16.

7.4K 616 33
                                    

Kay's POV

"Asal kau tahu. Dia sangat mencintaimu, Perrie Edwards."

Tanganku mengepal dengan sendirinya. Tanpa perlu kusuruh, gigiku menggertak. Melihat wajah tak acuhnya membuatku benar-benar ingin melayangkan tinjuku kepada perempuan ini.

Seorang pria yang kini seolah-olah tidak bisa bicara hanya menatapku nanar dari tempat duduknya. Pertemuan kami setelah sekian lama yang seperti ini jelas bukan yang dia—bahkan aku– harapkan.

Sungguh, semarah-marahnya aku sekarang, aku menyatakan bahwa aku tidak akan mampu berkata apa-apa kepadanya. Bahkan jika ia berbalik memakiku sekarang, aku pasti akan menangis. Dia di luar batas kemampuanku.

Tapi, tidak untuk perempuan gila yang sedang kutatap tajam saat ini. Aku mampu membunuhnya, bahkan.

"Kau sedang sibuk melakukan konser dan berada di Paris. Itu yang ia tahu. Itulah alasan ia menahan rindunya mati-matian kepadamu." Aku berucap lagi.

Kalau aku tidak salah lihat, perempuan itu baru memutar bola matanya sambil mencibir. "Dan yang aku tahu, kau bukanlah siapa-siapanya. Tetapi, kau tahu? Kau terlalu peduli."

Jawabannya membuatku bungkam. Memang, awalnya aku sungguh bukan siapa-siapanya. Tetapi, sekarang aku peduli. Mengetahui bagaimana ia merindukan Perrie hingga terjebak di klub malam... Aku tidak bisa bertingkah tidak peduli.

"Aku tidak bisa tidak peduli." Aku menyuarakan pikiranku. "Kau tahu serapuh apa hatinya."

"Dan?" balas Perrie. "Kau akan melakukan apa? Mengadukan semua ini? Membuat hati rapuhnya patah? Membuat dia menghabiskan seumur hidupnya dalam trauma?"

Lagi-lagi, aku terdiam. Dia terlalu pintar membalas. Aku menemukan lawan yang sulit.

Tetapi, aku memikirkannya. Apa yang dikatakan Perrie bukanlah hal yang salah sama sekali. Bahkan aku bisa membayangkan elakannya jika aku memberitahunya hal ini. Aku akan melihat sebesar apa rasa percayanya pada perempuan sialan ini.

Tetap, aku terdiam.

"Dia akan tahu, cepat atau lambat," balasku akhirnya. "Aku benar-benar akan memberitahunya secepat mungkin."

"Oh." Perrie menatapku terkejut sambil bertepuk tangan seolah ia mendapatkan sesuatu. "Terima kasih. Sekarang aku yakin bahwa kau memang menyukainya."

"Kau bercanda." Aku membalas tatapan angkuhnya. "Kau tidak tahu apa yang kau katakan."

"Kau menyukainya, kan, Kylie Schlamer?"

"Bitc—"

"Kylie." Samuel akhirnya membuka mulutnya. "A-aku minta maaf. B-bisakah kau tinggalkan kami sekarang? Kau mengganggu."

Mendengar ucapannya, aku benar-benar ingin menghapus semua namanya yang pernah kutulis di buku harian biruku yang entah ada di mana sekarang. Samuel Vanders benar-benar kunilai terlalu tinggi.

Louis's POV

Kami baru saja turun dari sebuah velotaxi. Kendaraan unik itu mengantar kami pulang dari Museum Pergamon, tempat di mana kami bisa melihat "The Huge Altar of Zeus" dan "Ishtar Gate from Babylon".

Annoying GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang