Sebuah Kebetulan(?)

1.2K 79 7
                                    

Maret, 2007

Tahun ajaran sudah berubah kembali. Sekarang, Mizella kecil dan Raina kecil telah duduk di kelas IV SD.

Mereka masih berdua. Selalu.

Awalnya, sejak ulang tahun Mizella tahun lalu dan juga menjadi ulang tahun Raina, mereka tidak menyapa satu sama lain.

Sampai keduanya telah bosan untuk saling diam dan tak berkomunikasi.

Atau lebih tepatnya, disaat keduanya sama-sama pulang dan mendapati hujan di sore itu.

Mereka sama-sama tersenyum.

Sejak saat itu, mereka mulai berbicara kembali. Tanpa membahas alasan Raina tidak datang sewaktu ulang tahun Mizella.

Semuanya hilang dari pembahasan mereka. Karena hujan.

“ Eh.. ada Mizella. Cie Mizellaaa.. cieeee..” Langkah Mizella terhenti. Ia berbalik menatap sekumpulan laki-laki di ujung kantin yang tengah tertawa itu.

Mizella mengerutkan keningnya.

Kenapa mereka tau nama aku? Bukannya mereka kelas V atau kelas VI??”

Mizella memperhatikan setiap wajah yang ada disana. Semuanya tertawa.

Tertawa geli menatapnya dan itu seketika membuat Mizella kesal.

Ia terus menatap semua orang itu. Semuanya memang tertawa, kecuali satu orang.

Orang itu malah menatapnya penuh harap. Menatapnya dengan tatapan yang membuat Mizella semakin penasaran.

“ Kenapa?” Tanya Mizella ketus. Kemudian, dengan langkah pasti Mizella mengarahkan kakinya kearah semua laki-laki yang lebih tua darinya itu.

Tetapi langkahnya terhenti. Tangannya di raih oleh seseorang dan menahannya. Raina.

“ Ngapain kesana sih? Mereka tu kucing-kucing nakal yang bakal ngambil makanan kita.” Ujar Raina tegas.

Spontan semua laki-laki yang mengenakan pakaian yang sama dengan mereka itu terdiam dan menatap keduanya tajam.

“ Kami bukan kucing ya.” Ujar salah satu di antara mereka. Mizella dan Raina menatap mereka kembali dengan wajah datar khas keduanya.

“ Kami tu mau ngomong sesuatu sama Mizella. Karna.. ada teman kami yang.. ehem ehem.. ehem..” laki-laki yang tengah berbicara itu tersenyum jahil sembari menepuk-nepuk punggung teman yang ada di sampingnya.

Mizella terus memperhatikan. Setahunya, laki-laki yang di tepuk-tepuk itu adalah yang menatapnya penuh harap tadi.

Siapa sih? Kok rasanya pernah liat ya?”

“ Gak penting.” Jawab Raina jutek dan menarik cepat tangan Mizella menjauh meninggalkan kantin.

Tak peduli apa respon semua kakak kelas mereka itu, yang jelas, Raina membenci berurusan dengan laki-laki aneh.

Raina tidak suka ada yang menganggu dirinya dan juga Mizella.

Mizella mengikuti tarikan tangan Raina. Ia tak menolak.

Sebelum benar-benar menghilang dari pandangan semua laki-laki itu, dengan sudut matanya Mizella kembali menatap laki-laki yang ternyata tak merubah tatapannya pada Mizella.

Mata mereka bertemu. Sekejab.

Sebelum Mizella benar-benar menghilang dari perkarangan kantin yang lumayan luas itu.

Mizella terus berjalan di belakang Raina.

Mencoba terus memikirkan siapa dan apa yang terjadi sebenarnya.

Senja, Gerimis dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang