Zayn's POV
Sesaat setelah aku menghabiskan makananku, aku meluangkan waktu untuk melihat hasil kerja keras Jonny Schlamer. Aku yakin, tidak ada seorangpun yang tidak mengakui bahwa ini adalah hotel terindah yang pernah mereka masuki. Terlihat sangat mewah, juga moderen. Ditambah beberapa robot dengan mesin canggih yang bisa dilihat di seluruh penjuru ruangan.
Kemudian, tanpa sengaja mataku menangkap sosok perempuan yang tadi kutemui saat akan mengambil makanan. Aku tahu ia habis memerhatikanku, namun, ia langsung menolehkan kepalanya ke arah lain ketika mata kami bertemu. Memang agak menjengkelkan menghadapi orang dengan gengsi tinggi. Aku tahu, aku tampan dan berkharisma. Bukan suatu hal yang aneh jika orang-orang menatapku lekat-lekat.
Kuputuskan untuk mengabaikannya.
Aku bangkit dari kursiku. Tanpa harus berpikir, aku melangkahkan kakiku ke tempat yang paling direkomendasikan di seluruh gedung. Roof Top Park.
Pemandangan pertama yang kulihat benar-benar membuatku ingin kembali ke sini dengan Perrie suatu saat nanti. Seorang pria tengah mencium kekasihnya di depan air mancur indah yang keren. Jelas aku menghindarinya untuk saat ini, jadi aku menuju ke pagar kaca yang berlawanan arah dengan mereka untuk melihat pemandangan kota Berlin.
Tiba-tiba, kurasakan tarikan di celanaku. Seorang anak yang kira-kira berusia 10 atau 11 tahun menghampiriku untuk meminta bantuan agar aku mengambil bola yang sedang ia mainkan di atas atap gazebo.
Di situlah aku menemukannya.
Aku berjinjit kembali sebisaku setelah melempar bola anak tadi, dan mencoba menggapai sebuah buku berwarna biru yang tampaknya seperti buku harian. Letaknya benar-benar tersembunyi di bawah atap paling tinggi gazebo ini.
Tanpa mengurangi rasa penasaranku, aku langsung membukanya. Di sana, tertera nama yang sama sekali tidak asing bagiku.
Monday, January 11st 2011
Hari ini adalah hari terbaik didunia! Sekolah adalah hal yang luar biasa. Mereka semua ingat hari ini!
Sampai di kelas aku langsung disambut oleh sahabat-sahabatku dengan pelukan. Mereka juga mengantarku duduk di tempat dudukku. Dan kau tau? Mereka memberi hadiah yaitu kau, Diary!
Yang paling hebat, Sam mengucapkan "Happy Birthday" kepadaku. Sungguh luar biasa. Aku tidak akan pernah melupakan hari ini.
Love,
Kylie S.Setelah membaca halaman pertama, aku langsung menyadari bahwa ini adalah penemuan yang luar biasa. Buku harian Kay, yang sangat tidak bisa kubayangkan bahwa aku akan menemukan sesuatu yang seperti ini di sini. Lagipula, untuk apa ia menyimpannya di sini?
Tetapi, selain itu, aku juga baru menyadari. Ulang tahunnya tanggal 11 Januari— satu hari sebelum ulangan tahunku. Enam hari lagi.
Entah kenapa, satu perasaan muncul. Bahwa, aku merasa, ingin berada bersamanya pada saat ulang tahunnya.
Tidak butuh waktu lama, aku langsung memukul kepalaku sendiri. Apa sih yang kupikirkan? Jelas aku harus mematikan pikiran-pikiran liar seperti ini.
Aku menutup buku temuanku yang berharga itu, dan menghampiri sebuah kursi taman. Aku memejamkan mata, sambil memeluk buku itu di dadaku.
Langsung melintas bayangan kejadian tadi malam di pikiranku. Itu adalah penyebabku bingung dan sebal hari ini. Karena, itu benar-benar sangat membingungkan. Kay sepertinya benar-benar menjaga jarak denganku setelah kemarin. Bahkan, ia tidak mengantar kepergian kami ke Jerman pagi tadi. Apa mungkin, itu adalah penyebabnya?
