mendapat keberanian. Kita tunggu aja dia di sini. Biarkan dia masuk sendiri."
"Sendiri?"
"Iyalah. Kan kamu ini yang mengusulkan dirimu sendiri. Kamu gak menyesal kan?"
"Enggak. Tapi bagaimana dengan Alvin? Gak mau masuk juga Vin?"
"Gak usahlah. Sendiri kamu juga udah berani kan?"
"Udahlah, sana masuk," ucap Arin sembari mendorong Natan ke dalam pohon.
"Tu-tunggu."
"Rin, kamu tega banget sama Natan."
"Enggak, kok. Cepat atau lambat, dia memang akan masuk kan? Lebih baik secepatnya dia masuk. Biar gak buang-buang waktu."
💎
"Berapa hari lagi?"
"Apanya?"
"Waktu jelajah kita."
"Sampai besok."
"Besok? Dan kita belum mendapatkan apa pun?"
"Huh, dari awal Natan memang seharusnya jangan dipercaya. Dia sesat."
"Tapi seenggaknya aku sudah mengambil resiko untuk masuk pohon itu sendirian."
"Iya. Kasihan Natan. Dia sampai terluka begitu. Seandainya tadi jadi aku yang masuk, mungkin aku akan pingsan dengan banyak luka. Aku takut kelelawar. Membayangkannya saja aku sudah takut. Dan, biar aku yang mengobati luka Natan."
"Pakai apa?"
"Bukannya air mata phoenix dapat menyembuhkan luka? Pakai saja air mata Nix. Boleh kan Ra?"
"Tentu saja. Natan kan juga temanku."
"Em, tapi sebaiknya kau berikan air mata Nix padaku dalam bentuk botol, agar aku bisa mengobati Natan tanpa harus merasa takut berdekatan dengan Nix."
"Oh, ya udah. Tunggu, ya."
💎
"Kau menyukai Qeyla?"
"Tidak. Aku hanya menjalankan tugasku."
"Oh, kukira kau menyukainya."
Qeyla terbangun dari tidurnya. Matanya masih terasa berat, dia terbangun karena samar-samar tadi dia seperti mendengar suara orang yang sedang mengobrol.
"Em, tadi mimpi atau bukan ya? Sudah berapa kali aku mengalami ini? Di saat ku tertidur, terkadang aku seperti mendengar suara dalam tidurku. Tapi yang tadi, suara dari dunia nyata atau cuma mimpi ya?"
"...."
"Sepertinya hanya mimpi. Di sini bahkan tidak ada suara jangkrik satu pun. Lebih baik aku melanjutkan tidurku yang tertunda."
💎
"Akhirnya kalian semua sudah kembali ke akademi ini dengan selamat. Bagaimana petualangannya? Seru?"
"Seruuuu," ucap anak-anak serempak.
"Tidak," ucap salah seorang murid, yang kemudian dilanjutkan oleh murid lainnya, "sama sekali tidak."
💎
"Hai," ucap seorang murid pada Qeyla di perpustakaan.
"Eh, hai. Kita kenal?"
"Oh, enggak. Kita baru saja mau kenalan. Perkenalkan, namaku Tino. Penyihir hijau."
"Oh, kalau yang terakhir itu aku sudah tau dari warna rambut dan matamu. Oh ya, perkenalkan, aku Qeyla."
"Oh, gitu ya. Aku sudah tau namamu, kok. Siapa sih yang gak kenal kamu? Oh ya, kamu baca apa?"
"Eh, kok gitu. Aku gak terkenal, kok. Dan, aku hanya sedang baca buku cerita biasa, nih. Tadinya sih, aku mau lanjutin baca buku tentang seven diamond, tapi sedari tadi aku tidak menemukannya."
"Buku tentang seven diamond? Itu buku aslinya? Soalnya setauku, buku itu hanya bisa di buka dan di baca oleh anggota kerajaan."
"Aku udah tau sih kalo soal itu. Kayaknya sih yang waktu itu aku baca adalah buku yang bukan asli."
"...."
"Tapi, kalo isinya benar gimana?"
"Gak mungkin. Yang benar pastinya hanya ada pada yang asli."
"Alvin."
"Alvin?"
"Ya, itu. Em, kenapa dia sepertinya sering berada di perpustakaan ya? Dia baca buku?"
"Kau tidak tau? Padahal kalian kan dekat. Dia itu kan penjaga perpustakaan."
"Oh, penjaga perpustakaan. Eh, tapi aku tidak dekat ya dengannya."
"Tidak dekat? Sudahlah, jangan mengelak. Buktinya dia waktu itu sampai memohon untuk bisa masuk kelompokmu. Kurasa, seharusnya setelah kalian satu kelompok waktu itu, hubungan kalian akan semakin dekat."
"Ah, enggak. Biasa aja."
"Dia berusaha mendekatimu kurasa."
"Kenapa aku?"
"Ya, karena waktu itu dia juga mau masuk kelompokmu kan karena hanya untukmu."
"Lebay banget, deh. Gosip itu."
"Tapi, kau suka dia?"
"Em, tidak. Em, mungkin sedikit. Eh tapi jangan salah sangka dulu. Aku ini tipe cewek yang gampang suka, tapi gampang juga melupakan. Jadi, ya, mungkin karena beberapa hari ini bersamanya, aku jadi ada sedikit rasa padanya. Tapi itu pasti tidak akan lama. Karena kami sudah tidak pernah berhubungan lagi semenjak petualangan itu. Sekarang pun perasaanku sudah memudar padanya. Seperti yang sudah kubilang. Aku memang gampang suka, tapi rasa suka itu juga gampang hilang."
"O, begitu."
"Dan, sekarang pun aku menyukaimu. Kau orangnya gampang berteman. Aku suka sifatmu."
"Hahaha, akhirnya ada yang suka padaku. Tapi, apa rasa sukamu padaku juga akan hilang nantinya?"
"Ya, tergantung. Jika kita masih berhubungan, mungkin aku akan terus suka padamu."
"...."
"Eh, kok aku malah jadi seperti cewek yang ngungkapin perasaan cinta duluan ke cowok ya? Jangan terlalu di bawa ke hati, ya. Untuk cewek seperti aku yang gampang suka pada orang, jangan terlalu dianggap serius."
"Tenang aja. Gak papa, kok."
"Lagian kamu juga gak mungkin sih, suka cewek seperti aku. Aku kan seperti playgirl, suka sama banyak cowok. Tapi, aku juga gak bisa dibilang playgirl, ya. Karena aku gak pernah mainin perasaan cowok, kok. Hahaha."
"Aku suka padamu, kok. Kau mau jadi temanku?"
"Eh, tentu saja. Kenapa tidak?"
💎
I hope you like it.
Don't forget to vote and comment. 😊😘😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Light and Darkness [END]
FantasíaQeyla mungkin tidak punya peruntungan pertemanan di dunianya. Tapi, di dunia lain, ia punya. Teman yang akan menemaninya dalam kesendirian di dunia orang. Dunia yang menyimpan rahasia yang ternyata juga menyangkut dirinya dan keluarganya. Dunia yang...