7.1 Arrival

736 108 32
                                    

BERITA BAIK!

XAVIERS memenangkan Wattys 2017 dalam kategori Storysmiths!!!

Tanpa dukungan kalian, X ggak akan sejauh ini, hehe. Terima kadih banyak. ^^

Happy reading! Leave vomment, pls?

***

"Jadi, bualanku saja belum cukup untuk mengubah suasana menjadi lebih menarik. Bagaimana jika kita beraksi?" Delillah sudah meraba goloknya, bersiap-siap jika sewaktu-waktu ada yang memulai penyerangan di antara kami.

Bibirnya tidak terlihat bergerak saat berkata, giginya mengatup. Jadi, kukatakan bahwa suara pria itu bagai manusia yang sedang dilanda sariawan akut.

"Oke, di mana truknya?" tanya pria berbadan besar, dengan dengusan menjijikan dari hidungnya.

"Satu belokan lagi ke kiri, di depan sana." Haley berbasa-basi dengan lembut, walaupun sebenarnya ingin menempeleng Delillah saat berbicara blakblakan. Emosi gadis itu sudah di ujung tanduk.

Semakin detik-detik berjalan, suasana semakin menegang. Jalanan besar Denver seharusnya penuh dengan manusia. Namun, begitu kami berada di belokan terakhir, segalanya lengang. Seperti biasa, bau-bau ban terbakar serta asapnya menyergap hidungku.

"Sebenarnya di mana kalian tinggal, Tuan-Tuan?" Drew terkekeh, sekalian berbasa-basi.

"Mana truknya?!" Hanya saja, respons mereka sangatlah monoton. Dan, yang pasti perutnya sudah tidak tahan lagi menahan rasa lapar--di balik tubuh besar yang ia miliki.

"Kalian tinggal di jalanan? Atau ... apartemen rangsak? Hei, tempat ini sama sekali tidak ada unsur enaknya." Delillah mengikuti Drew, memperjelas dengan nada menantang yang kentara.

"Diam atau kubunuh kalian!! Bajingan!" Amarah si pria besar mendadak kambuh. Seketika, kami terperanjat dan berbalik--lebih mengambil ancang-ancang untuk beraksi.

"Jangan ada kekerasan di antara kita, oke?! Selesai." Alec menepis tanganku yang hendak membawa pisau lipat, sementara netranya terpacu ke arah beberapa gelandangan di hadapan kami.

"Sialan kau! Sialan!!" Tubuh besar pria itu tak terlendali dan bergerak dengan kecepatan tinggi--lebih merujuk ke arah Delillah yang sedang mengambil napas megap-megap. Pria itu makin menjadi atas aksinya. Dengan puas dan mudah, Delillah mengambil golok di punggungnya seraya meneriakkan sesuatu. "Waktunya beraksi."

Dua orang lain dari pihak Denver serta-merta terkejut dalam waktu sedetik. Mereka berusaha menarik-narik baju koyak kawannya dan nyaris tersungkur. Pria gempal itu menyudutkan Delillah ke permukaan dinding sebelum ia menebaskan goloknya mentah-mentah. Sementara, kami menghindar dengan cepat. Kakiku sangat, sangat kebas karenanya.

Drew sudah tidak mau ambil pusing dan mengeluarkan sebuah pistol. Bulir-bulir keringat mengucur di wajahnya. Sementara Haley menatapku waspada, dalam waktu sebentar saja saat kami mencapai kota ini, raut wajahnya sudah ternodai debu-debu hitam.

"Penipu!!" Dapat jelas kulihat, air liur pria itu memancar di hadapan Delillah yang merespons dengan seringainya--walau ia menyadari bahwa dirinya sedang tersudut.

"Hentikan, hei. Hentikan!" Dua orang dari Denver berteriak seraya melerai baju si pria besar. "Kita belum dapat makanannya. Bisa apa kau jika pulang dengan tangan kosong? Memakan serpihan kaca lalu mati? Buka pikiranmu, Bodoh!"

"Benar. Kenapa tidak bersabar sedikit, sih?" Drew berkata-kata sambil menurunkan pistolnya. "Jadi, lepaskan kawanku dan mari berjalan lagi. Cepat, cepat!"

"Dan jangan pernah memberitahukan keberadaan kami ke kepolisian setempat, ingat itu." Haley menambahi dengan tegas--walau sebenarnya kami tahu bahwa pihak Chicago sudah mengetahui keberadaan kami lewat alat besi di tanganku--dan sudah cukup untuk membuat emosi Haley meluap.

Xaviers (Tamat - Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang