8.2 Arrival II

730 92 19
                                    

Dua minggu lebih satu hari terlambat up. Mengesankan.

Adegan ini kubuat sebaik mungkin (sebagai balasan karena ngaret update). Semoga berhasil, ya.

Leave vomments, pls?

***

Saat segalanya berlalu, naluriku mengatakan bahwa hidup tidak ada artinya lagi. Terlalu banyak yang terenggut kemudian hilang selamanya. Kau akan terkesan jika merasakan kesendirian tak berujung. Hal ini yang melandasi kehidupanku selanjutnya--benar-benar tidak tahu siapa lagi orang yang kumiliki. Aku baru saja melihat darah yang bersimbah, detik ini keluh kesah bedebah yang seakan melingkar di sekitar jarakku.

Setidaknya, aku pernah berharap untuk tidak lagi bernapas sebelum ini, tapi keinginanku belum terwujud. Waktuku masih berjalan dan sialnya, detik-detik mulai kurasakan mengiringi degupan jantungku. Aku tidak kunjung mati.

Sampai akhirnya aku merasa cukup muak setelah mendengar suara-suara itu; mataku membuka. Samar-samar suasana ganjil makin jelas tiap kali aku mengerjapkan mata. Rasanya perih walau aku tidak merasakan cahaya matahari yang membentang lalu menyorot mukaku. Awan kelabu tampaknya sedang membumbung di garis horizon.

Fakta pertama yang kudapati adalah munculnya figur seorang gadis yang menaungi kepalaku begitu aku tengadah. Dia menebar senyum sirat lega, seakan sebagian masalahnya lenyap begitu kami bertukar pandang. Hal ini yang menjadi penyebab utama mencelusnya jantungku, menyadari bahwa wajah dengan rahang tinggi itu adalah Haley--si gadis tangguh nan galak. Dia sadar bahwa aku menatapnya cukup lama, sehingga dirinya melontarkan sederet huruf yang kemudian membentuk satu kata dengan nada rendah. "Alessa."

Suaranya masih saja sama, dan menyebabkan beberapa momen yang lalu mencuat kembali.

Aku tidak menjawab. Rasanya kosong begitu kau bangun dan menyadari bahwa tidak ada lagi hal-hal yang mengisi hidupmu. Aku benci menunjukkan keberadaanku, bahkan lewat edaran pandang sekalipun.

"Dia sadar," ucap Haley tenang, tetapi ada kelegaan dalam sorot matanya.

Ada satu amarah yang menggelegak di tenggorokan begitu mataku membuka. Aku cukup sadar untuk menahan diri karena nyatanya kematian sudah merenggut Edgar. Sampai detik ini pun, aku belum cukup mengerti mengapa ada yang membelok dalam sepanjang perjalanan kami, sehingga mengacaukan segalanya.

Aku benci saat air mataku tumpah, dan aku berjanji untuk tidak melakukannya lagi. Sialnya, cairan-cairan menyebalkan sudah terlanjur menggenangi sudut mataku. Sebagian dari diriku berusaha mengendalikan perasaan dan menelan bulat-bulat mengenai fakta bahwa Alec telah hilang selamanya.

Haley tetap dalam posisi asal dan tampak memiliki opsinya sendiri dengan cara bungkam. Dia mengedepankan tindakan yang nyaris berlalu begitu cepat. Gadis itu membungkuk, mengangkat punggungku dalam embusan tenang. Selanjutnya, dekapan erat menguasai tubuhku. Haley memelukku dengan lembut tanpa menerima balasan apa-apa dari gadis yang dipeluknya.

Tindakannya yang terlampau singkat memberikan kesan tersendiri, seolah-olah kilas balik masa-masa hidupku di Chicago beterbangan mengitari posisi kami, kemudian terpecah berkeping-keping dan memberi efek kelegaan yang selanjutnya meliputi perasaan kami. Ada satu kehadiran yang muncul begitu kau menerima sebuah pelukan dari seseorang, walau rasanya kalut tak tertahankan.

"Tarik napasmu," ujar Haley setelah melepas pelukannya. Suaranya adalah salah satu yang paling tenang dari suara mana pun yang pernah kudengar.

Aku masih saja terdiam, enggan memberikan respons karena suasana ganjil mendominasi keadaan sekitar; dimulai dari desiran angin dari arah timur yang menerbangkan dedaunan dan debu-debuan kecil, atau aroma api yang kentara menyengat indra penciuman. Aku tengadah ke awan mendung, seakan-akan tidak menyadari keberadaan Haley di hadapanku.

Xaviers (Tamat - Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang