Malam ini, Eleanor menawariku untuk bermalam di rumahnya. Aku tidak bisa menolak tawaran itu, mengingat betapa banyaknya pembicaraan-pembicaraan yang akan kami lakukan setelah sekian lama tidak bertemu.
Namun, masalahnya tubuhku terlalu lemah untuk melakukan satu aktivitas lagi. Efek dari tergelincir dalam kecepatan tinggi saat itu memang menyakitkan. Dan, itu sama sekali tidak keren. Kami terpeleset tanpa mengetahui bahwa permukaan yang kami pijak menurun secara drastis.
Eleanor merebahkanku di tempat tidur beberapa waktu lalu. Wanita itu belum mengizinkanku untuk bangun dan masih duduk di sisiku; mengamati, tersenyum, dan berbicara banyak. Seolah hari itu perasaanku mulai membaik.
"Kurasa aku beralasan sama sepertimu. Berlari ke Amerika untuk menyelamatkan diri dari serangan Rusia." Eleanor tersenyum getir. Percakapan kami sudah berlangsung lama. "Hanya saja aku hidup sebagai gelandangan untuk sementara setelah mengetahui bahwa beberapa kota besar tidak menerima penduduk secara asal-asalan."
"Mereka menyebut British sebagai parasit." Aku tertawa sesaat sebelum melanjutkan kembali. "Selalu ada orang yang tidak menerima keberadaan orang-orang Inggris."
Eleanor mengangkat kedua alisnya. "Tentu saja. Saat Amerika memberi bantuan atas serangan Rusia yang diluncurkan ke London, mereka membuka sedikit kuota untuk kami. Hanya saja, mereka menyebut kami sebagai penghambat atau semacamnya. Biarkan hal itu terjadi, Alessa Prime. Yang terpenting, aku bisa melihatmu lagi."
Aku tersenyum terhadapnya. Ia mengatakan bahwa di sini galaksi bima sakti bisa terlihat dengan jelas, mengingat diriku yang sering keluar di malam hari hanya untuk melihat bintang walaupun itu sedikit. "Tidak ada lagi kota dan cahayanya. Aku merasa bebas," sahutku--yang sebenarnya menyukai saat-saat seperti ini, dan ingin berbicara di luar sana.
"Masuklah!" seru Eleanor lantang saat mendengar ketukan dari pintu.
Aku sedikit mendongakkan kepalaku ke arah pintu. Ed muncul dari baliknya, membawa semangkuk makanan yang kuanggap sup hangat. Asapnya menyebar, terutama aroma yang tercium di hidungku."Alasanmu untuk bertemu dengannya?" tanya Eleanor, terkesan dingin.
Lelaki itu mengulum senyum. Barangkali ada suatu hal yang pas untuk menjawab celotehan Eleanor, Ed masih tetap membisu tanpa membuang tatapannya ke arahku--selalu tajam dan hangat.
"Makan malam," kata Ed, melewati Eleanor dan terduduk di sisiku. "Sebelumnya, maaf, aku lupa membawa sendok."
"Artinya adalah: aku harus mengambil sendok," timpal Eleanor. Aku tertawa melihat bagaimana ekspresi di wajahnya.
Wanita itu lantas berdiri ke arah meja di ujung ruangan. Ada beberapa sendok yang tersimpan di keranjang kecil. "Makanlah, Ms. Prime." Eleanor menyodorkan sendoknya ke arahku. Sementara, Ed tidak beranjak dari sisiku. Lelaki itu masih terdiam.
"Kau sudah makan?" tanyaku terhadap Ed, sambil menyeruput sup yang agak panas.
Ed mengangguk lembut, dan angkat bicara. "Bagaimana keadaanmu?"
"Biarkan dia makan dahulu." Eleanor menepuk bahu Ed ketus. "Sekujur tubuhnya luka dan berwarna biru, ditambah keadaannya terlalu lemah saat ini. Aku yakin perjalanan kalian penuh rintangan, kan?"
"Tentu saja. Dan, kau tidak tahu apa yang menghambatnya?" Ed balik bertanya, agak menyindir, tetapi lelaki itu langsung melanjutkan, "Kukira para penjaga Shelter Dome yang terlalu kejam."
"Salah paham. Walaupun itu perintah langsung dari Mr. O'Reilly, sebagian rencananya adalah otakku. Maafkan, oke?" Eleanor berdiri dari duduknya, membawa jaket jins yang tergantung di dekat jendela. "Sebenarnya, aku merindukan dia. Ah, agaknya kau juga ingin berbicara banyak. Selamat bersenang-senang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Xaviers (Tamat - Proses Revisi)
Ciencia FicciónPemenang Wattys 2017 dalam kategori Storysmiths. Rank # 5 on Sci-fi 26-01-'18 Ada sesuatu yang membuat gadis itu merasa mendapatkan jati dirinya. Berusaha bertahan hidup walaupun satu hari, demi hidup aman di suatu masa. Dalam perjalanan panjang m...