"Nix."
"Nix?"
"Ya, Nix. Nama Phoenix ini."
"Huh, kukira apa. Kenapa kau tiba-tiba membahas nama burungmu itu sih?"
"Ya, hanya takut lupa nantinya yang mau bilang ke kalian kalau nama phoenix ini adalah Nix. Bagus kan?"
"Halah, Nix. Kau hanya mengambil dari suku kata belakangnya kan? Phoenix jadi Nix."
"Em, iya sih. Tapi bagus juga kan?"
"Ya, ya. Bagus, kok. Tapi jauhkan burungmu itu dariku."
"Huh, mulai sekarang kalian semua harus memanggilnya dengan nama Nix."
"Ya, ya. Nix. Lalu, kita mau bagaimana ini? Bagaimana cara kita untuk melewati lumpur ini?"
"Em, mungkin aku dan Natan bisa membantu."
"Hah? Bantu apa Vin?"
"Mungkin, kita bisa membekukan lumpur ini," ucap Alvin tidak yakin.
"Oh, iya, ya. Hah, kau terlalu menjadi lelaki pendiam, Vin. Kenapa kau tidak bilang dari tadi?"
"Dia bukannya terlalu pendiam. Tapi dia terlalu cuek."
"Tapi........"
"Tapi apa Win?"
"Hehe, tapi walaupun dia cuek ke yang lainnya, kalau aku perhatikan, dia gak bisa cuek kalau berkaitan dengan kau, Qey."
"Apa sih kamu? Enggak, ah. Em, udah, kenapa kalian melihatku seperti itu? Natan, cepat bekukan lumpur itu agar kita bisa segera menyeberanginya."
"Kenapa hanya aku? Si pemberi ide tidak disuruh?"
"Ya, tentu saja dia juga. Sudah, cepat lakukan."
"Iya, Princess Qeyla."
💎
"Kak, Kak El suka huruf apa aja? Kalo aku suka huruf L."
"Pasti karena namamu Linda kan?"
"Hehe, iya. Biasanya sih, orang kan emang suka dengan huruf yang ada hubungannya dengannya. Ya, seperti nama awalan. Pasti Kak El suka huruf E kan?"
"Iya, dong. Tapi Kak El juga suka huruf A dan Q."
"A dan Q? Apa itu?"
"A untuk Azura, dan Q untuk, em, Queen. Karena Kakak ingat dengan ibunda."
"O, gitu."
"Iya. Lagian kamu kenapa nanya nanya itu sih?"
"Ya, cuma main-main aja, Kak."
"Kalo kakak suka angka berapa?"
"Nah, sekarang kamu nanya angka kesukaan."
"Buat mengisi kekosongan aja, Kak. Buat bahan omongan."
"O, gitu. Em, kalo Kak El sih suka angka tujuh."
"Tujuh? Kenapa Kak?"
"Ya, karena angka tujuh itu istimewa. Coba kamu fikir, warna pelangi ada tujuh. Diamond yang istimewa itu juga ada tujuh."
"Iya, ya. Aku jadi suka angka tujuh juga deh, kalo kayak gini."
"Hahaha,"
"Kalo warna? Em, pasti sih Kak El suka warna ungu. Iya kan?"
"Iya, dong."
"Hah, sudah kuduga."
💎
"Aaaaaaaaaa, aduh."
"Aw, kau hati-hati dong, Qey. Kita jadi kepeleset, nih."
"Iya, iya, maaf, Tan."
"Sini Qey, biar aku bantu."
"Makasih, Arin."
"Sama-sama," ucap Arin dengan seulas senyuman manisnya.
"Aaaaaaaaaaauuuuuuuu, aduh."
"Hahahahaha, Ara, kau kenapa? Lihatlah dirimu."
"Iya. Kau jatuh lebih parah daripada aku. Lihat dirimu. Kau jatuh tengkurap dengan burungmu itu di atasmu."
"Huh, sudah kubilang panggil dia dengan sebutan namanya. Namanya sudah bagus, juga. Nix. Ingat, Nix," ucap Ara sambil merapihkan dirinya yang sedikit berantakan.
"Ya, ya. Nix. Ingat, Nix. Sekarang kita mau ke mana?"
"Em, sudah malam. Lebih baik kita buat tenda sekarang. Mencari sesuatu malam-malam begini sangatlah sulit. Yang ada, nanti bukannya kita menemukan apa yang kita cari, kita malah bertemu dengan sesuatu yang berbahaya. Aku pastinya tidak mau mengambil resiko itu."
"Huft...... Kalo itu sih, aku juga gak mau. Lebih baik aku tidur sekarang. Cape'. Lagian mencari hal yang gak pasti mah, gak usah sampai segitunya. Buat cemilan aja."
"Aaahhhh, ya udah, kalo gitu, siapa yang mau tidur denganku?"
"Kau tidur berdua dengan Alvin di luar tenda. Kalian harus berjaga-jaga."
"Hah? Kok gitu?"
"Karena, tendanya kan cuma satu, Natan. Cowok ngalah dong, tidur di luar. Dan kalo urusan tidur, kalian berdua bisa gantian tidurnya, kok."
"Huft.......... baiklah. Alvin, kau jaga pertama. Aku mau tidur duluan. Ngantuk."
"Hem."
💎
"Hoammmm, jam berapa ini, ya. Tapi kayaknya sih belum pagi. Eh, itu siapa, ya yang lagi jaga? Itu ada yang tidur di luar dua, dan yang jaga juga dua. Siapa ya? Yang perempuan lengkap, kok. Em, liat gak ya? Tapi takut. Udah ah, gak usah. Yang penting aku ada di dalam tenda. Aku aman di sini."
💎
"Aduh, aku masih ngantuk, nih."
"Eh, semalem kan yang jaga duluan Alvin, bukannya seharusnya yang jaga terakhir itu Natan? Kok Natan malah baru bangun?"
"Oh, iya, ya."
"Eum, mungkin Alvin lagi gak ngantuk akhir-akhir ini, jadi dia terus deh yang jaga. Soalnya aku sih gak jaga semaleman ini."
"Emang kamu gak ngantuk Vin?"
"Em, eh, enggak. Lagi gak bisa tidur akhir-akhir ini."
"Oh, iya. Aku tadinya pingin nanya sesuatu. Tapi aku lupa deh mau nanya apa. Apa, ya?"
"Tentang apa?"
"Em, apa ya? Ah, sudahlah. Aku lupa."
"Oh, iya. Tadi aku menemukan sebuah pohon, dan pohon itu berlubang besar. Mungkin aja di dalamnya ada tempat tersembunyi seven diamond?"
"Kalo gak ada?"
"Em, apa salahnya kalo kita mencoba."
"Ya udahlah, ayo kita beresin dulu ini semuanya."
"Gak usahlah. Entar kita balik lagi ke sini. Tempatnya gak jauh, kok."
"Udah, beresin aja sih. Entar kita cari tempat lain untuk bangun tenda. Kita gak boleh terus-terusan di sini."
"Ya udah, deh."
💎
"Nah, ini tempatnya. Ayo kita masuk."
"Kok gelap ya?"
"Nih, aku ada senter."
"Maka- Aaaaaaaaaaaaa. Lari semuanya!"
💎
I hope you like it.
Don't forget to vote and comment. 😊😘😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Light and Darkness [END]
FantasiQeyla mungkin tidak punya peruntungan pertemanan di dunianya. Tapi, di dunia lain, ia punya. Teman yang akan menemaninya dalam kesendirian di dunia orang. Dunia yang menyimpan rahasia yang ternyata juga menyangkut dirinya dan keluarganya. Dunia yang...