Part 38

2.3K 108 63
                                    

Author Pov

Air berjalan tergesa menuju kamar rawatan Kim, ia pulang dari kantornya begitu mendengar kabar bahwa adik semata wayangnya telah sadar dari koma dan melewatkan masa kritisnya

Air mata Air tak terbendung begitu memasuki ruang rawatan Kim, menghiraukan dokter yang berdiri di samping tempat tidur kim, dengan cepat air menghambur memeluk adiknya yang kini telah kembali bersamanya

Sementara itu kim hanya terdiam, mendapati orang asing memeluknya sambil terisak menangis

"kau siapa??" ucapnya lemah

Air melepaskan pelukannya kemudian mengecup kening Kim

"aku kakakmu, Air" jawabnya sambil tersenyum sambil menghapus air disudut matanya, Air sudah tau sebelumnya bahwa kemungkinan besar jika kim sadar ia akan kehilangan ingatannya akibat benturan yang diterima di kepalanya, tapi Air tidak peduli, selama adiknya selamat

"dan kau Wine" Air lebih dulu menjawab pertanyaan kim yang bahkan belum sempat diucapkannya

"Wine???" ulangnya dengan datar

"hmm....jangan terlalu banyak berpikir, aku punya banyak waktu menceritakannya padamu nanti, sekarang kau istirahatlah, aku akan bicara dengan dokter" Air mengusap kening Kim dan keluar dari sana

............................................

Suatu sore di sebuah cafe

Seseorang berjalan dengan tenang ke sudut ruangan, ia tampak menawan dengan tatanan rambut yang tersisir rapi, berjalan dengan kharisma yang luar biasa menuju ke tempat seorang gadis cantik sedang sibuk dengan laptopnya

Ia menggeser kursi dan duduk di depan gadis itu

"aku menerima tawaran kerja itu" ucapnya membuka suara, sambil mengangkat tangan memanggil waiters

"kau gila?? Jangan bercanda Jeab" gadis di depannya itu mengangkat kepalanya, ia melepaskan kacamatanya yang membuatnya tampak lebih dewasa dari umur sebenarnya

"Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda??" dengan tenang menjawab pertanyaan gadis yang berada di depannya dengan senyuman

................................................

Zee memperlambat langkahnya, lalu menajamkan telinganya, ia tak salah dengar, bahwa teriakan itu berasal dari kamar pie, dengan cepat ia berlari dan menerobos kamar pie

"pergiiii......pergiiii....." teriak pie putus asa sambil menyudut memeluk lututnya sendiri, ia menangis tersedu

Dikamar itu ramai, ada beberapa penjaga dan perawat yang siap dengan alat suntiknya dan.......ayah dan ibu pie yang tak percaya dengan apa yang terjadi dengan anak semata wayangnya

Zee dengan sigap menghambur memeluk Pie sebelum penjaga dan perawat itu memperlakukan sepupunya seperti orang gila

"heii...heii....ssstttt, tenanglah, aku disini" zee mendekap erat tubuh pie, pie membalas dekapannya, lalu menangis sejadi jadinya di dalam dekapan zee

"aku takut" bisikan lirih pie dalam dekapannya hanya membuat hati zee semakin remuk redam

Zee dengan mata memerah marah mendelik kearah orang tua pie yang Nampak shock

"untuk apa kalian kesini???" ujarnya datar dan dingin, ia tidak peduli jika yang berdiri di depannya adalah ibu dan ayah pie, di matanya mereka tak lebih dari sekedar penyebab sepupunya terkena depresi berat

"Keluar" desisnya pada semua orang yang berada dalam ruangan itu, penjaga dan perawat itu mundur perlahan

"KELUAAARRRRR!!!" teriaknya, air matanya mulai menetes, urat urat di kepala dan lehernya menonjol

Melihat itu Ayah pie merangkul istrinya untuk keluar, ia mengerti, kondisi saat ini tidak kondusif

..................................................

"minumlah" zee mengambil minuman kaleng yang disodorkan ayahnya

Ayah dan anak itu duduk di kursi depan kamar pie, sementara pie telah tertidur dengan nyaman di dalam

"aku mengerti kemarahanmu" pria paruh baya itu menepuk bahu zee dengan pelan, ia menghela nafas pelan, sebelum melanjutkan perkataannya dengan hati hati

"mereka hanya ingin yang terbaik untuk pie"

"apa seperti ini yang mereka inginkan??" zee manjawab pelan, pandangannya kosong

Pria itu melepaskan rangkulannya di bahu zee, ia menyandarkan punggungnya

"tidak ada satupun orang tua di dunia ini yang ingin menyakiti anaknya zee"

"tapi kenapa orang tua merasa tau apa yang terbaik untuk anaknya padahal mereka tidak tau apa apa" kata kata zee masih sedatar ekspresinya

"karna kalian masih muda, masih ragu dalam menentukan mana yang terbaik di antara yang terbaik, sedangkan kami, sudah lebih dulu menjalaninya, kau mengerti??"

"bukankah setiap orang tua ingin anaknya bahagia??"

"tentu saja"

"apa kalian yakin?? Kami akan bahagia dengan pilihan itu??" zee menatap tajam ayahnya

Seketika pria itu terkesiap, ia kehilangan kata katanya, zee menghabiskan minuman kalengnya, lalu melemparkan ke tong sampah yang ada di depannya

"apa mereka sudah merasa berhak atas kehidupan pie??"

"jaga kata katamu zee!!!"

Zee tersenyum sinis

"ayah bilang, aku harus menjaga pie seperti saudaraku sendiri bukan??? dan itu yang sedang aku lakukan" zee bangkit dari duduknya meninggalkan ayahnya yang hanya diam dan menghela nafas panjang

Tanpa mereka sadari Sena mendengarkan percakapan itu sedari tadi, ia menyandarkan punggungnya ke dinding, berusaha mencerna apa maksud percakapan mereka.

....................................................

Sena menghela nafas tertahan begitu ia mendapati Zee sedang tercenung di depan pie yang tertidur pulas, tiba tiba saja kekahawatirannya muncul melihat Zee menggenggam erat jemari Pie

Zee berbalik begitu ia menyadari ada yang masuk

"kau sudah pulang??" pertanyaan Zee hanya dibalas anggukan pelan, sambil berjalan ke sofa dan meletakkan bingkisan di atas meja

Zee merasa ada yang tidak beres dengan kekasihnya itu, dengan hati hati Zee melepaskan tangan Pie dan ikut duduk di samping Sena

"ada apa??" Zee memperhatikan sena dengan seksama, sambil merapikan anak rambut Sena dan menyelipkan ke telinga

Sena menggeleng sambil memaksakan senyumnya, ia terkejut ketika Zee menariknya dalam pelukan

"kau lelah??" Tanya Zee pelan sambil mengusap pungung Sena, ia meletakkan dagunya di puncak kepala Sena

Sena menggeleng, dadanya semakin sesak saja, tapi ia membalas pelukan Zee, menghirup dalam aroma tubuh Zee

"hmmm....ada masalah di kantor??" Sena masih tetap menggeleng, Zee mulai merasa ada yang tidak beres

"Tetaplah seperti ini, sebentar saja" Sena semakin mengeratkan lengannya ketika Zee akan melepaskan pelukannya

"kau baik baik saja??" ulang Zee, kali ini sena memejamkan matanya dan mengangguk, ia berusaha mengusir pikiran bodohnya

Lama mereka berpelukan dalam diam, Zee bersyukur bisa memiliki Sena yang selalu berada di sampingnya, berkali kali ia mengecup kepala kekasihnya itu, sambil tetap mengusap punggung sena

Tiba - tiba....

Tok...tok...tok....

..................................................

KIM PIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang