Harapan

1.6K 86 5
                                    

Januari, 2007

Saat ulang tahunku, aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Disana kita bisa melihat langit dengan jelas.”

Janji itu membuat Raina tersenyum kecil.

Dan memandang keluar jendela kamarnya memandangi Mizella yang kini sudah melaju bersama Mamanya meninggalkan rumah Raina.

Dengan senyuman yang masih melekat erat di wajahnya, ia kembali duduk di bangku belajarnya dan mengambil buku kecil imut berwarna merah jambu disana dan menorengkan beberapa coretan di atasnya.

Aku akan pergi dengan Mizella ke sebuah tempat melihat senja bersamanya. Saat ulang tahunnya. Masalahnya sekarang.. kapan ulang tahunnya?”

Raina memangku dagunya yang kecil.

Mencoba berfikir kapan ia pernah mendengar tentang ulang tahun Mizella.

Tapi nihil.

Ia tak pernah mendengar kapan gadis itu berulang tahun.

Bahkan sudah hampir 3 tahun mereka bersama, satu sama lain bahkan tidak tau kapan mereka ulang tahun.

Sebab percakapan mereka tidak pernah mengarah kepada hal yang terbilang serius seperti itu.

Raina menutup buku merah jambunya.

Dan mencoba melayangkan fikirannya kembali menerka kapan gadis menyebalkan itu lahir ke dunia? Tapi semakin ia mencoba berfikir, kepalanya semakin tak merespon.

Dengan wajah yang sudah agak kesal, Raina berdiri.

“ Ah, biarkan saja. Tunggu saja dia mengajak. Saat di ajaknya pasti saat itu ulang tahunnya.” Ujarnya mencoba menenangkan diri.

Sebenarnya, jika Raina bertanya kepada Mizella kapan ulang tahunnya, maka semua masalah akan terselesaikan, tetapi mulutnya terlalu berat untuk menanyakan hal semacam itu.

Hatinya menolak untuk mengungkapkan kata-kata itu di depan Mizella nanti.

Aku akan terlihat seperti orang bodoh jika bertanya seperti itu.”  Gumamnya pelan sembari melirik kelender kecil di samping mejanya.

Sekejab ia terdiam dan tersenyum di akhir lamunannya memandangi kelender itu.

Raina mencoba meraih kelender itu dan membawanya duduk di ranjangnya.

Mengambil pulpen merah di lacinya dan melingkari sebuah tanggal disana.

Ia tersenyum lagi, ia akan mengunjungi neneknya yang berada di kampung halaman ayahnya saat tanggal itu.

Raina begitu senang, sangat senang. Sudah hampir 3 tahun ia tak pernah kesana lagi.

Ayahnya terlalu sibuk dengan dunia bisnis selama ini.

Sampai malam tadi ayah tiba-tiba mengatakan bahwa mereka akan mengunjungi nenek lagi dan itu sangat membuat Raina senang tingkat tinggi.

Ia tak pernah menyangka, mengunjungi rumah nenek tepat pada saat ulang tahunnya. Iya.

Ulang tahunnya yang ke 10 ini sangat berharga dalam hidupnya.

Ia begitu merindukan aroma rumah nenek tersayangnya itu.

Sangat.

“ Raina, makan dulu naaakk..” Panggilan Mamanya membuat Raina menghentikan senyumannya pada kelender yang masih ia genggam saat ini.

“ Iya Mama..” jawabnya pelan dan kemudian kembali meletakkan kelender itu di mejanya dan berlari kecil meninggalkan kamarnya dengan bernyanyi ria.

Senja, Gerimis dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang