Pertemanan

1.8K 108 3
                                    

Desember,2006

Teman.

Terbesit keindahan didalamnya dan tersirat cerita indah padanya.

Teman.

Terlukis kepedihan jika kehilangannya dan kesedihan jika melepasnya pergi.

Sebuah pertemanan yang sejatinya adalah kebutuhan. Kebutuhan yang harus ada, yang harus terpenuhi.

Itulah teman.

Pertemanan bukan hanya tentang indahnya tertawa bersama dan manisnya candaan berdua.

Pertemanan juga dapat terjalin saat dua insan yang saling memahami, saling pengertian dan saling mengerti, tanpa senyuman manis maupun ucapan lunak, mereka akan saling mengisi dan memahami satu sama lain.

Bukankah itu juga teman?.

Sama halnya  dengan dua anak kecil ini. Mizell Kecil dan Raina kecil.

Sudah 3 tahun semenjak pertemuan pertama itu, mereka bahkan tak pernah terpisahkan.

Mereka selalu bertengkar dalam segala hal. Tetapi akan berakhir dengan kebersamaan.

Kemanapun.

“ Anak-anak.. sekarang ada acara yang akan di laksanakan di sekolah kita,  jadi semua murid di perbolehkan melanjutkan belajarnya di rumah ya? Dan juga.. langsung pulang. Jangan main-main di luar rumah, lebih baik mengerjakan PR yang ibu kasih tadi ya..” Wajah Mizell tampak ragu mendengar pengumuman dari Ibu Guru itu.

Dia terdiam dan menekukkan kepala, seakan-akan ada yang menghambat otaknya berkerja.

“ Hati-hati di jalan ya nak?” Setelah berkata demikian, semua murid berdiri dari tempat duduk dan menyalami guru tersebut dan pulang.

Berbeda dengan Mizell, dia terdiam di bangkunya.

Raina yang telah berdiri diam-diam meliriknya, kini hanya mereka berdua yang ada di dalam kelas, tanpa percakapan sedikitpun.

Raina menunggu Mizell.

“ Mama pulang nanti sore, kunci rumah sama Mama, aku gk tau mau kemana. “ Ucapan lugunya membuat Raina meliriknya. Raina hanya diam memandang Mizell.

“ Itu derita kamu,” Jawaban yang mengiris hati itu di lontarkan Raina.  Yang membuat Mizell memandangnya aneh.

“ Aku tau., ya udah, ngapain di sini, pulang sana!”  Mizell berdiri dan melotot pada Raina.

“ Gk usah di usir aku juga akan pergi kok..” Raina memandang Mizell dan kemudian berjalan meninggalkan kelas, tapi kakinya terhenti.

Dia membalikkan badan dan kemudian berdiri di depan pintu kelas. Di hatinya, ia hendak mengajak Mizell ke rumahnya dan kemudian meminta bantuan Mamanya untuk menelfon Mama Mizell bahwa Mizell ada di rumahnya.

Bahkan ia sudah memikirkan ini sejak tadi, di saat Mizell merenung mendengarkan pengumuman dari Bu Guru.

“ Gimana dong? Aku harus kemana?” Mizell bergumam sendiri tanpa mengetahui bahwa Raina menunggunya di depan pintu kelas.

Akhirnya setelah melamun cukup lama, Mizell memutuskan untuk pulang dan menunggu mama di depan pintu rumah.

Pemikiran sederhananya ia lakukan dengan cepat. Ia berlari keluar kelas, tanpa melirik Raina yang menunggunya sejak tadi.

Raina yang melihat itu malah tampak sangat kesal.

“ Dasar..” Ujarnya jengkel.

Mizell berjalan keluar sekolah, untuk saat ini, inilah yang bisa ia lakukan sekarang menurutnya, tanpa mengetahui bahwa orang yang selalu bertentangan dengannya mengikutinya dari kejauhan, ragu dengan apa yang akan terjadi padanya.
“ Oi oi oi oi.. ngapain sendirian? Eelleeehhh... anak mami pulangnya sendirian ya? Duuuhh kasiannn..”  Seregombolah siswa laki-laki seusia dengan Mizell menghampirinya dengan tampang genit.

Senja, Gerimis dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang