3.

9.1K 765 16
                                    

Kay's POV

Baru saja kuterima pesan yang ternyata dikirim ke e-mail-ku dari Oxford University, dan aku langsung menjerit ketika aku membaca bahwa aku 90% diterima untuk menjadi mahasiswa di sana. Tertera bahwa aku harus segera ke sana hari ini juga untuk melengkapi sisa persyaratan. Buru-buru aku keluar rumah untuk mencari taksi karena ini sudah pukul delapan pagi. Gwen dan ibunya sedang tidak ada di rumah. Aku tidak tau dan tidak terlalu peduli ke mana mereka pergi karena ketidakberadaan mereka di rumah berarti kebebasan bagiku.

Tiba-tiba, langsung terngiang di kepalaku.

"Besok datang lagi, ya, beautiful."

Zayn.

Yah, Zayn.

Kuurungkan niatku untuk pergi ke Oxford setelah berpikir berkali-kali. Lebih penting Zayn, atau Oxford? Tanpa harus bertanya dua kali aku tau bahwa ke Oxford lebih penting, tapi, nyatanya aku malah mengucapkan alamat basecamp Zayn kepada supir taksi itu.

Ketika sampai, langsung kutekan bel rumah mereka, One Direction. Setelah lumayan lama tidak direspon, akhirnya ada juga yang membukakan pintu. Ketika melihatku, dia langsung mengerutkan dahinya dan mencibir. Tangannya langsung menarikku masuk tanpa berpikir dua kali dan mendudukanku di sofa di ruang tamu. Tanpa satu kata pun, dia berbaring di pangkuanku, dan setelah kulihat, bibirnya pucat. Zayn menggapai tanganku dan meletakannya di atas dahinya. Seketika rasa panas menjalar di kulitku.

"Zayn! Kau panas sekali! Ayo kita ke rumah sakit," kataku panik lalu mendorong tubuh Zayn agar dia bangun. Tetapi, dia keras kepala tidak mau bergerak. Oh, ayolah.

"Tidak perlu, aku mau tidur saja. Dan kau tetap di sini," ujar Zayn lalu menggapai tanganku, mengenggamnya, dan memejamkan matanya.

Duh. Apa kata pacarnya jika dia melihat ini?

Aku berdehem, dan menarik tanganku dari genggamannya. "Ke mana yang lain?"

"Pergi, mungkin. Aku baru bangun saat kau menekan bel."

"Kau... sakit."

Zayn mendengus. Mungkin, mendengus adalah hobinya. "Yah, kau pikir aku tidak tau? Aku tau aku sakit."

Aku menghembuskan nafasku berat, "uh, Zayn. Bisa kau hubungi mereka agar cepat kembali?"

Zayn langsung membuka matanya, "kenapa? Kau tidak suka berdua denganku di rumah? Aku tidak akan macam-macam, beautiful."

Walaupun sedang sakit, ternyata dia masih menyebalkan. Sungguh.

Aku mencubit lengannya membuatnya meringis, "aku harus ke Oxford sekarang, tetapi kau tau, tentu saja aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian sekarang."

Zayn terdiam sebentar, kemudian membuka mulutnya lagi, "maaf."

Hei, aku tidak percaya dia bisa mengucapkan kata itu. "Untuk apa ke sana?" lanjutnya.

"Aku diterima di sana. Hari ini aku harus datang."

Tiba-tiba Zayn bangkit, "oke, kita pergi sekarang. Kuantar."

Bodoh. Aku berdecak dan menarik Zayn agar dia berbaring lagi, "kau harus istirahat."

"Kalau begitu, nanti kujemput."

Aku menggeleng, "sudahlah. Tidak perlu, Zayn. Kau tidur saja, jadi, aku bisa pergi."

Zayn menggedikan bahu dan tidak bicara apa-apa lagi. Dia kembali memejamkan matanya dan tidak lama kurasa dia terlelap.

Kusentuh lagi dahinya yang masih memberikan rasa panas yang tidak berubah, kemudian aku mengangkat kepala Zayn dari pangkuanku dan membebaskan diri. Dia meringkuk di sofa, dan langsung saja kuambil selimut dan kuselimuti tubuhnya. Baru bertemu satu hari, ternyata dia sudah menyusahkan. Yah, aku juga tidak tau kenapa aku mau saja menerima untuk menjadi pelayannya.

Annoying GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang