"Sejak kapan penyakit ini diketahui?" tanya Edward kepada Johnathan Graham, ayah Claire.
"Kami baru saja mengetahuinya. Tapi tanda-tandanya sudah ada sejak beberapa waktu lalu, kami mengabaikannya," jawab Mr. Graham.
"Kasihan Claire, harus bisa menerima beban seberat ini," desah Rachel. Mereka hanya bisa menatap Claire dari jendela kamar. Sedangkan di dalam kamar ada Alexis yang menemani Claire sejak dari mobil ambulance sampai ke rumah sakit.
"Edward, aku ingin tahu. Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu waktu itu? Maksudku kepada Alexis," tanya Johnathan.
"Apa maksudmu, John?" tanya Edward tak mengerti.
"Ayolah, aku tahu kau pasti punya sesuatu atau tahu sesuatu tentang bagaimana anakmu bisa sembuh," jawab Johnathan. "Apa yang terjadi dengan kalian dulu sampai-sampai Alexis yang seharusnya sudah divonis mati dalam dua bulan bisa sembuh total seperti tidak pernah sakit sebelumnya?"
Edward memicingkan mata. "Jadi maksudmu aku melakukan sesuatu kepada Alexis atau menerima sesuatu? John, aku sudah berkali-kali bercerita kepadamu. Aku hanya berdo'a di gereja kemudian keajaiban itu datang."
Johnathan pun protes. "Kalau keajaiban itu bisa datang kepada Alexis, kenapa tidak kepada putriku? Aku memohon kepadamu berikan keajaiban itu kepada putriku."
Edward menghela nafas. "John, dengan berat hati aku tak bisa melakukannya. Itu di luar kendaliku."
"John, cukup sayang!" Anya menimpali dengan suara tinggi.
Johnathan menghela nafas. Dia tahu agak kelewatan. "Maaf. Maafkan aku. Aku hanya... permisi!" Mr. Graham kemudian pergi meninggalkan semua orang.
"Maafkan dia, aku tahu ini sangat berat bagi dirinya, bagi kami," ucap Mrs. Graham.
"Aku tahu Anya, kami juga pernah dalam keadaan seperti ini sebelumnya," terang Mrs. Maxvile. Edward kemudian merangkul istrinya.
"Bagaimana kata dokter tadi?" tanya Edward.
"Dia terkena kanker leukemia, sama seperti Alexis dulu. Kami tak pernah mengetahuinya sampai beberapa waktu lalu hingga kemudian Claire mengeluarkan darah dari hidungnya. Kalau biasanya mimisan itu hanya terjadi beberapa saat tapi ini sering dan Claire sering mengeluh kepalanya pusing. Yang paling membuatku khawatir adalah mimisan itu darahnya banyak sampai-sampai aku tak sanggup untuk membersihkannya," jelas ibundanya Claire tersebut.
"Itu mungkin masih gejala awal. Tidak seperti Alexis dulu, bahkan sampai ada pendarahan di gusinya. Yang paling parah adalah dia sampai merasa sakit pada tulang belakangnya. Hal itu menyebabkan ia sulit bergerak bahkan untuk bisa turun dari tempat tidur saja susah. Kamu jangan cemas Anya, dia terdeteksi masih awal terkena ini, belum sampai ke dalam keadaan yang parah," hibur Edward.
"Tapi dia masih remaja, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang ini, hikss...," Anya kemudian menangis. Rachel lalu mencoba menenangkannya dengan memberinya pelukan. Edward pun menghela nafas. Ia juga tak tahu harus berbuat apa dalam keadaan ini.
Sementara itu di dalam kamar, tempat yang sebenarnya tak nyaman bagi Claire dan Alexis. Keduanya tampak membisu satu sama lain. Sejak Claire telah mendapatkan kamarnya Alexis selalu mendampinginya dengan tangannya selalu di genggam oleh pemuda itu. Alexis merapikan rambut Claire beberapa kali. Claire hanya tersenyum, tanpa berkata apapun. Terlebih hal itu serasa biasa dilakukan oleh mereka ketika saling menenangkan diri.
"Kau tak cerita kepadaku," ucap Alexis.
"Cerita apa?"
"Tentang penyakitmu ini," ujar Alexis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-sayap Langit #wattys2016 [Complete]
FantasyCerita untuk wattys2016. Langit tak pernah meminta dia dilahirkan dengan sepasang sayap di punggungnya. Namun sayapnya berbentuk aneh, sayap sebelah kanan seperti sayap seekor angsa, sayap sebelah kiri seperti sayap seekor kelelawar. Dia selalu me...