4.2 High Speed

1.3K 194 53
                                    

Drew masih mencengkeram erat lenganku seolah tak bisa melepasnya. Aku yakin, lelaki itu merasakan sesuatu yang tidak beres. Raut wajahnya muram, sesekali kami mengendap-endap di balik batang pohon cemara yang besar.

Drew menghela napasnya dalam-dalam, perlahan melepaskan genggamannya. Bisa kulihat, seluruh tubuhnya gemetar. Suasana di balik pepohonan terasa mencekam. Rasanya seperti ada yang mengintaiku dari balik bayang-bayang. Dan Drew di hadapanku masih berusaha berpikir untuk mencari jalan keluarnya. Aku menghela napas, bersiap-siap jika saja sesuatu terjadi beberapa detik lagi, seperti dentuman keras yang terdengar sekali lagi; memelesat dengan kecepatan tinggi.

Mataku mengerjap tiba-tiba. Tangan Drew mengusap sebelah bahuku lembut, badannya membungkuk saat mendengar suara ganjil dari balik pepohonan. Napasnya berubah menjadi dengusan yang terlihat memburu.

Senekat-nekatnya kami demi menyelamatkan mereka, belum tentu membuahkan hasil. Namun, waktu terus berlalu, setiap detik, nyawa mereka terancam. Drew menyambar tanganku lagi, terpaksa melakukan ini demi menyelamatkan mereka--menggunakan tangan kosong.

Suasana pagi hari berubah menjadi liar. Angin bagai berhembus dua kali lebih kencang, burung-burung beterbangan ke sana kemari lebih cepat dari biasanya. Gumpalan kabut mulai terlihat, mengepul dari balik pepohonan, butuh beberapa menit agar menutupi seperempat pepohonan.

Sesekali Drew menengadah ke atas sana, gumpalan asap hitam mulai pudar. Itu bukan ledakan, tetapi peringatan yang memiliki banyak arti. Aku khawatir jika sesuatu mulai datang kemari lebih banyak lagi.

Kini, aku semakin dekat. Kurasakan telapak tangan Drew mulai mengeluarkan keringat. Ia berjalan lebih pelan, terdiam di balik pohon cemara terakhir--sebelum melangkah lagi dan menampakkan diri di sana. Ia belum memantapkan diri untuk mengintip.
Genggamannya dilepas lagi seraya melayangkan tatapan yang tajam. "Tetap bersamaku."

Aku mengangguk penuh arti, berharap bahwa mereka selamat di sana. Tubuhnya berbalik ke arah wilayah bebatuan. Aku juga melihatnya dengan jelas. Kumpulan manusia bergerak sigap di sana sembari membawa senjata asing yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Perasaanku semakin buruk. Aku tidak bisa menemukan Ed dan yang lainnya. Itu benar-benar sesuatu paling mendadak selama beberapa hari ke belakang. Kulihat sebagian lagi masuk melewati pintu palka Zwave. Kumpulan pria yang mendominasi, menggunakan pakaian compang-camping dan celana jins belel yang sepertinya sudah sangat sering digunakan dan tidak pernah dicuci.

"Katakan apa tujuan kita ke sini sebelumnya," kata Drew tanpa menoleh ke arahku. Punggungnya bergetar saat mengatakan hal itu.

Aku berusaha mendekat ke telinganya, berkata seolah-olah menjaga emosinya yang bergejolak. "Mencari Para Pemberi Perlindungan."

Namun, sepertinya lelaki itu mengerti bagaimana jalan yang menguntungkan. "Tentu. Kita harus melakukan apa pun demi kelangsungan hidup, tetapi tetap saja dengan perjuangan ekstra."

"Tapi aku takut setengah mati," kataku parau, mencengkeram erat sweater coklatnya.

Drew tak bergeming, bagai mendadak membisu. Mungkin kata-kata tak cukup untuk membuat diriku menjadi sedikit lebih baik. Jantungku berdentum kencang, tubuhku bergetar hebat saat para manusia itu menyeret beberapa orang yang berjuang bersamaku. Rasanya seperti ada sesuatu yang menggerogoti tubuhku, menghisap seluruh energiku dari dalam.

Aku marah, sampai-sampai membuat Drew kesakitan karena tekanan yang kulakukan di punggungnya. Kulihat Shaw terkulai lemah, tak berdaya. Matanya menutup bersama segala tarikan yang mereka perbuat.

Di belakangnya Ed masih sadar, berjalan kaku dengan senjata yang ditodongkan beberapa sentimeter di belakang kepalanya, juga Alec yang berada di barisan paling belakang. Aku bisa memikirkan bagaimana perasaannya.

Xaviers (Tamat - Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang