1.0 Chicago

8.7K 547 198
                                    

Tiga hari sebelum Pertemuan Holy Groot.


Di dalam kegilaan yang belakangan ini mulai melunak, hidupku selangkah lebih aman dan dua langkah lebih sulit. Keberuntungannya, perang sudah berakhir di luar sana. Aku tidak akan memperpanjang mengenai apa saja masalahku belakangan ini. Namun, hidup tanpa Mom dan Dad adalah titik terberat dalam hidupku. Salah satu pesannya adalah: kami harus mencapai Chicago dengan selamat.

Berada di dunia yang luluh lantak memang menyesakkan. Nyawa adalah taruhannya. Dengan rasa haru dan lega saat aku dan adikku resmi diterima di Chicago enam bulan lalu--karena berhasil menuruti keinginan Mom yang nyawanya direnggut di Brooklyn--aku merasa hidup tanpa ancaman di salah satu dari lima kota besar paling stabil.

Namun, kurasa hidup setelah perang akan lebih menantang lagi. Sebagai pemuda di kota, aku wajib mengikuti sebuah organisasi besar bernama Hexha. Biar kusebut itu sebagai tentara kecil Chicago yang isinya anak-anak muda. Setiap bulannya, aku mengikuti tes kemampuan fisik. Nilai di bawah rata-rata tidak akan diberi uang bulanan oleh pemerintah. Dan, kami selalu berusaha untuk mencapainya. Berlatih giat demi hidup lebih lama daripada dibuang dari kota.

Biasanya, aku dan Shasha berangkat di waktu subuh. Jarak Blok 7--rumah rangsakku--dengan Pusat Kota terbilang jauh. Kami harus melewati jalanan lurus tanpa hambatan sebelum melewati gerbang pembatas antara Blok 7 dan Pusat Kota. Namun, begitu kami melewati gerbang pembatas, manusia di mana-mana.

Kebanyan adalah para anggota Hexha yang hendak berangkat sebelum matahari terbit. Beberapa burung menghalangi di tengah jalanan besar dengan cuitan-cuitan melengking. Pemandangan memuakkan akan Chicago selalu kutemui setiap harinya. Gedung-gedung tinggi hampir runtuh. Hanya beberapa lantai yang terpakai. Dan, yang paling mengesalkan adalah tidak berfungsinya lampu jalanan.

Saat matahari masih bersembunyi, aku dan Shasha menghadapi kegelapan demi mencapai Gedung Hexha. Paling buruk adalah saat-saat di mana suhu masih berada di titik terdinginnya. Terlepas dari itu, bau-bau tak sedap dari gang-gang kecil di antara kumpulan gedung tinggi semakin membuat perutku mual.

Kota sangat sepi sebelum pukul delapan, dan kami lebih sering menemukan para pemuda Hexha daripada manusia paruh baya dan nenek-nenek pikun di waktu subuh seperti ini. Setelah melewati jalanan bolong dan retak, biasanya kami sampai di Hexha pukul setengah tujuh. Ada bimbingan awal dari masing-masing ketua regu--omong-omong ketua reguku memang tampan, tetapi terlalu cuek. Lima anggota reguku yang kebetulan seluruhnya lelaki, terlalu tengil dan lebih suka mengolok-olok selama latihan fisik yang sangat brutal itu berlangsung.

Selanjutnya, setelah segala latihan demi mempersiapkan tes bulan depan, kami pulang pukul tiga sore. Biasanya, Shasha menungguku di halaman depan Gedung Hexha dan kami mulai bertukar obrolan. Rambutnya pirang sebahu dan halus. Dia memang tangguh, tetapi lembut tiap kali menuturkan kata-katanya. Wajah gsdis itu sering kali memerah dalam keadaan-keadaan tertentu.

Suhu panas menyengat kulit kami begitu jadwal selesai dan meninggalkan Gedung Hexha. Aku agak kesal karena Shasha lebih antusias terhadap kertas-kertas menyebalkan yang tertempel di setiap dinding bangunan, dengan embel-embel; Chicago Telah Aman, Perang Telah Selesai. Aku tidak berminat sama sekali.

Namun, Shasha memang semangat mengenai hal itu. Apa pun yang menurutnya menarik, akan diperhatilan lebih dalam. Shasha berjalan di sisi dinding-dinding bangunan, terdiam dua menit untuk membaca sambil menyipitkan kedua matanya.

Perang besar terjadi bertahun-tahun lamanya, semuanya nyaris hancur--bukan sekadar wilayah. Namun, peradaban manusia.

Setiap negara memiliki konflik yang serius; berpihak, berperang, perbedaan pendapat. Sampai akhirnya tak memiliki kepercayaan satu sama lain.

Xaviers (Tamat - Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang