"Hey, Tin. Boleh kami gabung?"
"Oh tentu saja. Em, La? Atau Li?"
"Aku Lala."
"Oh, Lala. Sulit sekali membedakan kalian berdua."
"Orang-orang banyak sekali ya yang tidak bisa membedakan kita. Jadi, apa mau dipakai sekarang La?"
"Ya. Sepertinya kita memang harus memakainya."
"Pakai apa?"
"Ini," ucap Lala dan Lili sembari menunjukkan kalung dengan liontin yang berbeda warna. Warna merah dan biru.
"Li, tolong pasangkan kalungku. Nanti gantian."
"Oke."
"Liontin kalung kalian bagus. Kalian beli di mana?"
"Kami tidak membelinya. Kami hanya memodifikasi diamond yang kami temukan saat penjelajahan waktu itu dan kami jadikan liontin kalung ini."
"Yap, betul. Lihat, sekarang kita bisa dibedakan. Aku memakai kalung yang berliontin merah, sedangkan Lili yang berliontin biru."
"Kalian cocok pakai kalung itu. Yang awalnya kalian sama sekali tidak ada perbedaan, sekarang kalian bisa dibedakan. Kalian memang kembar yang sangat identik."
"Ya, betul. Bahkan kesukaan kami pun sama."
"Hahaha, tapi kuharap kalian tidak akan menyukai lelaki yang sama, ya."
"Kami pernah merasakan hal itu. Ya, semoga saja nantinya tidak akan terulang kembali. Oh ya, sepertinya kami harus kembali ke kamar kami sekarang. Kami duluan ya Tino, Qeyla."
"Eh, ya."
"Kenapa dia bisa tau namaku? Padahal aku tidak mengenalnya sama sekali. Bahkan kembarannya sekali pun."
"Kan sudah kubilang. Siapa sih yang tidak mengenalmu? Kamu itu terlihat lebih mencolok. Ya, karena warna rambut dan matamu yang ungu. Orang-orang lainnya kan tidak ada yang memiliki rambut dan mata berwarna ungu selain dirimu di sini."
"Oh, gitu ya."
"Dan juga, kau semakin terkenal sejak kau bersama Alvin. Karena dia banyak penggemarnya di sini."
💎
"Li, tadi diamond yang lain kau letakkan di mana?"
"Masih di kotaknya. Kotaknya ada di lemari."
"Syukurlah kalau begitu. Aku takutnya Sinta melihatnya. Karena kan, di penjelajahan kita waktu itu, teman-teman kelompok kita lainnya tidak tau kalau kita menemukan diamond-diamond itu."
"Iya, ya. Kita beruntung bisa menemukannya. Selain kita jadi punya kalung yang cantik seperti ini, kita kan juga bisa menjual diamond-diamond itu. Kita bisa punya banyak uang."
"Ya. Makanya, jangan sampai ada yang tau kalau kita punya sekotak diamond itu."
"Tentu."
💎
"Eh, Tin. Menurut kamu Lala dan Lili itu bagaimana?"
"Mereka kembar yang sangat identik. Kembar kan ada yang wajahnya tidak mirip, tapi mereka sangat mirip. Mereka timidak ada perbedaan sedikitpun kalau tidak diperhatikan."
"Menurutku, walaupun diperhatikan, mereka tetap tidak ada bedanya."
"Kalau diperhatikan dari fisiknya sih memang tidak ada. Tapi kalau kamu mengenalnya, kamu akan tau, ada sedikit perbedaan di antara mereka. Sangat sedikit."
"Apa itu?"
"Dibanding Lili, Lala lebih banyak bicara. Tapi hal ini tidak bisa dijadikan penentu jika kita ingin membedakan mereka. Coba kamu bayangkan, apa kamu akan menebak siapa yang Lala dan Lili setelah menunggu mereka bicara dalam waktu yang cukup lama dulu? Enggak kan?"
"Iya, sih. Tapi, kayaknya enak ya punya saudara kembar?"
"Mungkin. Aku juga gak tau. Aku kan gak punya kembaran. Kalau sepupuku punya. Tapi mereka kembar yang tidak identik. Sifat mereka juga bertolak belakang. Jadi, mereka gak pernah akur meskipun kembar."
"Tergantung sih, ya. Menurutku sih, yang enak tuh kembar yang seperti Lala dan Lili. Mereka bisa kompak banget."
"Kamu suka anak kembar ya?"
"Iya. Menurutku, kembar itu enak. Seperti punya sahabat yang selalu ada di samping kita. Melakukan segalanya bersama. Apalagi kalo kembarnya seperti Lala dan Lili. Bisa kompak banget, saling mendukung. Kalau punya kembaran seperti itu sih, gak punya teman yang lain pun tidak masalah."
"Itu kembar yang sangat sempurna menurutku. Tapi, meskipun kita punya saudara kembar, bukan berarti kita tidak memerlukan teman lagi. Karena banyak teman kan enak."
"Iya, sih. Tapi kalau temannya saat jadi teman. Kalau saat jadi musuh? Ya, kan kita jadi cuma sendirian. Coba kalau punya kembaran yang selalu mendukung. Mau kita punya musuh sebanyak apapun, kita tidak akan merasa sendirian."
"...."
"Iya juga, ya. Huft... seandainya aku punya saudara kembar."
"Ah, ternyata kau sepemikiran denganku. Aku pun juga inginnya seperti itu. Tapi, ya gimana lagi? Emang aku udah ditakdirkan tidak memiliki saudara kembar. Dan bahkan aku adalah anak tunggal. Gak enak banget. Di rumah serasa sendirian."
"Kan bisa main dengan teman."
"Kalau lagi jadi teman sih, emang sering main. Tapi, kalau lagi musuhan, ya tinggal di rumah terus. Kesepian."
"Ya jangan sampai musuhan, dong."
"Kalau merekanya yang memusuhi? Kalau kita sudah meminta maaf tapi gak dimaafin? Kita mau buat apa lagi?"
"...."
"Dan kalau kita meminta maaf atas kesalahan yang kita pun tidak tau kesalahan apa itu, gimana?"
"Jika kita dimusuhi secara tiba-tiba, tanpa tau apa kesalahan kita, dan kita tetap meminta maaf duluan, tapi gak dimaafin, gimana?"
"Ow, sepertinya itu pengalamanmu ya?"
"Iya. Dan aku benci akan hal itu. Karena hal itu, sebelum sampai di dunia ini aku kesepian, tidak ada teman. Makanya aku ingin punya saudara kembar, agar tanpa mereka pun aku tetap bisa bahagia. Agar mereka tau, aku pun tidak memerlukan mereka."
"Tenanglah. Di dunia ini mungkin kau akan mendapat teman yang sejati, kau tidak akan kesepian lagi."
"Ya. Semoga," ucap Qeyla dengan tersenyum.
💎
I hope you like it.
Don't forget to vote and comment. 😊😘😚
AND.....
HAPPY NEW YEAR !!! 🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Light and Darkness [END]
FantasiQeyla mungkin tidak punya peruntungan pertemanan di dunianya. Tapi, di dunia lain, ia punya. Teman yang akan menemaninya dalam kesendirian di dunia orang. Dunia yang menyimpan rahasia yang ternyata juga menyangkut dirinya dan keluarganya. Dunia yang...