Up in Flames - Coldplay
***
Dua orang paling berpengaruh dalam hidupku, sudah kusaksikan mati pada hari yang sama. Aku sadar bahwa perjalanan hidup mereka jauh dari kata layak. Kebahagiaan hanya angan-angan tanpa kenyataan, sampai akhirnya nyawa mereka melayang dengan cara yang sama sekali tidak pantas. Mungkin, keadaan yang kusaksikan ini hanya segelintir peristiwa di antara peristiwa-peristiwa lain yang sedang terjadi di belahan bumi lain. Banyak yang merasakan dan mengalaminya di luar sana, termasuk aku.
Pagi ini mendung. Awan tebal tetap menguasai langit, dan udara dingin memenuhi udara, meremangkan tiap-tiap inci bagian tubuhku. Sisa-sisa rasa sakit ini masih membuncah kala mengembuskan napas sembari menyaksikan Shasha. Terkadang, aku tidak sadar bahwa gadis dalam pandanganku adalah adikku sendiri. Terlalu jelas saat menyaksikan momen di mana napasnya tercekat dan berhenti untuk selamanya.
Aku selalu ingat akan Shasha saat dirinya menunggu hujan datang, kemudian mengeluarkan diri dari ruangan karena tidak ada hal lain yang dapat membuatnya sesenang itu. Bukan karena aroma petrichor yang merebak setelahnya, tetapi setiap tetesannya dapat meleburkan bau-bauan api. Sisa-sisa perang dan aromanya langsung lenyap begitu hujan turun. Shasha membenci keadaan dunia yang sekarat. Menurutnya, tetesan hujan dapat meringankannya, walaupun hanya sesaat.
Dan, kini aku mengharapkan tetesan air itu jatuh, terlepas dari kemungkinan bahwa aku akan mengikuti jejak Shasha; mati beberapa waktu lagi. Aku mendongak ke arah si pria klimis yang memberi seringai buas, sedangkan tatapan matanya menusuk lebih dalam terhadapku.
Dia bukan manusia.
Tatapanku beralih, menyaksikan kehidupan Shasha Prime yang telah mencapai bagian akhir, kemudian kudapati dirinya roboh ke tanah dengan mata yang masih membuka. Darah melumuri sekitaran kepalanya, sisa-sisa memar di bagian tubuhnya masih terpampang jelas. Gadis itu baru saja menyusul Mom dan Dad, menyusul Alec ke kediamannya.
Tidak ada kata maaf yang terlontar dari mulutku saat kami dipertemukan untuk kali terakhir. Shasha sudah kehilangan segalanya semenjak itu, dan dia terlihat putus asa. Terlalu bebal saat diriku tidak bisa menuntun adiknya sendiri menuju tempat yang tepat, mengantarnya ke keadaan yang sesuai dengan apa yang ia idamkan. Setidaknya, berjuang bersama-sama, bukan meninggalkannya sendirian di kota.
Aku menahan sebesar apa pun tangis yang akan pecah, biarpun luapan emosi sudah menggelegak di tenggorokan. Hatiku memang sakit tiap kali menatap jasadnya.Semua sama kagetnya. Tentu saja masing-masing dari mereka baru saja menyaksikan aksi pembunuhan. Keheningan yang neliputi keadaan kali ini--tanpa ada kalimat yang terlontar akibat sisa-sisa aksi Jenderal Doug--hanya rangkaian embusan napas sirat rasa takut sejauh apa yang bisa kudengar ke telingaku. Sempat kulihat kala Haley menatap Shasha sampai akhirnya air matanya jatuh ke pipi. Bibirnya pun ikut bergetar.
Namun, semua itu langsung terhenti. Ada satu pemandangan yang menyadarkan Haley di tengah atmosfer kengerian yang merebak. Aku mengikuti arah pandangnya, yang jatuh ke arah Mergan.
"Drew...," bisik Haley, bibirnya nyaris tidak bergerak saat mengatakan hal itu. "Lakukan ... sekarang juga."
Pikiranku terpaksa memutar ke arah percakapan yang lalu. Satu-satunya bom yang tersisa ada pada Drew.
Di tengah-tengah sekumpulan tentara yang melingkari posisi kami, Drew menyambar kantong yang berada dalam jarak dekat jangkauannya--tepat berada di pinggang lelaki itu--kemudian, tangannya yang dua kali lebih cekatan, terayun dan melambungkan sebuah bola besi ke permukaan.
Adrenalinku kembali terpacu. Suara asap menyambut tindakan Drew yang mendadak. Haley berdiri dan menyambar bahuku, tatapannya terpacu ke arah Mergan yang melakukan hal serupa; wanita itu--Mergan yang kali ini terlihat hancur--mengeluarkan bola besi dari balik dadanya. Wanita itu ... berteriak nyaring. Setiap detiknya, pandanganku mengabur karena asap tebal yang membumbung. Keadaan serta-merta berubah kacau, suara peluru pecah dari segala sisi berlawanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Xaviers (Tamat - Proses Revisi)
Science FictionPemenang Wattys 2017 dalam kategori Storysmiths. Rank # 5 on Sci-fi 26-01-'18 Ada sesuatu yang membuat gadis itu merasa mendapatkan jati dirinya. Berusaha bertahan hidup walaupun satu hari, demi hidup aman di suatu masa. Dalam perjalanan panjang m...