Aku melakukan itu dengan Kay. Sungguh, ia benar-benar berkata seperti itu tadi malam. Ia tidak berkata langsung padaku, tapi bisa kudengar isakannya di tengah mabukku, bahwa aku melakukan itu dengannya. Aku tidak bisa percaya, karena aku sama sekali tidak ingat apa yang kulakukan bersamanya.
Yang kuingat, aku pergi ke klub malam untuk merilis stres dan beban di pundakku. Aku pasti mabuk berat sampai tidak ingat banyak hal. Yang kutahu, Kay yang entah dari mana datang dan mengajakku untuk pulang, karena hari ini aku harus ke Jerman. Seingatku, ia benar-benar berusaha keras menarikku, bahkan ketika kuhubungi Darren— seorang bartender yang juga adalah temanku, Kay menangis ketika aku malah menyeretnya yang tidak berdaya ke dalam kamar.
Tentang itu, aku benar-benar tidak ingat. Sampai seterusnya, tidak ada yang kuingat. Ketika terbangun, aku sudah ada di kamarku, dan kulihat Kay menutup pintu ketika ia keluar.
Jujur saja, aku terkejut dengan apa yang Kay katakan telah kami lakukan. Aku benar-benar tidak punya alasan untuk melakukan itu padanya— atau dengannya.
Aku menatap buku biru digenggamanku lagi, kemudian kubuka cover dalam bagian belakang. Sebuah foto seorang anak perempuan berambut coklat agak kepirangan sedang duduk di sebuah taman yang kukenal dengan baik.
Hyde Park.
Melihat foto ini, aku jadi teringat tentang satu hal.
Liam's POV
Harry masuk ke ruang kamar yang sekarang dijadikan sebagai ruang rapat sendirian. Kupikir, Zayn akan bersamanya karena tadi mereka pergi bersama. Tenyata tidak.
Paul— yang diperintahkan untuk menyampaikan isi rapat kepada kami, memutuskan untuk memulai rapat tanpa Zayn. "Ini tentang kalian, dan ini adalah perintah dari Modest. Kalian merosot di chart. Bagaimana bisa turun dari nomor 2 ke 19 dalam sehari? Jadi, kalian harus mencari sensasi untuk menaikan pamor kalian kembali."
"Seperti?" Louis membuka suaranya.
"Semuanya kecuali Zayn, akan punya pasangan rekayasa," ujar Paul cepat. Bahkan kami tidak mendapat waktu untuk terkejut.
Paul melanjutkan, "Akan kubacakan. Harry, Kendall Jenner. Niall, Barbara Palvin. Liam, Sophia Smi—"
"The fuck?"
Yang barusan kudengar adalah kesalahan. Aku sangat berharap seperti itu.
"Sophia Smith, Li," lanjut Paul, matanya menatapku sebentar sebelum kembali ke kertasnya. Oh, benar-benar bukan kesalahan.
"Louis, Kylie Schlamer."
"The fuck?"
Untuk kedua kalinya, kalimat itu terlontar dari mulut kami. Harry bagai seorang yang tanpa mencerna apapun, tetapi langsung memuntahkannya. Aku tahu bagaimana terkejutnya kami semua.
Terlepas dari kenyataan bahwa kami tidak bisa melakukan apa-apa karena terikat kontrak, aku sungguh merasa sial dan terbebani. Maksudku, Kendall dan Kay adalah orang ramah yang menyenangkan.
Jelas Modest membenciku.
"Kay?" Pun Louis membuka mulutnya. Matanya menunjukan kebimbangan luar biasa. "Tapi, Elean—"
"Aku tidak tau apa maksudnya, Lou. Aku hanya menyampaikan," balas Paul. Ia menumpu kepalanya dengan tangannya. "Tapi, aku tahu hubunganmu dengan Ele sudah kandas."
"Semua orang tahu," tambah Niall. "Dan kau tidak seharusnya mengeluh, Louis. Menurutku, kau mendapat yang terbaik."
Keheningan pecah di antara kami. Yang kami lakukan hanya memikirkan nasib yang akan menimpa kami masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Guy
FanfictionApakah bertemu dengannya adalah kebetulan? Atau takdir? Benarkah Kylie Schlamer bertemu dengan Zayn Malik karena kebetulan? Tetapi, apakah itu menutup kemungkinan bahwa mereka sebenarnya ditakdirkan? So, a coincidence or a destiny? Is there really...