Mei, 2015
Pagi.
Berarti gelap sudah hilang digantikan cerah, dan bulan sudah lenyap digantikan mentari.
Pagi.
Berarti semua mimpi semalam sirna menyisakan kenyataan.
Pagi.
Berarti sebuah kehidupan baru sudah dimulai.
Mentari sudah mulai muncul kepermukaan.
Bias-bias sinarnya sedikit demi sedikit mulai menembus jendela-jendela kaca di rumah itu.
Sepagi ini, di balkon rumah itu seorang gadis dengan paras cantik dan manis sudah rapi dengan seragam sekolahnya.
Wajahnya berseri menggambarkan kebahagiaan. Matanya yang bulat menawan memancarkan segala keteduhan dan segala harapan.
Hari ini adalah hari pertama ia untuk berangkat ke sekolah baru. Salah satu sekolah ternama di pusat kota.
Tanpa ia sadari, sejak mengetahui akan pindah ke kota ini lagi dan bersekolah di sekolah ternama itu, sebuah semangat dan harapan tiba-tiba saja muncul dalam hatinya.
Seperti ada hal yang memanggilnya untuk segera hadir di sana, menyatu dengan segala hal baru yang ada.
Waktu sudah menunjukkan lima belas menit sebelum pukul tujuh. Tak ingin terlambat untuk hari pertamanya, gadis itu --Raina-- bergegas turun dari kamarnya dan menuju dapur.
Papa, mama, dan adiknya sudah duduk di meja makan.
Mereka sarapan pagi bersama. Sebuah keluarga kecil yang benar-benar indah.
“Kelihatannya kamu udah gk sabar banget untuk hari pertamamu di sekolah itu Raina. Sampai-sampai kamu bangun lebih pagi dari biasa dan tanpa dibangunkan pula.” Papanya memecah kesunyian ruang makan dengan sedikit meledek Raina.“Papa tau gak, kak Raina itu sudah tidak sabar bertemu cowok-cowok keren di sekolah itu. Kata teman-teman aku ya pa, di sekolah itu banyak cowok-cowok gantengnya.” Tak mau kalah dengan papanya yang meledek Raina, Viola –adik Raina-- juga ikut meledek.
Seketika terdengar di ruangan itu. Wajah Raina jadi sedikit merah padam karena diledek habis-habisan.
“Ah, papa apa-apaan sih. Anak gadisnya udah bangun pagi masih aja diledek. Kalo bangun siang dimarahin. Nyebelin banget deh.” Karena habis-habisan diledek, Raina pura-pura marah pada adiknya.
“Kamu juga ikut-ikutan, siapa juga yang cari cowok. Kesekolah itu buat belajar bukan buat cari cowok. Karena kamu udah bikin aku kesal pagi ini, aku ngak bakalan mau ngantarin kamu kesekolah hari ini.”
“Yah, kakak mah gitu. Dikit-dikit ngancam Vio.”
“Biarin” Raina meleletkan bibirnya pada Viola dan langsung berpamitan pada mama dan papanya.
Jarum jam sudah menunjukkan lewat lima belas menit dari pukul tujuh. Raina sudah sampai di sekolah itu. Ia memarkirkan sepeda motornya dan langsung menuju ruang tata usaha.
Selama lima belas menit Raina mempersiapkan segala berkas-berkas sebagai siswa baru di ruangan tata usaha.
Lalu membaca dan menandatangani berbagai macam peraturan-peraturan sekolah yang harus ditaati.
Tepat pukul 07.30 bel masuk kelas berbunyi, Raina segera menuju kelas ditemani dengan wali kelas barunya. Karena di sekolah lamanya Raina termasuk salah satu siswa berpestasi, kepala sekolah merekomendasikannya untuk masuk ke kelas XII.A1.IlmuAlam.
Sepanjang jalan menuju kelas, ia positif jadi pusat perhatian setiap orang.Semua mata tepat tertuju padanya.
Saat melewati lapangan basket, seketika langkah Raina terhenti.Jantungnya berdegup kencang. Matanya tertuju pada sesosok lelaki di tengah lapangan.
Ia kenal lelaki itu.
Sangat mengenalnya.
Lelaki yang mampu membuatnya menunggu.
Pikirannya melayang seketika.
Terbesit dalam pikirannya beribu ketidak percayaan.
“Ya Tuhan, inikah takdirmu? Sebuah penantian yang sejatinya sia-sia itu kau hadirkan saat ini? Mimpikah aku Tuhan? Ataukah takdir tengah mempermainkanku?”
“Raina, ayo cepat. Kita harus segera masuk kelas.” Suara guru yang mendampinginya sedari tadi itu memecahkan keterpakuannya.
Tanpa kata, ia kembali berlalu menuju kelas. Sepanjang jalan, pikirannya masih saja mencoba mengingat lelaki itu.
Apakah ini hanya mimpi atau itu benar-benar dia.
***
Beginilah kalau masih anak baru, apalagi baru hari pertama sekolah, belum punya teman.
Saat waktu istirahat, Raina memutuskan untuk duduk di taman dekat lapangan basket dan melanjutkan tulisannya semalam.
Kebanyakan dari murid-murid lebih memilih makan di kantin, jadi taman itu tidak terlalu ramai, tepat untuk tempatnya menulis.
Dan saat jenuh, dia juga bisa melihat cowok-cowok yang bermain basket, yang kata Viola semuanya keren-keren –padahal biasa-biasa saja—
“Mizell, tolong ambilin bolanya dong” Seseorang bersorak di depan sana.
Menunjuk ke arah bola dan melihat kepada seorang gadis yang berjalan di depannya.
“ Mizell?” Raina bergumam.Gadis yang di panggil Mizell itu agak sedikit berbalik dan mengambil bola di dekatnya.
Raina memperhatikan dengan seksama gerik-gerik gadis yang di panggil itu.
“ Apa dia Mizell yang dulu?” Matanya terfokus melihat gadis itu.
“ Apa benar?” Dia bergumam lagi.
Selang beberapa waktu, mata indahnya masih memperhatikan gadis itu.
Melihat gadis itu berjalan meninggalkan lapangan.
Di hatinya yang paling dalam ia sangat ingin bertemu –lagi- dengan seorang gadis kecil yang sempat membuatnya merasakan satu kata yang bermakna berat.
Yaitu Rindu.
Tapi sayang, dia tidak dapat melihat wajah gadis yang mereka panggil ‘Mizell’ itu.
-----------------
Selamat membaca yaa.
Keep vomment pliss😉With love,
Vii
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja, Gerimis dan Hujan
Romance(COMPLETE) Bagaikan hujan yang mengguyur dikala senja. Ada saatnya datang tanpa didahului gerimis, ada pula saatnya datang tetapi di akhiri oleh gerimis. Bagaikan gerimis yg menjelang dikala senja. Kesejukan yang menenangkan kadang di akhiri hujan y...