Keringanan akan pelatihan tadi belum melunak. Seluruh tubuhku masih terasa linu saat kami kembali ke kabin regu tiga.
"Baik," kata Ed, tetap serius. "Saat aku memanggil nama kalian, duduklah di meja makan itu."
Sebelum mereka memberi respons untuknya, dia menyebut namaku terlebih dahulu. Alhasil, aku mengikuti punggung Ed yang berkeringat menuju meja makan dekat jendela besar. Tiga kawanku di belakang mulai duduk di atas dipan, dengan sedikit menguping pembicaraan singkatku bersama Ed sebelum menilai kemampuan fisik dimulai.
"Benar begitu. Duduk saja." Entah apa yang terbesit di pikiran Ed, ia mulai mengatakan hal itu saat menatap tiga temanku yang sedang menunggu di atas dipan.
Kemudian, tatapan tajam tersebut beralih ke arahku. Ia mempersilakanku duduk di hadapannya. Dengan sentuhan terakhir--atau awalan dari sebuah pembicaraan--ia berdeham. Aku dibuat salah tingkah saat benar-benar dekat dengan Ed. Namun, alih-alih memikirkan hal bodoh seperti itu, aku lebih memikirkan kemampuanku.
"Siapa yang akan memulai?" katanya. Dengan poin penting yang disebut senyuman. Ia tersenyum.
"Kukira kau sudah memulainya," sahutku, membalas dengan menarik bibirku juga.
"Ya." Ia mengangkat alis lega, lalu berkata, "Langsung saja."
"Prime, tampaknya kau mempunyai pendengaran yang baik. Kau menyimak setiap perkataanku, sampai akhirnya mendapatkan lima buah besi--walaupun semuanya bom asap asli dan gagal mendapat aslinya. Tadi, kau benar-benar memerhatikan keadaan di sekitarmu. Merasakan dan memanfaatkan seluruh indra dalam dirimu," jelas Ed santai, "Karenanya, semuanya bisa teratasi. Jadi--saat bertarung nanti--perhatikan baik-baik lawanmu, gunakan indra di tubuhmu sebaik mungkin. Dan, serang di bagian-bagian pentingnya, seperti perut atau tenggorokan. Buat musuhmu kelelahan dengan sepasang mata indah itu, sepertinya kau bisa menghindar dengan baik."
"Semoga saja aku bisa melakukannya," responsku atas penilaiannya. "Terima kasih."
"Itu tergantung dirimu sendiri." Ia tersenyum lebar, "Tapi, sebagian lagi berkat Ant Buzz. Aku hanya memperjelas kemampuanmu. Haha."
Aku berdiri meninggalkannya, beranjak menuju dipan, bergabung dengan mereka.
"Drew!" seru Ed, dan pemuda itu langsung berdiri dengan semangat. Seperti aku melihat dirinya sedang terkejut karena diserang sesuatu.
"Apa yang ia lakukan?" bisik Haley saat aku mulai mendekat ke arahnya.
Aku melewati lelaki itu dan duduk di sisi Haley. "Yang Drew lakukan, atau yang Ed katakan?" sahutku.
"Ed, Alessa. Memang aku perlu menanyakan tentang respons konyol Drew tadi?"
"Dia hanya memberi tahu kemampuanku. Lalu, memberikan sebuah ... trik." Aku menyeringai di hadapannya. "Semoga beruntung."
"Oh," gadis itu mengangguk cepat.
Edgar hanya menyimak pembicaraan kami. Dengan tutup mulut pun, ia bisa mendapat informasi. Mengesankan, Edgar!
"Tapi aku tak tahu, bagaimana nasibku selanjutnya jika aku kalah nanti," kataku, sedikit menundukkan kepala ke arah permukaan.
"Aku mengerti," balas Haley, "tapi kau harus meninju mereka, tetap."
"Dan aku belum melihat Shasha, aku takut sesuatu buruk menimpanya," kataku dengan perasaan yang sangat tak bersahabat.
"Adikmu?" tanyanya. Namun, ia langsung berkata lagi, "Dia mungkin bisa lebih tangguh darimu, jadi jangan mencemaskannya!"
Drew lebih banyak berbicara dibandingkan Ed, membuat pembicaraannya berlangsung lama.
Sejauh ini, tidak ada obrolan lagi. Dua temanku masih menunggu bagaimana hasilnya, dan sesuatu yang kusebut sebagai tips menarik dari Ed.
KAMU SEDANG MEMBACA
Xaviers (Tamat - Proses Revisi)
Science FictionPemenang Wattys 2017 dalam kategori Storysmiths. Rank # 5 on Sci-fi 26-01-'18 Ada sesuatu yang membuat gadis itu merasa mendapatkan jati dirinya. Berusaha bertahan hidup walaupun satu hari, demi hidup aman di suatu masa. Dalam perjalanan panjang m...