1.5 Hexha

2.1K 254 49
                                    

Suara nyaring itu terus berdengung di telingaku dengan kata-kata samar yang tak dapat kuterima. Seluruh rasa sakit yang mendera sekujur tubuhku semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Dan, semua itu berakhir karena kegelapan telah merenggutnya.

***

Entah apa yang kurasakan sebelumnya. Namun, aku terpental di udara dan bangun dengan keterkejutan penuh. Temaram cahaya mulai berpendar dari satu titik fokus. Perlahan-lahan, segalanya menerang. Tidak ada suara-suara yang beradu, tidak ada lagi teriakan putus asa. Karena, aku ada di tempat yang berbeda.

Begitu nyawaku terkumpul, sebuah meja besi kecil menampakkan keberadaannya. Hanya saja, bukan itu yang membuatku terkejut, melainkan sebuah setelan khas Hexha yang terlipat rapi di atas sana.

Melihat itu, aku sadar diri. Alessa Prime telah kalah dalam pertandingan. Tentu saja hal sebelumnya masih berada di kepalaku. Haley menang, gadis itu tetap berada di posisinya, tetap menjadi anggota Hexha.

Dengan begitu, aku yakin bahwa diriku bukan yang terpilih. Tidak ada lagi uang bulanan, tidak ada lagi perjuangan untukku agar bisa melewati tes fisik bulan depan. Semuanya terhenti. Ya, mungkin Chicago kekurangan dana, lalu akan membuangku kemudian.

Itu satu-satunya pikiran jangka pendekku mengenai Chicago dan Hexha.

Di ruangan serba putih ini, aku terbaring di atas dipan keras. Bayangan Shasha seolah berputar-putar di udara. Apa nasibnya hari ini?

Jika gadis itu persis sepertiku, kurasa keadaannya sedang tidak baik-baik saja. Kebrutalan lawan saat pertandingan tadi, sudah cukup untuk membuat seluruh tubuhku kesakitan. Jadi, aku tidak cukup berani untuk membayangkan keadaan Shasha hari ini.

Berusaha membuang segala pikiran negatifku itu, kubulatkan niat untuk mengambil seragam hitam Hexha. Secarik kertas terjatuh perlahan-lahan begitu jemariku menarik rompinya.

Ada sesuatu yang mereka selipkan dan, seharusnya kubuka isinya.

Selamat tinggal,

Kau telah berusaha, tetapi, kau bukan seorang Hexha sekarang. Selamat bersenang-senang.

Dan kalian yang pertama mendapat sebuah undangan langsung dari Jenderal Doug--ingat itu, walaupun kalah, kalian mendapat undangan spesial.

Datanglah ke Holy Groot, tepat pukul sembilan pagi esok hari.

-

Aku menatapnya. Ruangan serba putih ini memang mengerikan. Terlebih saat setelah aku selesai membaca isi kertas tersebut. Namun, seluruh tubuhku terasa lebih baik dari sebelumnya. Jika saja aku bisa pulang hari ini, aku akan menemui Alec dan, pria itu akan memberikanku solusi untuk menjalani hari-hari selanjutnya. Aku tidak tahu seberapa kaget dirinya saat mengetahui bahwa aku resmi tersingkirkan dari Hexha.

Dalam segala pikiran yang sedang berkecamuk di otakku, pintu besi terbuka lebar, seorang pria menampakkan diri dari baliknya. Rambut hitamnya tampak rapi dan klimis, tubuhnya tinggi dan kurus.

"Alessa Prime," katanya. "Ikut aku, kau bisa pulang hari ini."

Sekejap, aku merasa bingung akan kedatangannya. Pertama, aku tidak tahu siapa dirinya, alih-alih kuanggap sebagai petugas medis. Kedua, aku tidak tahu-menahu mengenai motifnya.

Kudorong sebisa mungkin kepalaku, mulai menatap lekat-lekat lelaki itu. Di dalam memoriku, aku pernah melihatnya beberapa kali saja. Dia adalah salah satu pelatih regu lain di Hexha. Aku melihat dirinya di tempat itu--saat reguku berlatih di luar gedung. Dan kurasa, pemuda itu memiliki koneksi yang baik dengan Ed. Mereka saling mengenal.

Xaviers (Tamat - Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang