1.1 Re-election

2.9K 301 65
                                    

Aku mengangguk dan bergerak cepat begitu mendengar pemberitahuan Ed. Shasha terbaring di ranjang dan tak menyadarinya--bahkan nyaris tertidur. Dengan terburu-buru aku menghampiri gadis itu, menepuk bahunya berkali-kali dengan lancang. "Ada jadwal mendadak di Hexha. Cepat ganti baju dan ikut denganku sekarang." Persetan dengan cerocosan dari bibirku yang bertubi-tubi. Yang penting, ia benar-benar bangun setelah aku menambahkan satu kalimat lain. "Ed datang langsung ke sini."

Sepertinya, jantung gadis itu berdegup dua kali lebih kencang. Ia tahu mengenai pelatihku sekitar tiga bulan lalu. Terkadang aku menceritakannya, dan untungnya adikku memang antusias mengenai itu dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan konyol. Seperti, "Bagaimana bisa kau kuat melihat senyumannya setiap hari? Aaaaaa."

Dan itu bodoh. Memikirkan memori jangka pendek semacam itu, Ed mulai gerah dan berkata dari ambang pintu, "Boleh aku masuk?"

"Astaga, aku lupa," sahutku, menyadari bahwa betapa bodohnya diriku. "Kemari, Ed."

"Pakaian resmi, Alessa. Hari ini jadwal penting." Ia memberitahukanku sesuatu sebelum beranjak ke kamar. Jadwal mendadak ini memang terlihat penting, mengingat kami harus menggunakan baju resmi berwarna hitam, disertai sepatu sialan yang selalu mengilap jika aku keluar di tengah hari.

"Duduk, Ed," seru Shasha, ikut berbicara.

Dengan cepat, kami menghambur ke kamar. Aku sedang tidak ingin mendengar bisikan-bisikan konyol Shasha mengenai Ed. Bahkan, aku tidak menatapnya sekali pun. Merasa hal itu bodoh, Shasha mulai terdiam dan memakai seragamnya.

Dipakai pada waktu-waktu penting, seragam khas Hexha masih terlihat bagus. Atasannya berwarna hitam dengan lengan panjang. Rompi dengan berbagai fungsi melengkapinya--dan jangan lupa lencanaku yang menurutku tidak terlalu penting--itu masih terpasang.

Celana panjangnya berupa kain berbahan kuat, disertai saku-saku yang entah bertujuan untuk menyimpan apa. Yang pasti, aku cepat-cepat memakainya dan mengeluarkan diri secepat mungkin setelah menyisir rambut pirangku secara asal-asalan--aku tidak terlalu memedulikannya.

Ed sudah berdiri begitu mendengar suara keriutan dari pintu. Sekilas, matanya terarah ke arahku--tanpa senyuman yang berarti--dan mulai melangkahkan kaki ke luar begitu Shasha berhasil menemui kunci rumah. Ed baru angkat bicara setelah kami menuruni tangga dan berada di sisi jalanan.

"Naik mobilku," katanya.

Kami beranjak setelah menyadari bahwa ada satu mobil pengangkut manusia berukuran kecil yang terparkir di sisi jalanan. Angin menyibak rambutku begitu pedal gas ditekan. Ed mengemudi dengan kencang di kursi kemudi, sementara--dari jendela yang terbuka--pemandangan memuakkan di kota selalu menyapaku setiap hari. Lampu-lampu jalanan yang tak berfungsi, dan bangunan-bangunan hancur alias tak terpakai. Selebihnya, hanya kertas berisi omong kosong yang beterbangan ke sana kemari.

"Sebenarnya ada pembentukan regu baru hari ini. Jika sebelumnya beranggota enam, hari ini hanya empat saja," ujar Ed tanpa memperlambat kecepatannya.

"Pemilihan ulang anggota, begitu?" tanyaku, hampir tak bisa menahan keterkejutan saat Ed mengatakannya.

"Tentu saja," kata Ed, seolah dirinya adalah guru yang menerima jawaban tepat dari muridnya. "Entah apa yang merasukiku, tetapi selama seminggu, aku sudah menemukan empat orang terpilih yang akan menjadi anggota baruku."

Shasha menatapku dengan seringaiannya. Dan, perkataan Ed terlalu arogan, seolah dirinya akan membuangku dan mengambil orang-orang baru. "Memangnya ada apa dengan Chicago? Dan apa urusan calon anggota barumu denganku?"

Ia mendecih geli saat mobil melewati gerbang pembatas antar Blok 7 dan Pusat Kota. "Bertarung. Aku sudah mengatakan hal itu lima belas menit lalu. Dan, anggap saja itu obrolanku sebelum mencapai Gedung Hexha. Jangan iri, aku mungkin akan memilihmu lagi."

Xaviers (Tamat - Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang