Prolog

8.4K 256 15
                                    

-Mizella-

Bias jingga perlahan mulai melebur dalam mega. Sang surya yang mungkin telah lelah sudah mulai kembali keperaduannya.

Disana, di bawah pohon rindang tepi sungai, masih ada sesosok gadis yang tampak tertegun dengan sebuah i-pad  di tangan kanannya. Mizella.

Gadis tinggi dengan tubuh mungil. Rambut sebahu tergerai –selalu-, masih asik memainkan jemarinya yang lunglai pada layar i-padnya.

Tak peduli pada senja yang mulai pudar dan mega yang mulai kelam, jarinya yang lunglai masih saja sibuk dengan layar i-pad. Sedang pandangannya entah mendarat dimana.

Perlahan jemarinya terdiam, tubuhnya mulai ia rebahkan pada rumput-rumput yang sedari tadi bertanya-tanya tentang dirinya. Ia menatap langit, menerawang.

Raut wajahnya seakan menyimpan pertanyaan besar, sedang mata indanya gambarkan kesedihan.

“Apakah salah jika perasaan ini ada? Apakah salah jika aku berharap lebih? Ah, kenapa harus serumit ini?” Dia menghela nafas panjang.

Lambat laun matanya terpejam, menyisakan gelap. Desir angin malam membawanya sejenak pada ketenangan.

Membuat nafasnya sedikit di hembuskan dengan tenang.

Dia, Mizella. Gadis yang selalu mengadu pada sang senja, seakan menceritakan semuanya, apa yang di rasa dan apa yang tengah ia lalui.

Tanpa kata dan suara, ia melimpahkan semuanya tanpa ragu. Bukan hanya pada senja, pada bulan yang terselip di malam buta dan hujanpun juga menjadi incaran gadis ini.

Seperti orang bilang setiap insan harus memiliki waktu untuk dirinya sendiri. []




-Raina-

Nyanyian jangkrik di malam itu belum cukup untuk menggambarkan kegirangan dari seorang gadis muda yang tampak tengah bersenandung ria menatap sang penerang malam.

Terus memperhatikan lingkaran yang untuh itu, seperti tengah menceritakan sesuatu. Hatinya seakan berada pada puncak kebahagiaan tertinggi.

Binar matanya tampak lebih indah dari biasanya. Ia melambai indah pada sang mega yang kelam.

Menepis semua bayangan yang mungkin akan menghalanginya untuk tersenyum.

Paras cantiknya tak pernah luput dari senyuman di malam ini. mengenang seseorang yang selalu bersemayam di hatinya.

Hatinya yang untuk pertama kali bergetar dan berderup dengan kencangnya saat pemuda itu menatap matanya. Itulah dia. Cinta.

“ Sedih dan senang itu memang satu paket ya?”  Sudut matanya berbinar dengan cemerlang, sedang tampak menghayati seluruh langit malam ini. gadis itu memegang pipinya yang lumayan menggemaskan. Raina.

Nama indah yang mewakilkan dirinya pada dunia. Gadis yang begitu menyukai bulan sebagai tempat mengadu.

Berbeda dengan kebanyakan gadis, ia lebih sering menyendiri dan bertemankan bulan malam.

Bukan hanya bulan yang menjadi temannya, tapi juga sang senja dan juga hujan yang mampir di sela waktu.
Baginya, berteman dengan manusia saja tak akan cukup untuk menemukan kebahagaian, tapi dengan berteman dengan sang alam akan membuatnya senang, karna mereka teman yang tak pernah marah. []




-Laki-laki itu-


Wajahnya seperti tak henti hentinya menantang sang surya. Memainkan sebuah bola di tangannya.

Ia tersenyum kecil pada bola basket yang di pegangnya itu. itulah dia. Magenta. Atau lebih di kenal akrab dengan sebutan Genta.

Jam pelajaran olah raga ini membuatnya sedikit bersemangat. karna belajar di luar kelas lebih mengasikkan dan lebih menyenangkan menurutnya. 

“Gen, kalau masuk di wilayah ThreePoint, 20 ribu buat lo!” sayupan suara membuatya melirik ke arah sumber suara itu.

Gadis yang lumayan tinggi duduk manis menatapnya dengan memgang sebuah uang kertas dua puluh ribu rupiah.

Genta menatap gadis itu dengan tatapan jail dan sedikit sangar.
“ Kenapa lo? Gk percaya? gue serius Blo on!”

“ Lo yakin? Lo lupa gue ini ahli dalam bidang ini!” jawabnya dengan suara sedikit keras.

Wajah gadis yang di ajaknya bicara itu berubah seketika. memasang tampang mengejek sejelek-jeleknya.
“ Ke PD an lo! Lempar aja.. kalau gk masuk. lo kasih gue 50 ribu! gimana?” Gadis itu masih menatapnya.

“ Ok! Deal!” Genta membalas. kini ia menfokuskan pandangannya pada suatu tempat. Ring basket. Ia terus menfokuskan matanya. Tak menghiraukan wajah yang hampir hangus karna kegeraman sang surya.

Dengan tekukan kaki yang kuat, ia sedikit melompat dan melambungkan tangannya ke atas.

Tanpa merasa ragu sedikitpun ia melempar bola itu sampai tepat sasaran.

Senyuman indah terpancar di wajahnya saat bola yang ia lemparkan masuk dengan mudahnya ke dalam ring.

Tanpa halangan sedikitpun. Ia bersorak gembira dan memandang gadis itu dengan tatapan sedikit menyombongkan diri.

“ Lo lagi beruntung aja!” Gadis itu mendekat dan memberikan uang 20 ribu rupiah dan pergi dengan wajah sedikit malu.

Gadis itu berlalu sambil tersenyum kecil. inilah yang dia inginkan sebenarnya.

Genta tertawa bersama temannya. Dia tau, dia pasti akan menang dan membuat gadis itu malu di hadapannya.

Begitulah dia. Dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan. Laki-laki yang menjadi sang pujaan hati Raina. Dan sang pencuri hati Mizella.

Magenta.






















halo semuanya~
Perkenalkan aku author baru yang benar-benar masih belajar nulis. Jadi mohon bantuannya yaa😁

Ini cerita pertama yang aku share selama berabad abad nulis. Akhirnya~

Cerita ini masih jauh dari kata sempurna, seperti author yang bukan siapa-siapa. Hehe

Mohon komentarnya yaa.
Semoga suka,
Dan selamat membaca~

With love,
Vii

Senja, Gerimis dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang